Jawa dan Bali
Tulisan yang saya kumpulkan dari Facebook beranekaragam dan tak tersusun secara sistematis. Ini adalah upaya untuk menyusunnya lebih, setidaknya menurut saya, sistematis. Ukuran sistematisnya adalah mengkategorikan berdasarkan tempat di mana peristiwa itu terjadi. Misalnya ada tulisan tentang kopi. Saya masukan tulisan tentang kopi dalam kategori Jawa-Bali karena kopi yang saya tulis bercerita pada setting di daerah itu.
Sistematika berdasarkan tempat di mana peristiwa terjadi hanya sementara saja. Apabila dirasa perlu membuat sistematis lebih focus atau spesifik, maka kategorisasi akan diperbaiki. Satu titik kategori dirasa menjadi lebih sistematis.
Berancang-ancang ke Lawang Sewu
Menu sarapan di penginapan adalah nasi gudeg. Nasi gudeg yang lengkap dengan
telor dan krecek. Artinya menu nasi gudeg yang disempurnakan. Memang itu yang
namanya nasi gudeg, bukan sekedar nasi dan gudeg, melainkan nasi gudeg, telor
pindang, krecek disiram dengan sedikit kuah santan. Masing masing daerah ada
variasinya, meski rasanya buat saya sama enaknya dengan kebanyakan menu gudeg
di daerah Jawa lainnya. Ada yang senang gudeg basah ada pula yang senang gudeg
kering. Di daerah Jawa, orang dengan mudah mengatakan kalau ingin cari gudeg
basah bisa diperoleh di sini, sambil menyebut nama penjualnya. Demikian halnya
Gudeg kering bisa didapat di di sana, dengan embel embel menyebut nama
penjualnya.
“Apakah penginapan ini menyediakan gudeg lengkap setiap hari ya mas”
“Ah nggak pak, kami nggak masak. ini hanya ambil dari warung yang ada di belakang penginapan ini. Warung biasanya, menyediakan meja kursi untuk pembeli yang mau makan di sana. Juga warung melayani pesanan, seperti penginapan ini yang pesan dari warung itu.” kata petugas penginapan sambil bersih bersih meja dan kursi bekas pakai.
“Makanan di sini hanya gudeg atau bisa ada pilihan lain.”
“Menu tiap hari berbeda pak, ada nasi kuning, nasi liwet, nasi campur, kebetulan saja hari ini jadwalnya nasi gudeg.”
“Kalo minum ada pilihan. Bisa air putih dengan teh manis hangat, atau air putih
dengan kopi hitam.”
“Ya saya minta air putih dan kopi”
“Kalau sabtu gini enaknya jalan jalan ke mana mas?” sambil sarapan bertanya pada orang yang sama.
“Simpang lima, atau ke pertokoan, mall. Di sana rame sambiil liat liat. Apa saja kan ada di sana.”
“Saya mau ke Kota Tua saja.”
“O iya di sana bagus, bangunan bersejarah dan sekarang sudah banyak yang
diperbaiki.”
Berpikir sambil duduk, masih di ruang makan, mumpung tak banyak orang. Jadi
masih bisa sedikit melamun. Hasil melamun, tak satupun gagasan obrolan tadi
jadi pilihan. Kalau hanya Mall, di tempat di Jakarta juga banyak. Kalau Kota
Tua, sepertinya bisa dilakukan sambil naik becak, jalan kaki atau gojek.
Lalu putar haluan, sudah niat dalam hati tujuan ke Lawang Sewu. Dengan becak ke Lawang Sewu, angin sepoi sepoi, tak panas malahan sedikit berawan. Sampe di sana, beli karcis, masuk, menyusuri jalan setapaknya, masuk dari pintu samping, sampai halaman dalam bangunan ini.
Agak mundur menepi, lalu melihat bangunan menyeluruh, rasanya benar kalo di
sebut Lawang Sewu. Pintu Seribu, pintunya banyak sekali. Saking banyaknya
dibilang Sewu atau seribu. Ya gak perlu dihitung apakah benar jumlahnya segitu.
Sama juga kalau sastrawan menyebut sejuta bintang di langit. Si sastrawan tak
menghitung jumlahnya, dan barangkali belum sampai hitungan sejuta sastrawan
sudah bingung dan mumet karena kepala harus posisi ndongak.
Lawang sewu adalah Museum Kereta Api.
Museum buka setiap hari dari jam 7 sampai dengan jam 21. Beberapa
pengunjung datang membawa informasi tentang museum, beberapa bergerombol selfi,
senang tertawa, beberapa keluarga juga ada, tertib mengikuti arahan pemandu.
Ada kelompok fotografi membawa peralatan foto. Kayanya professional, motret
setiap bagian dengan telaten dan teliti. Mengambil foto dari berbagai sudut
pandang.
Bangunan buatan Hindia Belanda tahun 1904, Kantor jawatan kereta api, pernah suatu masa tak terurus, kemudian diperbaiki dan lalu dijadikan Kantor Jawatan Kereta api sekaliguss Museum Kereta Api. Sejarah Kereta Api dan Museum ini bisa ditemui di beberapa ruang di bangunan ini. Di situ ada pula miniature Lokomotif dan gerbong lengkap dengan keterangannya.
Kata teman teman melihat dan menikmati Museum Lawang Sewu lebih menarik malam
hari.
“Bangunan dan pencahayaan membuat suasana terasa mistis.” Demikian kata teman teman yang pernah membandingkan bangunan pada pagi siang hari dan malam hari. Sayang sekali saya tak banyak waktu untuk seharian penuh di museum. Pengen, hanya akibatnya yang lain tak bisa dikunjungi. Masih ada Kelenteng Sam Pok Khong, Kuliner di Simpang Lima, Kota Tua, dan keliling bangunan tua lainnya yang masih terpelihara dengan baik di Kota Semarang.
Di Museum Lawang Sewu, ada ruang bawah tanah, fungsi utamanya sebagai saluran drainage dan juga ruang yang berfungsi untuk membuat ruangan menjadi dingin. Konon, menurut cerita yang sulit dilacak sumbernya, ruang bawah tanah itu dipakai sebagai penjara bagi para emberontak pemerintah Hindia Belanda. Ketika Jepang berkuasa. Ruang itu digunakan sebagai penjara tentara Hindia Belanda.
Penjara bawah tanah, kematian kematian yang tragis dari mereka yang menjadi tahanan, menjelma jadi roh yang berontak penasaran. Pasti menjadi sebuah cerita yang menyeramkan. Cerita yang seringkali menjadi bahan omongan orang orang tentang Lawang Sewu. Konon aroma mistis itu keluar dari ruang bawah tanah itu, ada suara suara menyeramkan. Adapula kisah sumur tua, nonik Belanda yang berubah menjadi arwah gentayangan, genderuwo, hal hal yang membuat merinding bulu kuduk.
Pernah pula ditayangkan di program TV swasta dalam acara uji nyali yang mengambil setting di Lawang Sewu. Kisah penampakan kuntilanak yang tertangkap kamera. Konon kabarnya salah satu peserta tewas beberapa hari setelah acara itu. Kisah peserta meninggal setelah uji nyali seperti scenario dongeng yang diramu dikemas jadi bagian kisah seram Lawang Sewu.
“Tapi cerita cerita seram itu, zaman dulu, setelah bangunan ini dipugar, tidak ada lagi suara suara menyeramkan” kata penjual nasi goring gerobak yang sering mangkal jualan di dekat Lawang Sewu. Pedagang Kakilima itu menggambarkan perbandingan sebelum dan setelah bangunan dipugar.
“dulu bangunan ini tanpa lampu, hanya beberapa lampu di ujung ujung bangunan, itupun penerangan secukupnya. Gelap. Bahkan tak ada orang mau lewat di bangunan ini. “ gambarang yang demikian suram dan seram. Apakah karena itu membuat orang bercerita tentang mistis dan magis bangunan ini, bisa saja demikian. Sejak dipugar, bangunan jadi terang, kelihatan bangunannya jadi indah. Boleh jadi membuat orang jadi tak seram lagi, minimal tak seseram sebelumnya.
Mungkin penjual nasi goring juga khawatir kalau hal seram terus menerus diceritakan akan membuat wisatawan tidak mau datang ke Lawang Sewu. Sepi wisatawan, akan mengurangi omzet jualan nasi goring. Mungkin penjual nasi goring belum belajar trik trik bikin orang penasaran.”Makin serem makin laku.”. jangan mengalihkan kisah seram di daerah lain, bisa jadi daerah sini malah sepi.
Lumpia
Lumpia semarang memang tiada duanya. Rebung campur telur dan ayam-udang dibungkus kulit tepung tipis lalu digoreng sampai kecoklatan. Dikunyah renyah dengan aroma mengundang selera. Apalagi dengan tambahan beberapa helai daun bawang, acar timun tanpa kulit, cabe rawit hijau. Tambahan itu bukan pemantas meski tampak pantas. Lebih sekedar itu, campuran aroma gorengan lumpa yang dikunyah bersamaan dengan daun bawang, acar dan cabe rawit bikin rasa dan aroma tambah marem.
Ikon semarang salah satunya adalah lumpia. Sudah terkenal sejak zaman dahulu kala. Konon makanan ini popular sejak ada Ganefo, barangkali juga jauh sebelumnya.
Lumpia asal semarang sudah bisa dibeli di Jakarta.
Beberapa lumpia semarang buka cabang, di hampir semua wilayah Jakarta dan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Mestinya di kota kota besar seperti itu harus ada lumpia semarang yang terkenal melebihi nama pejabat bahkan gubernur di Jawa Tengah.
Nama Lumpia semarang patut disejajarkan dengan nama gudeg Yogya, Dodol Garut, Pecel Madiun. Lumpia dan Semarang sudah menyatu.
Tante Lien, tetangga, acapkali kirim lumpia semarang yang enak rasanya. Katanya itu resep omanya. Dia tidak berjualan. “tak ada tenaga yang bantu” katanya. Sementara sehari hari dia sibuk membantu usaha suaminya. Dia dan suaminya om Hartono punya foto studio. Zaman itu afdruk, cuci cetak foto pasti ke om Har. Sebab hanya dia satu satunya yang punya studio di daerah kami. Ada juga kalau mau cetak di gerobak kakilima dengan mencetak klise di kertas foto dengan pemanas petromaks. Biasanya untuk pasfoto. Bisa tercetak sesuai permintaan. Kualitas hasil fotonya kelamaan akan menguning. Murah tapi rendah kualitas. Waktu itu disarankan kalau cetak foto untuk ijazah jangan cetak di kalilima yang menggunakan petromaks.
