Orang Misterius
Tiba tiba ada deru angin mendesing dari arah kiri, melingkar dan langsung ke arah dirinya. Secepat kilat Ganapati sadar orang itu menyerang dengan pukulan yang mematikan. Dia langsung berbalik arah menangkis serangan.
"Braaak"
Benturan kekuatan terjadi. Karena Ganapati tidak siap dengan pukulan dengan lembaran tenaga yang kuat, dia terpental, terguling, tapi kemudian berdiri sedikit limbung, kemudian menegakkan kepala walau terasa seperti berputar tujuh keliling dan sakitnya tak ubahnya kepala yang dipukul gada Nyi Gendeng Permoni
Matanya berangsur normal, berdiri tegak, mulai menatap tajam ke depan, siap dengan serangan garuda melayang. Ilmu yang dia miliki, walau belum merasa sempurna, tapi dia merasa harus menggunakan ilmu itu menghadapi lawan misterius berilmu tinggi.
Di depannya berdiri orang tua dengan senyum yang ramah.
" Sabar nak! Jangan gunakan ilmu itu melawan orangtua bangka seperti aku."
Orangtua itu mengatur napasnya yang satu satu lalu bicara lagi dengan lebih lambat.
"Itu ilmu yang dahsyat. Tidak sembarang orang punya ilmu itu dan cocok bersenyawa dengan tubuh. Bersyukur anak mempunyai bekal ilmu itu."
"Tak perlu kutanya, dari siapa anak belajar ."
Ganapati mengerutkan kening, heran orang itu bisa menebak ilmu yang disiapkan sangat dahsyat. Tak sadar ia mengendorkan kesiapannya. Lalu dengan sopan Ganapati menghormat tanpa dia sadari.
"Maaf, siapakah bapak tua. Sampai tau ilmu yang kumiliki?"
Pikiran bertubi tubi tiba tiba mengumpul dalam benak Ganapati.
Bapaktua ini pasti bukan penghuni hutan. Dia sengaja mau bertemu saya di hutan ini. Dia mau ketemu tanpa diganggu.
Tanpa mengindahkan pertanyaan Ganapati, Bapaktua mencari tempat buat duduk yang nyaman.
"Duduklah. Ini ada makanan. Enak..Akar rebus"
Lalu Ganapati beranjak mendekati Bapaktua ikutan duduk. Mereka tak duduk berdekatan ,tapi tak jauh untuk bicara tanpa teriak teriak. Posisinya tak berhadapan, memilih duduk menyamping, sama sama bisa melihat burung pipit bergerombol di ujung semak, berkicau sahut sahutan
"Apa bapak atau ibumu tak pernah cerita soal aku?"
" Coba ceritakan kenapa sampai berada di hutan perawan ini. Mungkin bisa lebih banyak anak ceritakan sampai kesasar ke tempat ini?"
Sebenarnya Banaspati malas menjelaskan. Dia menduga Bapaktua itu sudah tahu semua. Tapi sopan santun etika saja dia bercerita mulai dari tidak betahnya tinggal di lingkungan istana, sampai keinginannya ke padepokan kakeknya di lereng gunung wilis.
" Hahahahaha....tak ada beda antara kau dan aku. Tak betah di lingkungan kerajaan. Bedanya kau ke timur, sementara aku, saat se usia kau, pergi ke arah barat."
sambil mengamati pipit yang terua menerus berisik, bapaktua itu meneruskan.
"perilaku orang di istana sama saja, dari dulu sampai sekarang."
"walau sudah lama tak menginjak kaki kotaraja, aku mencium bau napsu saling menguasai dari semua pihak."
Lalu bapaktua itu berdiri, mengkebas kebaskan belakang celananya yang kotor.
Habiskan saja makan itu, aku permisi.
"Bapaktua mau kemana? Aku belum kenal."
"Nanti kau akan tau, siapa aku, yang harus kuberitahu kita berada di pihak yang sama."
Tanpa menunggu jawaban bapaktua melompat beberapa kali lalu meng hilang di semak semak. Gerakan itu Mengagetkan pipit yang sedang bercengkrama bersahut sahutan. Sekejap puluhan pipit itu berterbangan.
Ganapati yang terkesima tak sempat mencegah. Ia hanya menatap gerakan kilat Bapaktua yang dalam kejapan mata sudah menghilang. Ia duduk kembali, penasaran siapa bapaktua itu. Tapi kelak suatu hari akan ditanyakan ke kakeknya.
No comments:
Post a Comment