Kepercayaan tentang Kematian
Dalam tradisi masyarakat Pegunungan Tengah, orang mati harus dikubur. Konon orang mati akibat pertempuran harus dibakar. Laki-laki atau perempuan tidak beda saat acara penguburan. Acara beda saat menagawan (laki-laki) atau inagawan (perempuan) yang meninggal, akan ada upacara lebih besar, lebih lama, korban babi lebih banyak. Seharian acara “bakar batu” (masak daging babi di atasnya ditumpuk batu panas ditambah api unggun) Acara itu penting sebab mereka adalah tokoh masyarakat yang punya kemampuan di atas rata rata orang biasa. Punya babi, kebun lebih banyak, punya pengalaman pergaulan, biasanya usia lanjut, kadang, walau tidak selalu, berpendidikan lebih tinggi.
Tua-muda, laki-perempuan, tokoh-orang biasa, semua percaya bahwa kematian adalah perjalanan “pindah tempat”. Itu selalu diucapkan berulang ulang, saat berkumpul sesama kerabat dari yang tua ke yang muda. Di Itongoi biasanya sebagai tempat di mana orangtua bercerita bercerita tentang perjalanan hidup. Sering diselingi dengan cerita humor oleh pendongeng yang biasanya hadir untuk pemecah keheningan dan tidak terus menerus serius. Akhir dari perjalanan hidup adalah kematian. Arwah yang mati berada di sekeling kampung dan mendapat perlindungan dari nenek moyang dan Tuhan (istilah ini setelah kuatnya pengaruh Kristen di daerah Pegunungan Tengah.
Kematian dipercaya adalah hilangnya jiwa dari tubuh secara wajar. Jasadnya menyatu dengan tanah, tapi rohnya pindah tempat. Roh sudah aman dan bahagia bersama roh-roh nenek moyang dan bersatu dengan Tuhan. Pendeta dan para tetua kampung mengucapkan hal itu supaya menguatkan iman kepada para kerabat yang ditinggalkan. Tetua kampung dianggap mampu mengadakan kontak dengan para roh, penguasa dunia roh, dan Tuhan, lalu berbicara kepada warga bahwa kematian bukan hal yang menakutkan. Jasad dikubur, tetapi rohnya terbang menuju ke alam roh-roh yang mendiami gunung, sungai, lembah di sekeliling kampung mereka, dan akhirnya menyatu dengan Tuhan.
Seorang Antropolog mengatakan bahwa kematian adalah suatu peristiwa yang berada di luar kemampuan manusia. Namun peristiwa itu memerlukan penjelasan yang dapat mengurangi rasa cemas dan takut pada individu dan menjaga memelihara ketertiban komunitas.
Sesungguhnya hidup dan mati hampir tidak ada batasnya bagi orang di kampung itu, dan orang gunung pada umumnya. Orang mati hanya pindah tempat, dari tempat yang disebut dunia nyata ke dunia roh. Dunia roh dipercaya sebagai tempatnya nenek moyang. Sebagian dari mereka menyebutnya Tuan Tanah demikian yang diceritakan oleh seorang Menagawan, tanah-wilayah-ulayat adat itu bukan hanya milik komunitas-masyarakat, tapi juga Tuan Tanah, Roh Nenek Moyang. Ringkasnya, dunia nyata dan dunia roh adalah satu kesatuan.
No comments:
Post a Comment