Suatu hari tante Lien kirim lumpia, mungkin hari itu sedang tak banyak pekerjaan, atau saat hari besar sehingga foto studio tutup, lupa. Intinya saat saat seperti itu tak perlu membantu suami urusan cetak mencetak foto.
“Mevrouw, ini saya kirim Loenpiya buatan saya buat coba coba”.
Demikian bunyi surat dari tante Lien yang mengeja lumpia sebelum pengumuman adanya EYD. Surat diantar oleh pembantunya ke rumah. Ada sepuluh buah,lengkap dengan saus sambal dan daun bawang. Memang enak buatan tante Lien, yang asli turun temurun dari Semarang. Tante Lien menikah dengan om Har asal Pekalongan. Mereka hijrah ke Jakarta pertengahan tahun 60 an, buka usaha foto studio.
Entah di mana sekarang tante Lien yang mengenalkan lumpia. Apa dan bagaimana rasa Lumpia seringkali mengacu pada cita rasa yang diperkenalkan oleh tante Lien. Tante Lien mengenalkan unsur kebudayaan, pengetahuan, teknologi dan bahasa yang sekarang menyatu dalam pikiran saya. Mengenalkan melalui resep makanan, cara buat dan makan, unsur pendukung makanan yang disebut layak disebut lumpia. Rebung sebagai Unsur penting untuk disebut Lumpia Semarang. Sebab tanpa rebung, bukan lagi lumpia Semarang. Itulah, Tante Lien yang menjadi salah satu agen promosi Lumpia Semarang hingga sekarang terkenal seantero Indonesia.
Perjalanan ke Kota Semarang
Lepas tengah malam kereta sampai di stasiun Tawang, Semarang. Lokomotif membawa deretan gerbong masuk ke jalur satu. Belum benar benar berhenti, beberapa kuli angkut barang sudah masuk gerbong. Menawarkan jasa angkut koper, kardus, barang besar milik penumpang.
Alunan music instrumetal Gambang Semarang dari Loud Speaker terdengar. Semakin masuk Stasiun semakin keras terdengar. Betul, ini Semarang. Malas, tapi harus siap siap, keluar dari selimut penahan hawa dingin Air Condition sepanjang perjalanan. Berdiri, turunkan ransel dan koper kecil dari tempat bagasi di atas tempat duduk.
Dan Kereta berhenti, Gerbong yang saya tumpangi pada posisi di tengah bangunan stasiun, dekat pintu keluar. Sementara alunan music gambang semarang masih terus terdengar. Saya turun dari gerbong setelah tangga di pintu di pasang. Tangga patut dipasang sebab posisi antara gerbong dan lantai jomplang cukup tinggi. Kalau tidak ada tangga artinya harus loncat. Cara seperti ini perlu syarat lutut, engkel kaki harus kokoh. Untung tak terjadi seperti itu, tersedia tangga sesuai tinggi pintu gerbong. Mudah melangkah keluar. Perlahan keluar menggendong ransel berat berisi laptop dan setumpukan kertas laporan ditambah koper pakaian untuk seminggu di Semarang. Pengalaman memuaskan menggunakan transportasi umum dengan pelayanan yang tak mengecewakan.
Kereta cepat Jakarta Semarang ditempuh sekitar empat jam tiga puluh menit. Tujuan akhir kereta ini adalah Stasiun Pasar Turi, Surabaya , makan waktu sembilan jam. Lebih enak naik kereta api daripada naik pesawat. Pilihan tepat untuk sebuah perjalanan Jakarta-Semarang. Lima belas menit sebelum berangkat masih bisa masuk check in langsung naik gerbong cari nomor tempat duduk. Beli tiket tak perlu antri. Pesan online, bayar di ATM, dapat nomor booking, tukarkan dengan tiket di mesin automatis yang tersedia berjejer di pintu masuk.
Ke Semarang untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor cabang, sisanya sudah ada rencana yang panjang dan rinci di benak. Bahkan sudah seminggu lalu rencana terjadwal ketika kantor resmi memberi tugas ke kota Semarang. Membayangkan menikmati bangunan dengan arsitektur Eropa, Cina dan perpaduan arsitektur Cina, Eropa dan Jawa yang konon terpelihara dengan baik. Bukan Cuma terpelihara, tetapi bangunan kuno itu banyak ditemukan sepanjang jalan-jalan di Kota Tua. Antusias baca buku travel dan informasi dari internet, google, pengalaman orang orang yang menulis di blog tentang kota Semarang. Informasi apa saja yang ada di Semarang, bangunan sejarah, dan kuliner. Pikiran sudah mendahului. Kecepatan Kereta Api tak sanggup mengalahkan imajinasi.
Kereta api bebas asap rokok, demikian pula stasiun. Di area yang pintu keluar masuk di main gate, di kursi tunggu, bebas asap rokok. Perokok masih diampuni, diberi tempat, jauh di ujung stasiun. Bahkan lebih jauh dari wc yang biasanya ditempat yang jauh dari area kerumunan penumpang yang datang maupun pergi. Tempat merokok adalah tempat yang dikucilkan. Acapkali non smokers protes karenan bu asap rokok mengganggu public, bikin sesak napas. Asapnya mengganggu kesehatan pernapasan, konon bisa menyebabkan macam penyakit seperti yang tertera di bungkus rokok.
Tengah malam masuk kota, tak ada lagi yang mesti dilakukan kecuali langsung ke tempat penginapan. Penginapan di pusat kota, katanya ini tempat strategis untuk kulineran. “Buka sampai pagi” kata pengemudi taksi. Tak lagi bertanya, cukup percaya saja kata kata pengemudi yang masih muda. Katanya di beberapa tempat ada warung yang buka dua puluh empat jam. Saya menduga itu warung kopi dengan makanan kecil seadanya. Kalaupun ada makanan kemungkinan yang praktis seperti mi instan yang tinggal direbus, tuangkan bumbu saset ke mangkok, lalu campur dengan mi rebus. Siap saji.
“Kalau mau makan, biar saya antar sekalian pak” pengemudi mengulang tawarannya.
“Ah tidak mas.”
“atau butuh yang lain.”
“Apa itu mas”
Dia hanya tersenyum, sayapun ikutan tersenyum.
Tanah Warisan
Salim siang hari sibuk sana sini, menawarkan rumahnya untuk dijual. Ia mendatangi rumah saya, hanya sebentar saja karena tau saat itu pas acara natalan di rumah. Lalu datang ke Pak Heri yang rumahnya sekitar sepuluh rumah dari rumahnya. Pak Heri tetangganya, pengusaha cukup sukses, rumahnya mentereng, paling bagus di sepanjang jalan di rumahnya di kampung ini. Pendatang yang cukup lama di kampung ini menempati rumah di tanah keluarga Salim yang dibeli sekitar sepuluh tahun silam.
Salim berharap rumahnya bisa dijual ke Pak Heri. Pikirannya, lebih baik
rumahnya dijual ke Heri yang pernah beli rumah dari orangtua Salim
"daripada jatoh ketangan orang lain, lebih baik jual ke orang yang dikenal." begitu alasan Salim ngotot rumahnya dijual ke Pak Heri.
Ketemu Pak Heri, selepas Magrib. Salim cerita perihal rencana menjual rumah. Rumah yang ada di gang, sekitaran kampung, hanya beda RT saja. Jual rumah buat biaya perkawinan anaknya yang paling tua. Selain tak harus merawat dua rumah miliknya.
"rencana sih tiga bulan lagi. Butuh uang buat persiapan." Tiga bulan itu waktu yang sebentar untuk acara perkawinan. Padahal sampai sekarang belum ada persiapan dana. Anak dan mantu punya penghasilan, akan tetapi masih kurang buat acara pesta perkawinan yang biasanya di kampong ini minimal dua hari dua malam.
"kan nggak perlu mewah perkawinannya."
"kalo hanya acara akad nikah, tidak banyak mengeluarkan dana. Pesta perkawinan di kampong ini artinya sama dengan mengundang saudara, kerabat, tetangga, teman. Ini akan banyak makan dana untuk konsumsi. Itu belum lagi menyewa penyanyi dangdut, orkes.
“hanya penyanyi yang gak ngetop. Yang penting ada acara music, supaya meriah dan sampai tengah malam.” Begitu kata Salim.
“ini masih belum mewah, kalau banyak dananya, biasanya juga undang “topeng”. Orang di sini masih senang sendratari topeng.” Sambung Salim.
Kata Salim, “banyak pengeluaran lainnya. Kita sebagai pengundang harus siap. Semua butuh dana." Hanya Tabungannya nggak cukup untuk pesta perkawinan. Tidak bisa hanya mengandalkan sumbangan dari kerabat dekat. Dia yakin akan dapat dana dari bos nya, hanya tak bakalan banyak. Intinya, dana perkawinan seluruhnya harus dari kantong Salim. Makanya dia jual rumahnya.
"Untungnya Pak Heri mau bantu, walau bayarnya tiga kali. Lebih baik begitu daripada langsung dibayar, nanti pas waktunya uang sudah habis."
Anaknya yang mau menikah sudah diwanti wanti supaya menyumbang. Kata Salim, zaman sekarang kawinan bukan cuma tanggungan orangtua.
"anak harus bantu."
"bukannya uang dari anak, orangtua yang bantu seadanya."
"tidak bisa begitu. Orangtua punya kewajiban mengawinkan anaknya. Ini tradisi di sini."
"Kalau anak sudah mau menikah, kita mensyukuri. Daripada luntang lantung bujangan bae. Jadi pikiran orangtua."
Anak Salim kerja satpam, isterinya penjual kue. Penghasilannya lumayan digabung jadi satu. Mereka sabar menabung dengan harapan cukup untuk hajatan. Perkiraan baru akhir tahun depan atau, dua tahun lagi, tapi mertua sudah tak sabar mau buat hajatan. Kalau tahun depan, cukup untuk hajatan yang sederhana saja. Orangtua dan mertua tak setuju, maunya ada pesta besar.
Pesta perkawinanan di kampong, atau biasa disebut hajatan, mesti diselenggarakan dengan meriah. Ini ukuran gengsi penyelenggaranya. Mengundang tokoh masyarakat, makin top tokoh masyarakat, makin tinggi gengsinya. Mengundang sebanyak mungkin kerabat handai taulan. Intinya, tidak hanya akad nikah saja, lalu berhenti. Itu sama saka belum afdol. Kalau semua tetangga se kampung belum diundang artinya belum "resmi.".
