Tempe Orek
Pertandingan sudah usai. Perhitungan selesai, Wasit sudah menentukan siapa yang menang. Ruang diskusi dan debat di ujung jalan, di pos ronda, pasar, terminal, pangkalan ojek dan gojek sudah tak ramai dengan argument yang masuk akal dan tak masuk akal.
Hanya di warteg langganan, debat masih terdengar cukup ramai. Bukan soal yang di atas, tapi soal Tempe Orek. Makanan yang menjadi salah satu favorite menu di Warteg.
“Yang namanya tempe orek itu mesti kering.”
“Justru tempe orek basah yang nikmat.”
“tempe orek yang nikmat yang ditambahi cabe merah iris iris.”
“itu kurang. Tempe orek tambah teri dan kacang tanah paling mantab.”
Perdebatan selera tak ada habisnya. Palingan hanya mengatakan tempe orek ini paling sesuai dengan lidahnya. Tempe orek ini enak. Tempe orek itu tidak enak. Justru karena selera ini dan itu maka tempe orek mengalami variasi beraneka ragam. Tempe orek adalah produk percampuran kebudayaan.
Bahan utamanya sama. Tempe. Tapi irisan tempe, racikan bumbu berbeda beda. Bisa karena hasil ngobrol tetangga, pergaulan di pasar, uji coba, eksperimen, adaptasi selera setempat, memanfaatkan bahan yang ada dan lain sebagainya. Mari menikmati tempe orek sebagai produk kebudayaan Indonesia yang patut dibanggakan. Mengakhiri cerita singkat ini karena mendadak perut lapar mencium aroma tempe orek dari dapur warteg.
No comments:
Post a Comment