Monday, 17 June 2019

Batu Cincin

Bukan harga, bukan pula tempat gelarannya, tapi nilai ceritanya.

"Batu warna hijau. Makin tua warna makin cocok dengan tabiat Bapak"

"Paling bagus zamrut Kalimantan"

"Serius"

"Kalo nggak percaya, nanti saya panggil guru saya"

"Stok batu banyak di rumah. Sengaja hanya bawa yang pasaran saja. Asal cepet laku."

Emperan seberang stasiun kota, pasar  beken Asemka, mulai ramai jam 9 pagi. "Apa saja ada di sini" kata Iwam, penjaga parkir di situ.

"Jual batu akik, batu cincin, batu jimat, batu pelet. Komplit semua ada"

"Biasa ada pak tua yang jual, tapi sudah brapa hari gak ada, denger kabar pulang kampung, Kalimantan."

Si penjaga parkir itu yang cerita, ilmu batu cincin orang Kalimantan tak ada lawan. Katanya tak sembarang iya jual batu cincinnya. Hanya menjual pada orang pilihan. Menurut pengelihatannya cocok menerima batu itu.

Sepertinya Pak Tua lebih cocok jadi guru ilmu kanuragan daripada  pedagang batu cincin. Ilmu itu nurun ke anaknya yang jualan dengan cerita bermuatan mistis. Atau muatan mistis itu kembangnya strategi marketing Pak Tua yang diwariskan ke anaknya.

Kapan kapan balik lagi ke asemka, penasaran ketemu Pak Tua.

No comments:

Post a Comment