Pak Edi yang mengawinkan anaknya, menjual tanah warisan, Pak Maman buat hajatan meriah, hutang dengan jaminan tanah warisan yang belum laku dijual. Hajatan atau pesta kawinan harus besar, seperti nilai yang terus menerus langgeng di lingkungan kampong ini. Pak Kace, Pak Nain adalah contoh adalah contoh yang belum melaksanakan pesta kawinan walau sudah melaksanakan akad nikah anak mereka. Mereka nunggu apabila sudah terkumpul dana, maka akan menyelenggarakan kawinan. Pak Inan, tetangga tak jauh dari rumah, dua bulan lalu menyelenggarakan hajatan besar besaran. Pesta dengan makanan melimpah, ada tiga penyanyi dangdut beserta MC nya. Tenda, fotografi, peƱata kamar pengantin, baju make up satu paket. Anaknya sudah resmi menjadi suami isteri sejak enam bulan lalu melalui akad nikah. Biaya bersumber dari jual tanah warisan.
Tidak sedikit pemilik tanah orang "asli" di sini akhirnya harus pindah dari kampong sini. Tersingkir karena tanah dan rumah sudah habis terjual. Padahal orangtua dan kakek nenek mereka dulunya pemilik tanah berhektar hektar. Beberapa orang sini yang masih mampu adaptasi, membagi warisan dengan hitung hitungan yang hati hati. Tak seluruhnya tanah warisannya dijual. Seperti tetangga depan rumah, menjual tanah, membagi warisan, anak anaknya wajib beli tanah di situ, walau tidak di jalan utama. Membangun rumah dari warisan, menyisakan untung modal buat warung kelontong. Sampai kini orang orang itu relative sukses, masih punya tanah-rumah, warung dan kerja rutin angkut sampah di ruko dekat situ. Orang orang seperti ini yang masih bisa bertahan.
Sebelum tahun 90an tanah di sekitar sini sudah dimiliki oleh pengusaha property. Belum ada jalan, akses Cibubur ke Cileungsi. Sejalan pembangunan jalan, kompleks perumahan dibangun, pembelian tanah terjadi besar besaran saat itu. Biyong atau calo tanah tumbuh subur. Saat itu banyak warga yang ikut ikutan jual tanah, tergiur dana untuk naik haji yang hanya mungkin didapat secara cepat dengan jual tanah. Sampai akhir tahun 90an masih sanggup warga bertahan di kampong ini. Jual tanah yang satu, masih banyak tanah yang lain. Tak terasa, semakin lebar kompleks perumahan elite, semakin sempit tanah warga di kampong. Perumahan elite makin lama bukan cuma satu dua, tapi sepanjang jalan kiri kanan membeli tanah dengan harga puluhan ribu, menjual tanah atau kapling dengan harga jutaan.
Di kampung para pendatang sudah merambah sedikit demi sedikit tanah dan rumah warga. Tunggu saja, saat ada acara hajatan, sunatan, kawinan, itu saat transaksi jual beli berlangsung. Tanah lima ratus meter, sudah jadi ruko dan kontrakan, sebelahnya seluas yang sama juga sudah pindah tangan ke pemilik yang tinggal di komplek perumahan. Apalagi sekarang sudah banyak kantor, toko, mall yang butuh tempat tinggal untuk pegawainya. Bermunculan bisnis kontrakan. Ada sebagian masih milik orang asli sini, tapi kebanyakan milik pendatang pemodal kuat.
Tanah yang masih relatif utuh adalah tanah wakaf, yang dipakai untuk rumah masa depan warga sini, alias kuburan. Edi, Salim, Maman, dan banyak yang lainnya yang sudah tidak lagi tinggal di sini, masih bersaudara. Ikatan kekeluargaan masih terasa kuat saat ada peristiwa perkawinan. Perkawinan yang membawa dampak lenyapnya tanah waris mereka.
Boleh jadi puluhan tahun ke depan, kampung ini bukan lagi dihuni warga yang dua puluh tahun lalu masih menggunakan bahasa Betawi ora (pinggiran) sebagai bahasa lingua franca.
Yang ini pas buat cuaca mendung
Mampir di warung soto mie, di daerah Munjul-Pondok Rangon. Warung di bawah pohon nangka tua berdaun lebat, tempat parkiran sudah padat dengan sepeda motor. Untungnya masih menyisakan sedikit ruang parkir buat sepeda motor beat ku. Matikan mesin, pasang standar samping, sepeda motor aman terparkir di antara yang lainnya.
Ambil tempat di teras, diduk di kursi plastik di meja panjang. Dua anak muda sibuk melayani pembeli yang datang dalam jumlah lebih sepuluh. Rupanya pulang sholar jumat mampir di warung yang menyediakan soto mie Betawi.
Harus sabar menunggu. Memang tak beberapa lama, giliran saya ditanya "pesan apa pak?"
"soto mi, jangan pake kol dan mi, bihun saja dengan risoles." Tiba tiba punya pikiran, mau es cincau. Keliatan menggiurkan, saat perempuan setengah baya bawa beberapa gelas besar cincau di nampan melayani pemesan. Komposisi warna, hijau, putih dan merah kecoklatan membuat kepengen meluap luap.
Sempat pikiran jadi bingung, soto mi atau cincau. "ah soto mie dulu, cincau berikutnya." Bathinku. Keputusan akhir, pilih soto mie. Lebih cocok soto mie, kuah panas, disantap cuaca mendung.
"soto mie daging atau campur."
" kalo campur, apa saja isinya?"
"daging jeroan tetelan kikil."
"campur ya pa."
"Kuah bening." Warung menyediakan dua macam kuah. Bening dan santan.
"minta minum teh tawar hangat ya." seperti biasa, minuman teh untuk pelengkap makan.
"nggak usah pake nasi bang"
Makan soto mie mengepul dengan emping renyah yang diremas, masukan ke mangkok soto mie, campur aromanya bikin tambah meningkat napsu makan.
Tak lama hujan deras. Untung saja lebih dahulu sampai di warung itu. Menikmati makan berkuah panas waktu hujan terasa lezat. Dengan sambal, bikin megap megap, nggak kira kira pedasnya sambel ini.
Lama duduk di situ, sambil nunggu hujan reda. Soto mi sudah habis setengah jam lalu.
"ada kopi hitam bang, jangan yang saset, tapi racikan."
"ada. Mau kopi kental manis, kental sedang, atau nggak pake gula? Atau mau kopi yang encer?"
"kopi kental sedang."
Hujan masih deras, tapi tak sederas sebelumnya. Semoga saja cepat reda. Sambil menghirup kopi panas. Lumayan juga racikan anak muda itu.
Sejak masuk warung sampai mau pulang, saya perhatikan pembeli soto mie jauh lebih banyak daripada es Cincau. Mungkin karena mendung dan hujan jadinya kurang laku.
Hujan reda, permisi, stater motor, maju mundur, maju mundur, geser kiri kanan menghindar gesekan dengan sepeda sepeda motor lain yang markir kurang rapi, lalu wuss. On the way home.
Petruk Jadi Raja
Betulan raja sehari. Tak lama setelah dekralasi, Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja isterinya diciduk polisi di kerajaannya Agung Sejagat. Setelah Totok, mulai di upload beberapa raja raja local yang selama ini terpendam. Kerajaan (keraton) Pajang di desa makam haji, kartasura, sukoharjo. Lalu ada lagi keraton Jipang di kecamatan cepu blora. Dua kerajaan yang sudah rata tanah semenjak munculnya Mataram dimunculkan kembali.
Mengaku sebagai keturunan Pajang dan Jipang membangun kembali kerajaannya. Ada pula kerajaan lain, tak tanggung tanggung namanya Kekaisaran Matahari dari Sunda di Bandung. Mungkin mengikuti pakem Jepang, kekaisaran artinya Kaisarnya keturunan Matahari. Barangkali akan ada kerajaan kerajaan lain yang bermunculan setelah terindentifikasi dan dalam sekejap tersebar di medsos oleh kecanggihan android.
Kerajaan dan Raja mendeklarasiikan diri sebagai raja jawa, keturunan kerajaan di zaman kuno yang sudah runtuh. Apa yang terjadi di tanah jawa?
Lakon pewayangan petruk dadi ratu mungkin cocok dijadikan pijakan awal melihat pengennya orang menjadi raja. Mengutip dalam lakon itu.
“Apakah menjadi orang biasa adalah hina? Apakah dengan menjadi raja, hina akan lenyap dengan sendirinya? "
Dengan nada sabar sang semar, ayah petruk bertanya ke petruk yang saat itu sedang memainkan perannya sebagai raja. Petruk gemas dengan perilaku orang orang yang gila jabatan, pangkat, gelar dan lainnya yang sejenis.
Gejala yang sudah meluas di negeri ini. Sudah banyak orang yang gila gelar, jabatan dari mulai gelar kerajaan sampai dengan gelar akademis. Comedian yang namanya menjulang tinggi karena usaha dan semangatnya menghibur khalayak ramai. Dengan atau tanpa ijazah dan embel embel gelar mampu mempesona. Itu dianggap kurang memuaskan, masuk menjadi wakil rakyat, seolah dengan menjadi bagian dari wakil rakyat dia akan mampu menghibur atau menguatkan powernya mengangkat harkat martabat rakyatnya. Itu tak terjadi. Dia malahan tenggelam. Berubah arah, masuk dalam dunia akademis, entah maksudnya butuh pengakuan bahwa dirinya adalah orang pintar? Lalu menempuh cara yang tidak elegan. Komedian itu memalsukan gelar, sebagai syarat mutlak masuk dunia akademis. Ketauan akhirnya namanya tenggelam, sungguhan tenggelam di telan penguasa bumi Antereja.
Kasus menipu diri sendiri dan orang lain semacam ini banyak terjadi. Untuk tetap dipandang, berstatus tinggi, bukan orang biasa, mempertahankan reputasinya di bidang akademis. Apapun cara ditempuh untuk status yang besar pasak daripada tiang. Dunia akademiss sering mengalami, pengajarnya memalsukan karya tulisnya, menjiplak, copy paste punya orang lain. Menerbitkan karya itu mengklaim menjadi karyanya. Beberapa ketauan, mungkin juga banyak yang tak ketahuan. Ambisi membuatnya terjungkal.
Orang-orang entah dari asal usul antah berantah, tiba tiba mengaku punya hubungan darah dengan keraton. Tiba tiba pula mendapat gelar Raden mas, raden ayu, raden ajeng. Pasti gelar itu membanggakan dirinya sebab, di papan nama yang ditempel di dinding teras depan rumahnya ada nama sekaligus gelar kebangsawanan. Tak perlu disangkal. Gelar bangsawan membuat bangga. Sama halnya dengan gelar kesarjanaan.
Tetangga menghabiskan dana yang besar hanya mau menelusuri jejak nenek moyangnya, yang katanya masih ada darah keraton. Memperlihatkan foto dan dokumen seadanya pada orang orang yang dianggap tahu asal usulnya. Asal usul punya implikasi berhak atau tidaknya dia menyandang gelar kebangsawanan. Datang ke keraton Mataram, Solo dan Jogya, mungkin juga membongkar arsip arsip keraton. Tujuannya satu. Apakah dia berdarah biru.
