Monday, 17 June 2019

Dani dari Dekat

Rombongan wisatawan asing disambut tarian perang. Beberapa laki laki, dengan coreng moreng wajah dan hiasan bulu cendrawasih, menggenggam tombak berujung runcing sepanjang lebih dari dua kali tinggi badan mereka. Mereka berlari kiri kanan depan belakang, sejauh sepuluh meter, memekik, teriak keras penuh semangat. Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya, menjadi daerah tujuan wisata di bagian timur Indonesia.

Tak jauh dari kota paling besar di Kabupaten itu, di suatu desa bernama Kurulu, wisatawan juga disambut dengan tarian yang sama. Yel yel digemakan seiring tarian dan bunyi gesekan dan beradu tombak. Nama orang yang dikenal dan berjasa buat kampung itu disebut dalam yel.

Tak terlampau jelas siapa nama orang yang disebut dalam meriahnya tarian itu. Konon menurut pemandu wisata, mereka yang disebut adalah orang orang yang berjasa mengenalkan kampung Kurulu. Menjadikan kampung ini dikenal dunia luar, membantu melestarikan seni budaya adat suku Dani.

Pikiran langsung mundur puluhan tahun silam, mengacu pada hasil bacaan menyimpulkan Orang Dani menjadi amat dikenal, setelah rombongan Harvard-Peabody New Guinea Expedition mengadakan penelitian di situ. Tim multidisipliner itu tiba1961. Apakah nama nama mereka disebut dalam pantun yel yel itu? Sebab rombonngan itu menyebut Kurulu, dan tinggal lama di situ, dan karya mereka membuat Dani, Lembah Baliem dan Kurulu menjadi terkenal.  Anggap saja nama itu memang tak ada dalam bait bait pantun, tetapi catatan, buku referensi selalu mengacu pada ekspedisi itu. Artinya dari mereka awal mula kenal Dani lebih lengkap.

Rombongan Harvard Peabody menghasilkan karya mendunia. Novelis Peter Matthiessen menulis buku berjudul "Under the mountain wall". Sepaket dengan itu ada filem etnografi yang diberi judul "Dead Birds" dibuat oleh Robert Gardner dengan bantuan narasi dari Dua Antropolog Karl Heider dan Jan Broekhuijse. Ada Michael Rockefeller, anggota rombongan yang memotret aspek aspek penting kebudayaan Dani, membuat buku foto "garden of war" juga dengan bantuan dua antropolog yang sama. Intinya rombongan anak muda itu telah mengenalkan Dani pada dunia luar. Bahkan benda etnografika dibawa dan dipajang di American Museum New York. Termasuk lukisan kulit kayu Sentani dan seni ukir  Wowipitsj dari Asmat. Nama Asmat malahan jadi kesohor setelah Michael Rockefeller hilang di muara sungai dekat kampung Amanamkai. Ada yang bilang dimakan buaya, ada rumor mengatakan dimakan suku ini. Yang pasti jasadnya tak pernah ketemu sampai sekarang.

Koentjaraningrat dan Harsja Bachtiar, dua antropolog memimpin penulisan buku etnografi tentang aneka sukubangsa di Papua. Tidak saja Dani. Tim ini menghasilkan buku berjudul "Penduduk Irian Barat". Buku itu dicetak tahun 60an, entah apakah ada edisi terbarunya. orang Dani, Lani, Moni, Nduga, Ekari, Amungme yang kampungnya di gunung, juga Asmat dan Kamoro yang kampungnya di rawa penting untuk ditulis lagi. Situasi dan tantangannya mungkin sudah jauh berbeda dengan tulisan etnografi dari tim Koentjaraningrat.

Apalagi setelah itu hanya menduga duga jumlah tulisan etnografi tentang Irian atau Papua. Guru saya pernah mengusulkan, seharusnya kita mengumpulkan informasi, tulisan, jurnal, artikel, buku tentang Papua. Kalau belum ada waktu menulis, setidaknya informasi itu sudah dalam satu folder yang tersusun. Dia memang ahli HRAF (Human Relations Area File).

Tentu penting sekali mengetahui tulisan tulisan yang telah dibuat tentang orang Dani, dan bahkan aneka sukubangsa yang ada di Papua. Annotasi bibliografi yang dibuat oleh Chris Ballard dan timnya, adalah salah satu sumber penting mengenal Papua lebih dekat.

No comments:

Post a Comment