Nulis soal tokoh pewayangan. Sambil ngantuk ngantuk nunggu di RS
Karna sakti mandraguna. Ksatria jiwa perwira, siap membela negara. Dengan senjata pamungkasnya, ia maju memimpin pasukan menghadapi adik adiknya yang menjadi lawannya di medan Kurusetra.
Dalam dialog imajiner dng dewa dewi direkam di bawah ini:
T: kenapa kamu rela bertempur melawan pasukan adik adikmu?
J: saya tidak memusuhi lawan secara personal. Saya percaya bahwa dalam masa damai mereka adalah orang orang yang cinta keluarga, anak anak, tetangga, masyarakatnya. Mereka adalah orang orang yang patut dihormati karena berjuang bertempur membela kehormatan negaranya. Demikian pula dengan saya yang wajib membela negara. Negara ini yang membesarkan saya, memberi nafkah lahir bathin, memberi semua fasilitas yang dibutuhkan, diberi jabatan sebagai adipati, dibangunkan istana. Lalu dengan cara apalagi yang dilakukan kecuali membela negara yang telah berjasa pada saya. Saya harus berjuang mempertahankan negara ini.
T: tapi, negara yang kamu bela berisi orang orang yang bringas, culas, curang, ambisi, dengki dan banyak lain yang tak patut menjadi orang memimpin negara.
J: saya tahu sifat karakter orang yang saya bela. Saya tau mereka adalah orang orang yang rakus kekuasaan, menghalalkan cara, seperti yang disebutkan. Tapi saya membela negara dengan cara saya. Saya terima kasih pada negara yang menolong saya memberi kehormatan, mengangkat derajat saya menjadi orang terhormat di negara ini. Karenanya, kewajiban saya membela.
Beberapa waktu kemudian, Karna gugur di Kurusetra oleh panah pasopati arjuna. Langit diselimuti mendung gelap gulita, hanya di bagian kereta Kencana Karna yang terbujur mati ada sinar gemerlap dari langit. Dewa Kahyangan menghormati gugurnya Karna. Sesalah apapun yang dibela, Karna tetap Ksatria di mata Dewa Surya.
No comments:
Post a Comment