Petruk jadi raja adalah bentuk refleksi penyadaran. Petruk yang semula adalah punakawan, berubah menjadi raja. Sakti mandraguna. Seumur hidupnya dia mengabdi dan tahu seluk beluk kelakuan para tuan tuannya yang sering kali konyol tak masuk akalnya. Petruk paham arti kekuasaan, dan tahu siapa saja yang dianggap bertanggungjawab atas kesemrawutan pemerintahan.
Dia bukannya tak punya kesaktian, bahkan kesaktiannya jauh melampaui para tuannya. Dewa dewa kahyangan dibikin kocar kacir. Dia memporakporandakan, menjungkirbalikan anggapan bahwa penguasa dapat bertindak semuanya. Petruk mengubah dirinya menjadi Raja untuk menghancurkan tatanan yang dianggap ngawur. Raja tidak bisa semaunya. Raja harus menjalankan titahnya demi kepentingan rakyatnya. Petruk tak mau rakyat menjadi korban ngawurnya para tuan. Petruk harus berubah menjadi raja untuk menghancurkan para tuan yang berbuat semaunya.
“saya harus berubah menjadi raja, untuk menghancurkan raja raja yang memerintah seenak udelnya. Kalau hanya punakawan, tidak akan berubah."
“sadarkah kau turut melanggengkan status para tuan. Dengan mengubah status menjadi tuan kau berbuat semaunya.”
“ Kenapa kau tidak menjadi dirimu sendiri.”
“apakah hina menjadi orang biasa?” Semar menutup dialog dari seorang ayah kepada anaknya.
Mereka berdua lalu bersenandung lagu karya saudara jauh, Louis Amstrong “What a Wonderful World.
Tas
Segala merek ada. Kios jual aneka tas keperluan olahraga; badminton, soccer, basket, gym, jogging, ternama dunia ada disini. Sebut saja, Addidas, Nike, black alligator untuk golf. “tapi ini jarang laku, nggak dipajang, tapi kalo ada yang nanya, ada stok.” Kata pemilik. Katanya orang yang belanja di sini tidak ada yang minat golf.
Tas keperluan sekolah, kuliah, kantor juga tersedia. Kebanyakan konsumen memilih tas ransel, merek merek ternama, misalnya Gearbag, Neosack, sampai tas merek local seperti Eiger dan Consina.
Tunggu saja kalau keluar iklan tas di televise atau di media social (medsos), dalam hitungan hari sudah bergelantungan, bertumpuk, berjejal barang itu di kios.
Harga? Soal harga disesuaikan kemampuan konsumen.
“Ini asli? Kok murah?”
“Ini asli, hanya bahannya yang diganti dengan bahan yang lebih murah. Kalau mau yang mahal juga ada.” Demikian yang dijelaskan oleh penjualnya.
“Ini mereknya asli?”
“Asli. Merek gak bisa dicopot. Jahitannya kuat.”
Konsumen yang datang ke tempat ini dari penjuru Jakarta Bogor Tanggerang Bekasi (jabodetabek). Bahkan ada yang berasal dari daerah luar daerah itu. Pengakuan penjual, pelanggannya ada yang asal Serang, Bandung, Cirebon, dan Jawa Tengah. Ada yang beli untuk keperluan sendiri, adapula untuk dijual. Ada yang beli eceran adapula yang grosiran. Tahun pelajaran baru adalah musim panen buat para pedagang di sini. Mulai dari buku tulis, ATK, tas, dan keperluan sekolah lainnya.
Semua yang dijual dibilang asli. Penjaja dompet, gantungan kunci untuk tempat simpan STNK dikatakan kulit asli. Kacamata baca, kacamata matahari merek Rayban, Calvin Klein, Chanel asli. Kata penjualnya asli atau palsu tak kentara, yang penting pemakai tak kecewa dan lebih bahagia.
Kerajaan Baru
Akhir akhir ini desa Pogung Juru Tengah atau Pogung, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah menjadi terkenal. Desa itu menjadi identik dengan tempat lahirnya Kerajaan/Keraton Agung Sejagat. Berita yang jadi viral itu mengingatkan saya akan bacaan sejarah dan fiksi sejarah kerajaan atau keraton di Jawa. Mulai dari daerah Tumapel yang menjadi bagian dari Kerajaan Kediri, kemudian berkembang menjadi Kotaraja, atau ibukota Kerajaan Singasari setelah menaklukan kerajaan Kediri, setelah Ken Arok menjadi Raja Singosari. Tokoh tokoh seperti Ken Arok, Ken Dedes, Tunggul Ametung, Mpu Gandring, Anusopati berada dalam lingkaran kerajaan perebutan kekuasaan Kerajaan di sekitaran Malang dan Kediri.
Kerajaan yang sejarahnya penuh dengan ambisi berkuasa. Bunuh membunuh, kutuk mengutuk, ramal meramal menjadi bagian pengetahuan budaya dalam rangka memapankan kekuasaan. Cara cara licik melicinkan jalan kekuasaan dipaparkan dalam kitab sejarah secara transparan.
Raden Wijaya yang juga keturunan kesekian dari kerajaan singosari, tak tahan melarikan diri ke daerah timur, konon menyeberang ke pulau di utara Jawa Timur yang disebut Madura. Dia kembali ke Singosari ndompleng tentara Cina dan Mongol, menghantam raja singosari.
Kekuatan tentara dari utara itu sulit dibendung oleh raja singosari yang sibuk dengan urusan mendamaikan pemberontakan sana sini. Bisa diperkirakan serangan dari luar dan dalam dalam sekejap meruntuhkan singosari. Entah bagaimana ceritanya, R Wijaya lalu menjadi raja, membuat kerajaan baru di daerah lebih ke utara jawa timur menamakan kerajaannya Majapahit.
Kabarnya nama itu berasal dari buah maja yang ditemui raden Wijaya,kemudian memakannya. Buah maja pahit rasanya. Lalu di klopkan menjadi sebuah nama kerajaan yang dibangun dari reruntuhan Singosari. Namanya Majapahit.
Sementara raja baru ini melihat dominasi tentara cina yang masih bercokol di kerajaan Majapahit sebagai duri dalam daging. Sebelum menjadi besar dan kuat harus diusir. Kapan? Sekarang juga. Semakin cepat semakin baik. Rencana disusun rinci rigit, langsung menyerang dan sekaligus mendesak tentara cina sampai pesisir, kepepet terperangkap, yang jalan satu satunya adalah kluar dari daratan. Kocar kacir karena serangan darat dan angkatan laut majapahit menjepit kapal kapal laut cina, dengan kecepatan penuh mereka melarikan diri.
Majapahit Berjaya, belajar dari kerajaan cina yang punya kekuatan angkatan laut, kerajaan ini membuat ibukota baru di dataran rendah, membuat pelabuhan yang banyak sepanjang pesisir utara jawa, mengirim kapal kapal nya menjelajah nusantara dari barat sampai ke timur. Menjaga perdagangan di lautan nusantara. Menaklukan kerajaan kerajaan di seberang, daerah lain. Membangun benteng darat dan laut.
Membuat ibukota yang indah dengan system pertanian dengan kanal kanal yang mampu mengaliri air kebutuhan sawah lading. Sistem transportasi penunjang untuk produksi dibangun dari sentra produksi ke pelabuhan untuk eksport. Transportasi dari ibukota ke pelabuhan dibuat mulus. Barak barak tentara kerajaan dibuat dengan sangat efisien dan efektif untuk menangkal serangan mendadak, atau melakukan ekspansi ke daerah lain. Kekuatan sipil dibangun dengan kuat, kekuatan militer tidak boleh ikut campur dalam urusan politik kerajaan.
Majapahit Berjaya mengandalkan kekuatan darat dan laut. Lautan yang luas menuntut kekuatan angkatan laut yang harus kuat. Membangun kapal besar dan kecil, membangun angkatan laut yang tidak saja mumpuni dalam navigasi pelayaran, tetapi juga mengamankan daerah pantai. Pasukan semacam marinir tugasnya mengamankan daerah pantai sejauh dua ratus mil. Perhitungan agar pendaratan kapal saat ekspansi terjamin sebelum mendirikan barak, gudang senjata di pesisir sebelum menyerang daerah pedalaman.
Masa kejayaan majapahit menurut catatan pada saat Raja Hayam Wuruk dengan patihnya yang terkenal Gajahmada. Konon kabarnya Majapahit dengan kekuatan militer dan system administrasinya menguasai nusantara.
Sayangnya masa kejayaan kerajaan ini tidak sampai lima puluh tahun. Tidak ada catatan yang menunjukkan system penggantian yang ajeg yang hanya disebut pengganti raja adalah anak raja, tak perduli apakah dia mempunyai kecakapan dan pengetahuan mengatur kerajaan. Tak peduli apakah penggantinya mempunyai sifat pemimpin yang bernegara.
Penggantinya terlampau lemah untuk membendung pemberontakan sana sini. Perpecahan internal sepertinya menjadi khas kerajaan kerajaan di nusantara. Majapahit tak terkecuali. Rebutan kekuasaan, menganggap paling benar, berakibat perpecahan. Keturunannya memisahkan diri, mendirikan kerajaan baru. Demak yang berada di pantai, menccoba mengembalikan kejayaan pendahulunya, tetapi gagal, malahan makin menjadi pecah mengecil.
Pemberontakan di Demak terjadi, rebutan anak dan mantu. Adiwijaya dan Aryo penangsang. Dua kekuatan yang saling berebut. Yang satu memerintah kerajaan Pajang, yang lain Jipang. Sama sama ambisi menguasai Jawa. Pajang berkuasa setelah melumpuhkan Jipang. Kerajaan ini juga tak lama. Mungkin karena jadi raja terlampau keenakan lalu lupa pada visi misinya.
Terjadi pemberontakan, yang paling Nampak adalah kerajaan di pedalaman yang dipimpin oleh saudara sekaligus komandan kerajaan Pajang. Bahkan anak, Sutawijaya, ikutan memberontak. Pajang kalah, rakyat lebih memilih kerajaan baru yang dianggap membawa perubahan. Daripada Pajang yang status quo. Alas Mentaok diubah menjadi daerah yang subur menjadikan landasan pertumbuhan kerajaan Mataram. Ini pun tak berlangsung lama, kembali pecah, ada Surakarta dan ada Jogyakarta.
