Monday, 17 June 2019

Sibalaya Sehat berjiwa Kuat

Sibalaya Sehat berjiwa Kuat
Tito Panggabean
Kiki Baisuki

Satu keluarga itu fanatic sepakbola. Bapak, dan tujuh anaknya semuanya pemain andalan di desa itu. Ya, desa Sibalaya Utara. Hanya sekitar satu jam dari Kota Palu. Masuk dalam wilayah administrasi Sigi, Sulawesi Tengah. Wilayah yang tiba tiba terkenal sedunia karena bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi pada 28 September 2018 lalu.
Sepakbola adalah kebanggaan desa sini. Dua puluh dua anak kelas 5 dan 6 Sekolah Dasar bertanding di lapangan satu satunya di kampong itu. Satu tim dari kampong sebelah, satunya lagi tim tuan rumah. Stand saat istirahat satu sama, akhir pertandingan score 2-1, kemenangan Tuan Rumah. “saya bersyukur Karena IBU Foundation datang ke tempat ini mengajak anak dan remaja mulai kegiatan rutin” kata Pak Kepala Desa. Sejak bencana, kegiatan olahraga dan kesenian seolah mati. Tidak ada orang di sini, terutama remaja mau bermain sepakbola. Sepakbola bukan satu-satunya olahraga yang kembali digiatkan. Volley ball, Kasti dan Sepak Takraw juga dihidupkan kembali. Bahkan olahraga tradisional, seperti lompat tali, galasin, lomba bakiak, tarik tambang, tak ketinggalan menjadi bagian dari memeriahkan kembalinya kehidupan rutin warga Sibalaya paska bencana.
Olahraga itu adalah kegiatan psiko-social yang bertujuan mengangkat nilai sportifitas, bekerja secara bersama, percaya diri dan mengajarkan kemandirian. Kemarin sore, kembali lagi, IBU Foundation menyelenggarakan pertandingan Futsal tingkat SD - SMP desa tersebut. Suasana  yang seru, meriah, tepuk sorak,  menyemangati para pemain yang berlaga, sekaligus mengekspresikan diri penonton dalam menyemangati para remaja dan anak anak yang bertanding itu. Sungguh cara yang efektif dalam melepas trauma akibat bencana.
Salah satu  warga punya cerita lain dengan kehadiran IBU Foundation. Penyelenggaraan kegiatan anak dan remaja memberi alternative positif bagi remaja yang sekarang ini dinilai mengkhawatirkan. Kebiasaan minum CT (Cap Tikus) dan Narkoba sudah menjalar sampai ke dusun. Ada penjualnya, Tentu saja karena ada permintaan. Tidak disangkal bahwa remaja sudah banyak yang terlibat dengan kebiasaan “minum” dan  obat terlarang. Pak sekdes menemukan beberapa kasus bahwa anak muda di sini menggunakan THD (trihexyphenidyl). “Itu  obat penenang”. Katanya.  “Itu adalah obat untuk penenang penderita parkinson.” Tambahnya.
Para orangtua di desa tersebut lebih suka membiarkan anak anaknya nonton sepakbola di ruang TV sampai larut malam. Daripada keluyuran yang tak jelas arah dan tujuannya. “Selama berada di rumah, anak anak masih dapat dikontrol.” Demikian kata Pak Sekdes. Ia membangun kamar di teras depan rumahnya. Pintu kamar itu terpisah dari pintu rumah utama. Dengan maksud, memberi kebebasan anak dan kawan-kawannya kumpul di kamar tanpa sungkan. Sebaliknya sekdes dan isterinya sewaktu waktu bisa melongok kamar itu. “Tidak ada yang lebih menakutkan daripada hancurnya prestasi sepakbola anak anak itu akibat kecanduan narkoba.” Kata Pak Kades.
Sesungguhnya kehadiran IBU Foundation melalui kegiatan olahraga memberi manfaat ganda. Pertama dalam rangka mengembalikan kemandirian anak dari trauma bencana. Kedua adalah mengurangi kecemasan orangtua pada anak anak sebagai generasi penerus kecanduan narkoba. Setidaknya dengan adanya program pembangunan psiko social bergaya belajar sambil bermain di desa ini menjadi model dan modal bagi desa desa lain di sekitarnya.

No comments:

Post a Comment