Phoa Beng Gam, karena jasanya membangun kanal dan sistem irigasi diberi gelar Kapitein der Chinezen oleh pemerintah Hindia Belanda. Jasanya yang patut diberi jempol adalah menghubungkan kanal kanal ke sungai Ciliwung (sekarang jalan Juanda, Veteran, Sawah Besar) Dengan sistem kanal, daerah rawa menjadi kering, malaria berkurang drastis. Bukan cuma itu, kanal juga menjadi prasarana transportasi penting yang menghubungkan suplai bahan makanan dari daerah pertanian ke kota. Selain gelar Kapitein, PhoaBeng Gam diberi tanah luas, wilayah itu olehnya dibangun perkebunan dan pabrik tebu, mendatangkan banyak buruh dari daerah barat (sekitaran Banten).
Wilayah itu berkembang pesat, dibangun pasar, juga tempat plesir orang Belanda. Lalu Pemerintah Daerah Batavia (Hindia Belanda) menyebutnya Passer De Nabang, yang diambil dari nama pohon yang tumbuh berjajar sejenis palma di situ. Oleh penduduk setempat yang lafalnya dianggap mudah disebut Tenabang. Konon ini adalah asal usul Tenabang, sekarang lebih popular disebut dan ditulisTanah Abang.
Apakah wilayah yang dulu sama seperti yang sekarang butuh informasi banyak. Tenabang menjadi Kecamatan yang mencakup Bendungan Hilir, Gelora, Kp Bali, Karet Tengsin, Kebon Kacang, Kebon Melati, Petamburan.
Penduduk Tenabang mayoritas Betawi punya tanah luas, jual hasil tanamnya bisa untuk naik haji. Lama kelamaan tanahnya yang dijual untuk naik haji. lalu tak punya tanah lagi kecuali rumahtinggalnya yang harus dibagi beberapa keluarga keturunannya yang sudah berkeluarga.
"Kalo orang Betawi ngumpul mukanya ditekuk, pasti lagi mikirin masa depan. Gue udah nggak punya ape ape lagi, tanah warisan udah abis."
Penghasilan lainnya dari kerja buruh, penjaja hasil kebun, kusir delman atau penarik gerobak barang.
Tenabang juga dihuni Orang Cina. Mereka
Pedagang kelontong, bahan pokok, Pengusaha batik. Golongan Cina yang ini bergaul intensif dengan Betawi. Bergaul karena.mereka.bertetangga. ada cina lain,yakni yang kerja kantoran di perusahaan Belanda. Cina ini kebarat-baratan, lebih suka dipanggil meneer daripada Encek atau Engkoh. Pergaulan terbatas dengan orang Kampung.
Ada orang Arab. Stratanya relatif sama dengan Cina. Arab juga gaul dengan Betawi, relatif lebih cepat lekat karena satu agama. Arab berdagang batik sarung kitab parfum stanggi. Arab kelas atas juga kebarat-baratan. Nama orisinil Arab, lalu pake nama panggilan berbunyi barat. Nama asli Mubarak dipanggilnya Mark. Nama Ali, dipanggil Alex, Ibrahim, dipanggil Brian. Dan seterusnya
Betawi Cina dan Arab bergaul dengan bahasa lingua franca Melayu. Pasar adalah pusat pertemuan dari tiga etnik utama yang menghuni Tenabang. Hiburan malam, pasar malam jadi ajang temu muda mudi. Di situ penuh hilir mudik pejalan kaki, tampil mesti menawan sebab mereka saling mengawasi satu dan lainnya dari mulai model baju, celana, sepatu, topi, aksesoris lainnya tak luput dari pandangan. Tak ada aturannya, tapi mereka yang datang lebih memilih jalan kaki masuk kawasan pasar. Pasar itu memang cocok bagi pedestrian.
Gambang kromong, tari topeng dan cokek adalah kesenian popular saat itu. Pesta Kawinan biasanya mengundang kelompok seni dalam satu paket. Di arena ini salah satu tempat ketemuan.
Demikian nikmatnya Tenabang, Hendrik yang harus pulang ikut keluarganya ke Belanda akibat konflik politik Indonesia-Belanda, menulis surat ke rekan kerjanya sewaktu sama sama di kantoran sekitar jalan Juanda
"Mat kalo bukan karena si Tintje,pacar gue, gue gak mau pulang ke Holland. Di sini gak enak......gue pengen banget makan gado gado Bang Arsyad di Gang Thomas (sekarang tanah abang V)" dikutip dr buku abdul chaer Tenabang Tempo Doeloe.
Cerita Tanah Abang zaman sekarang, masih seperti yang dulu. Pasar sebagai pusatnya, dan pemukiman di sekelilingnya. Komposisi penduduknya relatif masih diwarnai kehadiran Betawi, Cina dan Arab walaupun sudah ada tambahan unsur etnik lainnya Minang, Jawa, Batak dan lainnya yang menjadi bagian dari pergaulan sosial yang berpusat di pasar, perkantoran, terminal, stasiun. Tanah Abang menjadi Melting Pot.
Saya beruntung karena masa kecil dan remaja menjadi bagian dari kebudayaan majemuknya Tanah Abang. Pergaulan sosial berwawasan lintas etnik dan agama. Ikutan acara kawinan Arab yang makanannya gulai kambing, nasi kebuli, musik qasidahan. Ikutan kawinan orang Cina, ikutan kawinan orang Betawi yang nanggep gambang kromong, tari topeng.
Layar Tancep, filem Koboy yang pake adegan duel, jadi favorite para anak remaja lelaki. Sekeliling layar tancep diramaikan pedagang Soto mie, Bakso, rujak juhi, nasi uduk, serba pikul dan gendong. Jajanan serabi, dodol, cucur, mangkok tak ketinggalan.
Judi koprok dan sintir juga ada di keramaian itu. Makin malam, makin banyak dikerumuni orang. "Adu nasib" sekaligus hiburan malam sepertinya ada di mana mana.
Nikmatnya hidup dalam kebudayaan yang majemuk.
No comments:
Post a Comment