Terus begitu, pemberontakan demi pemberontakan. Kerajaan demi kerajaan dibangun lebih pada memenuhi ambisi pribadi. Memanfaatkan kekuatan asing menyerang saudaranya sendiri. Mengubah kerajaan menjadi Republik bukan berarti semua urusan pertentangan konflik internal selesai. Masih banyak persoalan yang mesti diperbaiki. Masih saja menyisakan perilaku politik yang hanya berambisi pada kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Munculnya kerajaan baru akhir akhir ini yang bernama Agung sejagat yang mengaku sebagai penerus kerajaan Majapahit yang besar. Seperti pengakuan pendiri Agung Sejagat, Majapahit akan berkembang lagi setelah selesainya perjanjian 500 tahun dengan Portugis. Sulit untuk melacak logika kesejarahan hubungan kerajaan baru ini dengan Majapahit, sebab setelah majapahit ada kerajaan kerajaan berikutnya yang punyai pengaruh kuat perkembangan Jawa. Dari munculnya Agung Sejagat setidaknya membuat kita mencoba mempelajari atau merefleksi pada apa yang telah terjadi ratusan tahun lalu.
Menampilkan kembali jejak sejarah para elite yang menjadi kunci berjalan tidaknya kerajaan. Kalau mereka yang menjadi kunci pemegang kekuasaan sudah lupa dengan visi misi mensejahterakan rakyatnya, membangun kekuatan menghadapi persaingan global , bisa diperkirakan tak akan lama bertahan. Kalau dalam hati pemegang kunci itu mendasari cara berpikir yang penuh kelicikan, kedengkian, benci , tak diragukan bakalan terjungkal. Pemegang kunci kerajaan jangan selalu bicara soal cinta kerajaan, keutuhan wilayah kerajaan, kesejahteraan rakyatnya tapi tak pernah menerapkan visi misi dalam kegiatan yang nyata dan operasional. Itu artinya hanya lips service saja, kalau demikian maka sejarah akan terus menerus berulang dengan pergumulan yang penuh darah rakyat yang tak berdosa.
Kerajaan baru bukan pamer gelar raja dan ratu, bukan sekedar deklarasi, bukan memoles tentara dengan pakaian mentereng, bukan membuat prasasti prasastian, bukan menengok sejarah sebagai tujuan, Kerajaan dibangun dengan kekuatan rakyat yang sejahtera yang semua elite politik bersatu padu memastikan perbedaan pendapat, bersikap ksatria melaksanakan tujuan bersama menjadikan kerajaan yang bernama Republik Indonesia menatap masa depan dengan lebih baik.
What You See is What You Get
Kalau dulu, pertengahan tahun 80an WS adalah singkatan dari Wordstar. Itu aplikasi pengolah kata yang paling laris di Indonesia, merajai dunia ketik mengetik berbasis komputer. Membuat laporan, pakai aplikasi ini lebih cepat berkali lipat dibanding mesin tik. Begitu mudahnya. Salah ketik jangan khawatir, tinggal blok kata yang salah lalu del. Menghapus kata atau kalimat salah juga bisa pake kursor langkah mundur. Sekejap kata atau kalimat yang salah hilang dari layar monitor.
Saking terkenalnya, istilah aplikasi ini sampe hapal dan kadang dijadikan bahasa sehari hari. Mau keluar, bilangnya kontrol K D, dan lainnya. Motto yang terkenal aplikasi Wordstar adalah What You See is What You Get (wyswyg) dibaca wiswig. Apa yang ada di layar monitor, akan sama setelah dicetak di kertas kuarto.
Seminggu ini WS lebih dikenal sebagai komisioner KPU yang keciduk menerima suap dalam bentuk uang dolar singapore. Berita resminya adalah KPK menangkap beberapa orang, termasuk oknum KPU. Dia diduga menerima suap untuk mengutak-atik kursi anggota DPR Dapil Sumatera Selatan Satu. WS lalu resmi mengundurkan diri sebagai anggota KPU periode 2017-2022 setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap.
Oknum ketangkap langsung di"aman" kan, kantornya ditutup, digeledah sana sini, petugas keluar dari kantor itu seperti biasa pakai topi, masker, menyeret koper berisi barang bukti masukan ke bagasi mobil menuju kantor kPk. lalu jubir KPK menjelaskan peristiwa OTT, ada tanya jawab, sekalian menggelar barang bukti.
Semoga segera dibawa ke pengadilan supaya jelas. Jangan dibiarkan kasus ini jatuh ke tangan politikus, bisa digoreng, diframing entah dibikin apa saja yang malahan nggak jelas. Partai yang tersangkut maupun yang tidak, bakalan lebih senang kalau masalah ini tak bertele tele. Semua elite kan selalu bilang menjunjung tinggi dan hukum. Jadi sederhana saja jangan biarkan masalah ini jadi bola liar, nanti malahan berita dengan kenyataan bisa beda.
Saya salut sama teman yang percaya bahwa hukum kita harus seperti wordstar. Bukan karena dia hapal perintah mengetik di komputer dengan aplikasi itu tapi karena motto Wordstar "What You See is What You Get". Berita yang kita lihat di layar monitor tv akan sama dengan kenyataan.
Iran vs Amerika
Sejak sekutunya yang Raja Segala Raja atau Shahanshah dijatuhkan, Amerika selalu menganggap tidak ada yang positif dan baik dari Iran. Ada saja sebutan negative untuk Iran. Iran itu susah gaul, Iran lebih suka mengucilkan diri sendiri. Tapi herannya kalau Amerika disuruh main ke rumah Iran, enggak pernah mau. Ada saja alasannya, masih belum ada waktu yang cocok, masih sibuk nyelesain tugas, rumahnya jauh, faktanya Amerika memang gak pernah mau main ke rumah Iran. Sebaliknya, sejak ganti pemerintaha, Iran juga nggak ada niat mengundang Amerika main ke rumahnya.
Dua orang ini, Amerika dan Iran dulunya pernah bersahabat, mesra, kalo Iran dicubit, amerika turut merasa sakit. Sebaliknya Iran buang air besar (BAB) amerika bisa cium baunya. Gambaran bahwa mereka berdua demikian dekatnya. Jangan coba coba merampok dagangan Iran, sekejap amerika mengeluarkan senjata lengkap untuk menghajar yang merampok.
Sudah lebih empat puluh tahun semenjak bulan madu itu berakhir, hubungan tak kunjung membaik. Tak pernah ada kata pertemanan antara mereka. Amerika dan Iran seperti enggan berteman dan hidup dalam damai. Bahkan hubungannya cenderung saling curiga. Setiap Iran memberi sumbangan, Amerika menuduh Iran mendanai preman. Ada bis kecemplung jurang, katanya rem nya blong karena sabotase Iran. Amerika tidak mengizinkan Iran dagang di Pasar. Pasar yang jadi milik bersama, seolah disetir Amerika supaya tak menerima pedagang Iran. Pelanggan tetap Iran, dipengaruhi supaya tak beli barang Iran, bahkan Iran dibuat nggak betah dagang di pasar. Akibatnya kios Iran jadi kosong. Iran ngomel gara gara langganan dagangnya disabot amerika. Iran dengan segala taktik, buka gelar dagangan di trotoar tak jauh dari pasar supaya kasih liat ke pelanggannya dia tidak bangkrut.
Perubahan hubungan jadi seratus delapan puluh derajat. Kalau dulu, makanan Iran dibilang makanan paling enak di Timur Tengah. Sekarang, dibilang kelewat manis. Amerika tidak cocok dengan selera manis. Soal makanan sempat membuat Iran dongkol, bersungut sungut, comel lalu membalas ejekan Amerika dengan mengatakan makanan amerika, kelewat asin. Makanan asin membuat potensi darah tinggi. Darah tinggi membuat cepet marah.
Ada teman teman kedua belah pihak yang berusaha mendamaikan dua orang yang sedang berseteru.
"Kalo selera makan, ya masing masing aja. Tidak perlu saling menyalahkan. Itu kan selera masing masing.”
Kalau Iran bertamu lalu diajak makan di rumah Amerika. Jangan complain soal rasa makanan. Makan saja. Tamu yang sopan dan santun akan makan yang dihidangkan tuan rumah, meski rasanya tak sesuai selera. Sebaliknya kalau ganti Amerika diundang makan di rumah Iran, nggak perlu ngedumel karena makanannya nggak sesuai selera. Apalagi ikut ikutan ngatur jenis dan rasa makanan yang disediakan tuan rumah.
“Itu tidak sopan dan bisa memicu gusar tuan rumah. " kata teman teman mereka berdua.
"Kalau soal menjaga hubungan, jangan menonjolkan ego. Diundang makan maunya makanan yang seperti selera dirinya itu artinya nggak punya etika. Makan yang disediakan oleh tuan rumah. Makanya hubungan baik itu harus santai, Kalau makanan tak sesuai –terlampau manis- makan sedikit saja, berikan penjelasan. Kalau pas dapat makanan manis sesuai selera, disyukuri, bisa jadi menjadi bahan obrolan baik makanan yang manis maupun asin. " Pesen teman teman grup WhatsApps dengan panjang lebar.
"Jangan mencari perbedaan kalau mau menjalin hubungan. Siapa tahu Amerika dan Iran sama sama senang masakan sedikit pedas. Kan walhasil bisa klop." Kata temannya menyambung cerita
“Kan kalo sesama pedagang ribut, pasar jadi ikutan ribut, pembeli dan pelanggan bisa bisa gak dateng, pasar jadi sepi.” Menutup cerita usaha teman teman Amerika dan Iran yang ingin mereka berdua baikan –berteman kembali.
Kenapa sih Amerika dan Iran saling gengsi, tak mau mencara solusi berbaikan. Kalau dicari cari masalah kecil besar.
“Masalah jangan dibikin ribet”,
“Masalah gini kayak anak kecil aja. Anak kecil aja musuhan gak selama itu. Pagi rebutan mainan, siangnya udah main dan makan bareng dengan mainan dan makanan yang sama.”
Mereka
berdua memang harus belajar dari anak anak.
Indonesia menang telak
“Jacob menggiring bola, masuk jantung pertahanan musuh, kotak katik, mencari kawan di sana, ah terlampau lama menggoreng keburu dicocor lawan.” Kali ini gagal serangan, demikian Komentator Sambas, suaranya bergetar, saat kegagalan serangan. Gaya suara ketahuan kalau terdengar sedih dan gembira. Gaya yang selalu memberi semangat pada pemain dan minta doa kepada seluruh penonton di tanah air
Lagi komentarnya
"Bola melambung dari tendangan penjaga gawang lawan, langsung mendarat dikuasai kembali. Kali ini dari sayap kiri, Kadir berlari kencang, masuk daerah kota pinalti, umpan lambung, Soetjipto Soentoro berdiri bebas langsung menyundul, dan gol."
Stadion berkapasitas seratus ribu langsung sunyi. Tak habis pikir penonton di stadion harus menyaksikan tim tuan rumah menerima kebobolan demi kebobolan. Sunyinya suasana di stadion membuat suara komentator Sambas yang berat terdengar keras dan tegas.
Tak beberapa lama, akhirnya pluit panjang ditiup tiga kali, tanda akhir dari pertandingan. Semua di sana seperti tak percaya, kita menang telak 5-0 atas kesebelasan Inggeris Raya. Sungguh prestasi yang luar biasa. Kerja keras, disiplin, kerjasama tim, Ausdauer menyatu menjadi satu ditunjang strategi menyerang cepat gaya Inggeris dan pertahanan mengadopsi gaya catenaccio Italia. Bagi tim kita pertandingan final ini harus total football. Beneran total, nggak boleh mikir lainnya, but football.
Walau hanya didukung oleh supporter yang kebanyakan mahasiswa Indonesia di Inggeris, tapi semangat pemain tak pernah surut semenjak pluit awal dibunyikan, sudah melakukan tekanan berbahaya ke gawang lawan. Dengan atau tanpa penonton, harus semangat, sebab ini tugas suci, membawa nama baik bangsa dan Negara.
Kenapa tak banyak penonton Indonesia, alasannya masuk akal, ongkos tiket dari tanah air ke inggeris bukannya murah. Lebih baik nonton siaran langsung di televise saja daripada keluar kocek yang tak sedikit untuk ke stadion wembley, Inggeris. Di sisi kondisi supporter kita mesti prihatin karena tak mampu berbondong bondong ke Inggeris, tapi di sisi pemain kita patut bangga, para pemain disejajarkan dengan pemain pemain dunia.
Saat haru ketika kapten kesebelasan Soetjipto Suntoro menerima piala dunia dari Presiden FIFA, Edson Arantes do Nascimento atau lebih terkenal dengan nama PelƩ. Siapa yang tak kenal pemain legendaris asal Brasil itu, yang jadi warga kehormatan dunia karena kakinya yang membawa Brazil juara dunia tiga kali. Berita koran setempat, menyebutkan Soetjipto Soentoro juga menjadi tamu kehormatan personel the beatles dan Rolling Stones yang kagum saat menyaksikan pertandingan final di antara ribuan penonton lain. Sempat pula di wawancara oleh televise Inggeris bersama para pemain caliber dunia, David Beckham, Gery Lineker dan Steven Gerrard. Setidaknya tiga pemain itu memberi komentar atas kelincahan para pemain Indonesia. Walau kalah tinggi dan besar dengan rata rata pemain Eropa, gocekan tak terduga sering mengecoh pemain tinggi besar yang sering tak lincah.
Soetjipto Soentoro sering disebut majalah soccer sebagai Pele nya Asia, karena kemahirannya menggocek bola, apalagi di daerah kotak pinalti. Dribblingnya unpredictable, lawannya sering terkecoh, tendakan dari segala posisi seperti geledek. Pernah saking keras tendakan itu, biar bola ketangkap kiper, malah kipernya terdorong masuk gawang. Dengan tiga gol, hatrik, dia mendapat bonus piala sebagai pemain terbaik.
Akhir dari sukacita itu, fto bersama seluruh tim mengangkat tinggi piala dunia, berlari keliling stadion lalu melambai tangan ke penonton sebelum lenyap dari pandangan.
“Sampai bertemu empat tahun mendatang,” terbaca tulisan di billboard stadion dalam bahasa Inggeris dan Indonesia.
Rumah Pompa
Rumah adalah kebijakan penting pemerintah. Setiap warga negera harus mempunyai rumah. Ingat motto kita sandang pangan dan papan. Sandang Pangan terpenuhi, maka Papan (rumah) pun harus pula terpenuhi.
Rumah
bukan Cuma untuk warga. Pompa air juga punya rumah. Sebab pompa tak boleh
kehujanan, basah. Jadi penting pompa ada rumahnya. Seperti definisi rumah,
yakni untuk melindungi penghuninya dari panasnya terik matahari dan basah di
musim penghujan, maka rumah pompa prinsipnya juga melindungi pompa dari basah
dan karat.
Rumah pompa mendapat perhatian akhir akhir ini, tepatnya pas masuk tahun 2020. Hari hari penuh kesibukan konsentrasi pompa. Sebab musim hujan kali ini tidak seperti biasa. Hujannya ternyata ekstrim. Dari laporan atau berita media tidak disebutkan apakah hujan itu masuk ekstrim kiri atau kanan. “hujan kali ini ekstrim, hujan yang terjadi setiap seratus tahun.” Sebagai tambahan dikatakan pula bahwa akibat hujan seratus tahunan, menyebabkan banjir ekstrim ini terjadi seribu tahunan. Demikian penjelasan petugas ronda giliran di pos ronda beberapa hari lalu.
Ronda di kampong saya ada siklusnya, maksudnya tidak setiap malam orangnya sama. Setiap minggu ada siklus. Di kampong kami istilahnya rotasi, bergiliran ronda. Jadi ada saatnya petugas ronda tidak ronda pada waktu tertentu. Istilahnya diistirahatkan.
Demikian pula pompa, ada giliran jaga ada giliran istirahat. Koordinator yang mengatur, dan mensepakati sampai menjadi roster yang ditempel di pintu, dinding, bahkan wc. Tidak ada excuse, saat mau BAB di pintu masuk terpapar jadwal, pun petugas bisa liat jadwal saat nongkrong buang hajat.
Untung saja pompa punya rumah, kalo tidak bakalan kehujanan dan basah, susah berfungsi. Sebagian rumah bukan Cuma kehujanan tapi juga kebanjiran, atau istilah kampong kami, ada genangan air. Air tergenang bukan karena system pembuangan air tidak berjalan dengan baik, melainkan harus antri. Seperti diketahui, dalam tata norma antri, tidak boleh saling mendahului. Kalau dibelakang, maka tidak boleh nyelak ke depan apapun alasannya. Kampong kami memang berhasil mendidik kebudayaan antri. Tidak main main, segala ciptaan yang kuasa harus antri. Air adalah ciptaan penguasa alam. Manusia tidak bisa menciptakan air, hanya sebatas api saja.
Untuk memastikan bahwa rumah pompa dipelihara dengan baik, maka secara siklus dilakukan audit, dicek atau pekerjaan pengecekan yang dilakukan secara rutin. Lagi lagi tidak disebutkan apakah rutin itu dilakukan tiap jam, hari, minggu atau bulan atau tahunan. Sepertinya tidak usahlah tau rinciannya. “Biarlah itu jadi tanggung jawab kami.” Kata koordinator ronda. “jika anda puas beritahu teman, jika anda kecewa beritahu kami” sebut koordinator yang kesukaan makan masakan Padang. Intinya rumah pompa ada pekerjaan pengecekan.
Bukan Cuma rumahnya yang dicek, petugas penjaganya juga dicek. Apakah terus hadir di rumah pompa, bagaimana system giliran jaga pompa, apakah cukup jumlah orangnya, apakah perlu ditambah, kalau soal dana, tidak perlu khawatir, banyak anggaran taktis, strategis. Anggaran bisa diambil dari sana sini. Kalau perlu anggaran pribadi bisa digelontorkan untuk memastikan system siklus ronda jaga rumah pompa berjalan dengan aman dan terkendali.
Maju kotanya bahagia pompanya. Motto Ini harus tetap dipertahankan bahkan terus dikembangkan antisipasi memenuhi tuntutan zaman. Lega rasanya hasil survey di sosmed katanya menunjukkan bahwa semakin kesini semakin indah kota semakin puas warga dan terjamin berfungsinya pompa.
Foto: Mohamad Setiawan
Pompa yang dirawat secara rutin, memastikan tidak berkarat, karet klep klep tidak bocor, tidak gembos saat dikayuh. Pompa yang setiap saat bisa dipakai baik musim hujan maupun kemarau.
Kode
"Saudara melanggar kode etik." Ini artinya yang bersangkutan melanggar azas nilai tata aturan perilaku. Ada sanksi yang diatur pada pasal pasal turunannya.
Beda dengan kode buntut, yang populer saat togel meraja lela di masyarakat, mungkin juga sampe sekarang masih ada, sebab istilah ini berhubungan erat dengan judi, dan judi, kata orang bijak, sama usianya dengan umur manusia.
Judi buntut, menebak dua angka paling belakang. Makanya disebut judi buntut. Bisa nebak, bandar bayar, salah nebak, bandar untung. Judi itu katanya untung untungan. Ya namanya juga judi. Kan ada istilahnya berjudi dengan hidup. Banyak yang menentang cara berpikir begini. Soal keberuntungan memang rahasia ilahi, tapi manusia kan harus berusaha, untung untungan tapi pake perhitungan. Gitu gampangnya.
Iya, judi itu untung untungan pake perhitungan. Makanya ada kode; kode angka, narasi, supaya jangan asal nebak nomor. Supaya manteb, harus ada second opinion. Baca tanda alam, peristiwa, tafsir mimpi, lalu dicocokan dengan kode, lalu diputuskan pasang nomor. Di sini berpadu, teori probabilitas dan paranormal. Itung itungan matematis plus kekuatan paranormal mempengaruhi angka, dan jampi jampi doa supaya keluar angka menurut maunya. Science, magic dan kepercayaan menjadi satu. Antropolog sudah banyak menuliskan tentang hal ini, pelopornya Malinowski yang menulis etnografi berlandaskan catatan lapangan di gugusan pulau di Trobriand di wilayah Pacific.
Tukar Guling
Darsono punya kebun mangga, macem macem jenis mangga. Mula mula hanya sepetak saja, tapi karena rajin, mangganya laku keras, lalu beli lahan kebun lain di tanam mangga dan juga buah buah lain, seperti rambutan, nangka, cempedak, duku, manggis, dan lainnya. Bisnisnya laku, anak buahnya banyak.
“mulainya memang berat, harus ngajarin anak buah cara tanam, pembibitan, pupuk, panen dan sekitarnya. Sekarang sudah pada pandai, jadi nggak usah disuruh, sudah tau apa yang mesti dilakukan.”
Darsono hanya duduk, itung omzet, pengawasan melekat, gajian, fasilitas lain supaya anak buah betah, selebihnya anak buahnya yang urus. Neraca perdagangannya meningkat dari tahun ke tahun, sampai dia disebut Raja Buah.
Di kampong sebelah ada Rohmat, juga punya kebon dengan buah yang sama dengan darsono. Hanya lahannya lebih kecil. Hasilnya juga lebih kecil disbanding darsono. Tahun ke tahun hasilnya makin kecil, pasar rohmat makin lama makin dikuasai darsono. Akses transportasi makin sulit bagi Rohmat.
Dua saingain itu susah damai, satu menyalahkan yang lain. Kekuatan darsono terlalu kuat, sementara Rohmat sulit menjalankan bisnis kebunnya. Sana sini sudah di blokir. Akhirnya ada jalan damai.
“Mat, daripada saingan terus menerus, bisa bisa kita sama sama nggak untung, gimana kalo kebon milikmu saya tuker dengan lahan saya, belum ekonomis tapi punya masa depan yang bagus." Begitu rayu Darsono.
"Lokasinya di utara kampong ini.” lanjut Darsono, sambil cerita potensi lahan itu. Kurang lebih seperti itu ajakan Darsono kepada Rohmat. Rohmat menawar, rada gengsi kalo langsung terima.
"boleh gak kalo saya dapet kebon buah yang sama, biar rada jauh juga nggak apa apa.” coba nego ke Darsono.
Jangan lah, percayalah, lahan yang di utara lebih luas dan lebih bagus, pinggir pantai, bisa bangun toko, ruko, transportnya juga gampang.” Kata Darsono.
“Okelah, bikin surat segel, perjanjian tukar guling.” setelah Rohmat tak ada pilihan lagi.
Rohmat setuju. Dalam hatinya, berucap iya ya siapa tau rejeki bukan bisnis di kebon tapi di toko, sambil harap harap cemas.
Persetujuan kesepakatan dibuat di kelurahan, ada saksi saksi yang juga tanda tangan. Rohmat meninggalkan kebonnya, lalu pergi ke Utara untuk mulai harapan baru.
Demikianlah cerita sederhana perbandingan tukar menukar saling menguntungkan antara perusahaan Belanda dan Inggeris di Banda Neira, Maluku Tengah di Timur Indonesia. Saat itu, dua perusahaan saling berebut menguasai kepulauan yang kaya akan rempah, khusunya Pala. Pertempuran, konflik yang membawa korban harta dan nyawa kedua belah pihak membawa mereka pada kesepakatan untuk damai dengan membuat perjanjian. Perjanjian adalah Inggeris menyerahkan pulau Run, salah satu pulau dalam gugusan kepulauan Banda Neira kepada Belanda. Sebagai gantinya Inggeris mendapat lahan milik Belanda di Manhattan yang sekarang menjadi bagian dari negara Amerika Serikat.
Gudeg-Kalimanggis
Rasa dan aroma bisa disamakan dengan Gudeg yang terkenal di kota Jogya. Lengkap, ada krecek, ayam, telor, persis seperti kalau bawa oleh oleh gudeg jogya. Bukan cuma itu, jajan pasar, klepon, lopis, wajik, bubur candil juga disajikan.
"banyak yang nanya, makanya skalian jualan aneka makanan dan jajan tradisional." kata bu Maryo sembari melayani pelanggan yang antri. Pelanggannya tinggal tunjuk, bu Mar ambil, masukan di daun, lalu bungkus. Ada yang membantu urusan bayar membayar.
"jual bakpia bu?"
"Nggak pak, repot nggak ada tenaga yang bantu."
"mas nya orang Sumatra senang gudeg?"
"bolak balik jogya bu, sekali kali pengen masakan jogya, kangen."
"jangan jangan suatu saat tempat ini dijuluki kampung gudeg"
"ah ya nggak lah mas"
"ini pake krecek dan telor ya" sambil menanya ke pembeli antrian terdepan.
Ibu Maryo mungkin gak nyadar, kan ada juga gudeg solo, gudeg semarang, pekalongan, wonogiri. Di Jogya juga ada gudeg Sleman, Bantul yang deket makam imogiri. Gudeg Gunung Kidul, gudeg Kulon Progo.
Di Jakarta ada gudeg cikajang, pejompongan. Siapa tau Gudeg Kalimanggis menjadi kesohor, didatangi pejabat, artis, selebritis. Namanya bisa disejajarkan oleh penjual gudeg pendahulunya yang sudah beken.Jadi penjual, pengusaha harus optimis dan kreatif. Pakem menunya adalah gudeg, ayam, krecek, telor, bisa dimodifikasi tidak melulu klasik, lalu optional sausnya santen, tahu dan tempe bacem, dan pastinya lombok (cabe) rawit. Nulis gini jadi laper.
Selamat Tahun Baru
Kapal Induk USS Bobby Fischer dan Kapal Selam Tenaga Nuklir Russia Boris Spassky lego Jangkar di luar Pelabuhan Tanjung Priok. Kapten dan awak kapal berdiri berbaris di geladak, dengan pengeras suara mengucapkan Selamat Tahun Baru pada warga DKI.
Dengan tatakrama internasional dua negara adidaya itu berpidato silih berganti. Agak sulit menerjemahkan kata demi kata, tapi intinya diakhir pidato minta maaf, seharusnya mereka tiba pas tanggal 1januari, tetapi karena masalah teknis baru tiba sekarang.
Dengan kapal kecil perwakilan dua negara itu sandar di pelabuhan. Ngobrol resmi dan tak resmi. Wartawan yang sejak beberapa jam menunggu, tak sabar mewawancarai mereka.
"Sir, kenapa telat, orang bule biasanya tepat waktu.?"
"Sebenernya kita udah nyampe dari semalem, tapi tiba tiba kitiran macet, kapal mogok"
Lalu, menurut cerita kapten kapal suruh periksa sana sini dari ruang ke ruang, ruang mesin, ruang nahkoda, aman, sampe keliatan lampu merah nyala kedap kedip di bagian kitiran diiringi bunyi det..det..det. kapten segera tahu masalahnya, kemudian beliau beritahu ke komandan pasukan, komandan perintahkan pasukan katak, satu kompi nyelem, benerin kitiran.
"Kalo anda masalahnya apa, kok juga telat, barengan lagi dengan kapal Induk?" tanya wartawan rada curiga, jangan jangan ada konspirasi.
Pake bahasa Russia, untungnya wartawan kita lahir gede di moscow, jadi ngerti bahasa Moscow kota dan kampung.
"problem ogut sokam jae, kitiran tiba tiba bampet, nggak biasanya sih." Katanya setelah dicek, dengan alat deteksi canggih, emang keliatan kitirannya belibet sesuatu yang macet, " lama juga benahin, komentar komandan pasukan katak, udah kayak benang kusut."
"tadinya kirain ada oktopus raksasa, ternyata bukan."
"jadi, sampe kitiran macet penyebabnya apaan?"
"Sampah Plastik" berbareng mereka menjawab.
Pompa
Sementara pak Jokowi meninjau pompa di Pluit, saat yang bersamaan saya meninjau pompa dragon yang lokasinya berada di pekarangan belakang rumah, dekat dapur di Kalimanggis.
Menurut berita, presiden kita ini mau memastikan pompa berjalan normal. Sementara saya mau memastikan pompa bekerja baik bila sewaktu waktu diperlukan.
Fungsi pompa pluit dan pompa Kalimanggis sama, memindahkan air dari satu tempat ke tempat lain. Pompa pluit digerakan tenaga listrik, pompa kalimanggis tenaga manusia. Seperti apa pompa sejenis kalimanggis, harus merefleksi sejenak pengalaman mengoperasionalkan pompa itu puluhan tahun silam.
Ceritanya demikian, kalau dulu di rumah bak mandi kosong, anak laki tugasnya isi air di bak mandi. Artinya jam yang ditentukan, sudah siap mengayuh pompa air, lalu air yang keluar dari pompa harus dipastikan mengalir ke bak mandi.
Sore jam tigaan sampe jam lima, agak susah main keluar rumah. Itu waktu isi bak mandi. Kalau ada temen yang manggil manggil ngajak keluar. Langsung bilang, teriak.
"nggak bisa, lagi ngompa, bak kosong."
Rumah di Jakarta zaman 60-70an pasti ada pompa, merek dragon. Terkenal banget, sampe sampe kalo mau beli pompa, bilangnga beli dragon. Semua tau, acuannya satu dan satu satunya. Pompa air. Alat ini pengganti "nimba" di sumur. Fungsinya sama, memindahkan air dari bawah ke atas. Sumur sudah nggak mungkin dibuat di rumah rumah tengah kota, makanya ganti pompa dragon itu. Sumur hanya ada di pinggiran Jakarta.
Orang Jakarta seminggu terakhir paling sering bicara soal pompa, bukan pompa dragon, tapi pompa yang bisa menyedot area tergenang lalu dipindahkan ke sungai. Semakin canggih pompanya semakin cepat surut tempat yang banjir. Dengan perhitungan derasnya air masuk seimbang dengan kekuatan sedot pompa. Begitu cara mikir yang sederhana.
"bukan itu soalnya, pompanya canggih, tapi gak dirawat. Pompa penuh sampahan, mampet gak bisa nyedot, atau kekuatan nyedotnya tidak maksimal. Kalau kejadiannya seperti itu, perlu waktu dibersihin pompa" begitu kata ahlinya. Jelas lah pekerjaan tukang pompa, menjelang musim hujan, mesti dicek untuk memastikan pompa bekerja dengan baik.
Pantas saja, para pejabat bolak balik bicara, "pompa aman, semua titik rawan banjir sudah disediakan pompa yang bekerja dengan baik." Pernyatan ini untuk meyakinkan ke warga supaya jangan panic. Air datang langsung dibuang ke saluran yang tersedia. Demikian kira kira gambarannya.
Baru saja berita televisi menyatakan pompa aman, underpass cawang banjir, kendaraan dari jakarta arah bogor tak bisa lewat, sebab sedang dalam pengerjaan penyedotan. Nggak tau apakah pompanya yang tak bekerja baik atau saluran pembuangannya mampet. Alhasil semua kendaraan dialihkan ke jatinegara, putar balik, naik tol dalam kota ambil arah jagorawi, pastinya padat dan macet penuh kendaraan, tapi aman, petugas jalan raya bekerja mengatur lalu lintas. Dalam waktu cepat sudah di jagorawi di arah yang benar.
Menurut pengamatan pompa Kalimanggis- dragon di rumah sudah karatan, diayun atas ke bawah, lalu balik bunyinya kriyek....kriyekk, seperti tongkat pengayuhnya mau patah. Beberapa komponen mesti diganti. Ini yang dikhawatirkan, saat dibutuhkan tak mampu bekerja sempurna. Bisa berakibat meluas, tak ada air buat MCK, kalau sudah begitu, perlu juga ember bersih. Ember yang ada sudah dipake untuk adukan semen. Apa masih ada yang jual pompa jenis ini? Takutnya pas mati listrik, suka gak suka mesti "ngompa." jinjing air diember isi bak, sediakan ember di samping wc. Mungkin juga perlu peralatan lain yang tak terpikirkan. Yang pasti ritme jadi berbeda. Semoga tak terjadi kekhawatiran saya, semua tetap aman terkendali.
Sate Kere
Sate dan Kere dua kata yang terpisah. Masing masing mengandung makna. Sate, potongan kecil daging sapi atau ayam ditusukan ke sebatang bambu sebesar lidi, lalu dibakar panggang di bara api. Kere maknanya lain lagi. Mengacu pada golongan miskin, bahkan miskin banget. Dua kata itu disatukan dimaknai menjadi makanan (sate) untuk golongan miskin.
Barangkali karena bahan atau dagingnya berkualitas rendah dan menjadi murah harganya, bisa dijangkau oleh kalangan bawah.
"Itu bukan daging" kata kawan saya yang sering nongkrong sepanjang Malioboro.
"Itu oyot dan gajih" katanya melengkapi keterangan soal daging sate. Gajih maksudnya adalah lemak. Jadi bukan beneran daging. Barangkali orang Jakarta menyebutnya tetelan.
Apakah sate kere hanya dikonsumsi golongan kere? Nggak juga. Kata kawanku, rombongan turis sekeluar dari pasar Bringharjo menyerbu sate ini. Entah karena kelaperan berlama lama di dalam pasar, entah memang ramuannya, membuat aroma wangi sate menyebar kemana mana mengundang selera.
Memang cocok jualan sate di pelataran depan pasar itu. Sepertinya penjual punya instink, di tempat itu sangat strategis berjualan. Penjualnya perempuan, ibu, duduk di dinklik, menghadap bakaran bara arang, mengipasi, sampai sate siap makan.
Katanya ada sate jenis lain, namanya sate Plero. Belum pernah coba, hanya diberitahu lagi lagi oleh kawan saya yang sering mondar mandir motrwt di trotoar Malioboro. Apakah di Malioboro tersedia, sate deriji, khasnya tusuk satenya dari jari jari roda sepeda. Khas banget yogyakarta.
Trotoar jadi tempat berjualan bukan cuma sate, ada aneka makanan siap saji khas Jawa. Gudeg Krecek, pecel, telor, tahu tempe yang dibacem alias warnanya coklat tua. Minuman wedhang ronde, es dawet, kopi teh di gerobak angkringan. Penjualnya menggerombol depan gerbang pasar Bringharjo yang menyediakan perangkat pakaian, kain blankon, surjan, beskap, aksesoris, barang antik tradisional, jamu, akar dan daun herbal pun tersedia, dari kelas mahal sampai murah. Pasar "one stop shopping" yang terkenal sejak zaman dahulu kala.
Foto: Mohamad Setiawan
Sampah Plastik
Sampah lagi lagi jadi bahasan di kampung saya. Soal ini mula mula diinisiasi oleh Armen, di pos ronda. Dua tiga malam lalu, dia marah dengan tetangga yang tinggal di bagian atas. Katanya rumah rumah bagian atas buang sampah di got.
“Sampah dibuang ke got, bikin banjir rumah yang di bawah."
"Kalo cuman sampah daun sih masih gampang, diserok angkat ke atas taro di pekarangan bisa jadi pupuk”
“Ini yang banyak sampah plastik. Gak ancur, gak bisa jadi pupuk.”
Sampah plastik dari tetangga Armen di bagian atas dianggap jadi sumber mampetnya got depan rumah Armen. Karena Tiap hujan rumah armen yang berada lebih rendah dari permukaan got depan rumahnya jadi kena banjir. Bukan cuma rumah, bangunan serba guna punya masjid juga tergenang. Tiap musim hujan ada pekerjaan ekstra, serokin sampah di got. Sampai dia geram.
Armen mengusulkan ada pertemuan lingkungan RT dan RW. Melalui media sosial minta ke ketua RT membuat rapat bahas soal sampah.
“Soal sampah dan banjir sudah berkali kali rapat. Tahap berikutnya yang susah. Tahap perilaku buang sampah sembarangan yang tak berubah sejak dulu”
Berulang kali Pak RT di WA mengingatkan jangan buang sampah sembarang, apalagi sengaja ke got. Menggerakan, mobilisasi kerja bakti warga, setiap dua minggu sekali, bisa jadi sia sia.
“Hanya sehari dua hari bersih, lalu got kembali berisi sampah plastik.”
Selama perilaku tak berubah, susah mengharapkan got tak mampet yang bikin genangan air makin meluas. Apalagi berharap tak banjir di rumah rumah bagian bawah. Benar kata Pak RW, mentalitas mau enak sendiri masih jadi karakter warganya.
“warga kita masih jauh punya rasa tanggungjawab sosial. Bagi orang orang seperti itu, asalkan sampahnya tidak di depan rumahnya berarti aman.” Harus ada revolusi mental,lagi lagi kata pak RW yang sudah beberapa kali mendapat kursus karakter bangsa.
Pendadaran revolusi mental di jajaran pejabat dari lingkungan terendah di Kelurahan masih nggak mempan mengatasi soal sampah. Ada rencana dari kelurahan menyediakan bak sampah dan pengangkutannya, setelah pelebaran got dan menutup atasnya dengan beton agar tak masuk sampah. Kabar gembira ada fasilitas yang lama ditunggu.
Optimis rencana kelurahan itu bakalan menjadi kenyataan. Fasilitas tambahan untuk problem sampah menemukan titik terang. Hanya diingatkan oleh Pak RW, fasilitas itu hanya pendukung, yang utama adalah sikap perilaku warganya.
Soal sampah bukan monopoli kampung kami, di kampung sebelah yang kompleks perumahan juga resah dengan banyak sampah plastik. Yang mereka tahu tukang sayur keliling kompleks itu banyak memakai plastik, jadi bak sampah setiap rumah di kompleks itu jadi penuh sampah plastik.
“Ngeri begitu banyaknya kami konsumsi plastik, untuk bungkus ini itu. Tanpa kami sadari.” Pengakuan ibu pekerja, yang mengandalkan manajemen rumahtangga ke pembantu yang dipercaya.
Menurut si ibu itu, pengurus RT sudah melarang tukang sayur membungkus sayur, ayam, ikan dengan plastik. Konsumen diharuskan menyediakan tas belanja supaya tukang sayur langsung masukan belanjaan ke tas itu.
“Ada yang patuh, lebih banyak yang belum. Majikan seolah gak punya waktu mengajari pembantunya jangan konsumsi plastik berlebihan.”
Problem sampah plastik yang utama adalah sikap dan perilaku. Kalau majikan masa bodoh, jangan harap pembantu akan patuh mengurangi konsumsi plastik.
“Setiap minggu supermarket masih menyediakan plastik kresek untuk belanjaan. Ini karena konsumennya tidak bawa tas belanja. Kadang pelayan menawarkan pakai kardus, dan tak semua orang ditawari, hanya pada orang yang biasa minta kardus.”
Konsumen, pelayan supermarket punya tanggungjawab yang sama soal penggunaan tas plastik,kata seorang fasilitator kelurahan.
Di Bali, semua supermarket tidak menyediakan tas plastik. Kalau tak bawa tas, diwajibkan membeli tas kain. Ini mesti ditiru, sebab dengan cara ini perilaku sedikit demi sedikit bisa berubah. Berkali kali diberitahu bahwa tumpukan sampah plastik potensi menyumbat got. Bisa dibayangkan sumbatan itu membuat air mengalir ke bukan salurannya, apalagi di musim hujan yang ekstrim.
Empat kali pertemuan lingkungan tempat beribadah membahas soal sampah plastik. Mulai dengan mengutip ayat pada Kitab Suci yang intinya kewajiban manusia memelihara, merawat, menjaga lingkungan yang telah diberi Tuhan kepada umatnya. Dari konsep yang abstrak itu salah satunya menjadi jangan buang sampah sembarangan.
Seorang ibu peserta pertemuan membantu pemulung mengumpulkam sampah di lingkungan perumahannya. Pemulung disuruh memisahkan sampah yang masih bisa didaur ulang dan yang beneran sampah. Dia juga mengumpulkan sampah eletronik, batere, disuruh pemulung mengumpulkan dibeli, lalu dikirim ke salah satu lapak elektronik.
“Daripada saya nganggur di rumah, ya mending bantu yang bermanfaat bagi orang banyak.” Sudah lebih lima tahun kegiatan dilakukan. Katanya, apa yang dilakukan hanya memberi efek palingan satu lingkungan RT. Ia optimis, biar lingkup kegiatannya hanya satu rt, kalau lingkungan lain juga melakukan hal yang sama, efeknya akan berlipat lipat.
"walaupun warga rt tak seluruhnya patuh, saya tetap berusaha dan berdoa." katanya perjalanan program sampah masih membutuhkan waktu dan semangat. Dari tempat sampah dapur, dikumpul di tempat sampah depan rumah, diangkut truk sampah, lenyap dari pandangan, tapi belum tentu menyelesaikan soal sampah, semoga saja setelah itu tidak menciptakan masalah di tempat lain. Lebih baik mengikuti semangat dan sikap ibu itu yang optimis.
"Harus mulai menapaki, tanpa itu mana mungkin mencapai perjalanan yang masih panjang." Kata Ibu itu mengikuti semangat filsuf Cina Lao Tzu.
Becak Malioboro
Istirahat sebentar monitor banjir Jabodetabek. Mau kirim cerita dari jogyakarta, soal Malioboro yang tidak pernah kering cerita. Kali ini mengenai tukang becak yang lalu lalang, ngetem, istirahat di becak, tidur, sekedar leyeh leyeh, menawarkan tur keliling malioboro, keraton, pusat perbelanjaan, oleh oleh, dst. Persis seperti Foto seri tukang becak oleh Mohamad Setiawan plus keterangan di bawahnya "Becak sebagai alat sarana mencari uang sekaligus tempat tidur, tanpa perlu menyewa kamar lagi. Becak menjadi bagian hidupnya sehari hari, menyatu dengan diri."
Cerita tempat makan yang enak, terkenal, yang mahal murah dan sedang menjadi bagian dari cerita pak Cip yang menjadi temen ngobrol.
"Pak nggak narik becak lagi?"
"Sudah narik dari pagi, sudah cukup, sekarang istirahat dulu, nanti sore sampe malem mulai lagi" Katanya.
" Kalau mau cari makan, tinggal kasih tau makan apa, mau yang mahal atau murah, nanti saya antar." Kata pak Cip menawarkan becaknya.
Biasanya pak cip mengantar turis keliling sekitar malioboro, keraton, belanja kaos, pasar bringharjo, bahkan sampai ke daerah utara, jalan Solo, kampus UGM dan sekitarnya. Mau wisata kuliner juga oke.
"Sekarang sudah nggak banyak lagi orang naik becak. Mereka pilih naik gojek. Lebih cepat." Becak makin lama makin terdesak setelah menjamurnya gojek di kota Jogyakarta. Sepertinya belum ada aturan yang membatasi wilayah operasi gojek di malioboro. Entah mungkin ada mungkin juga tidak. Yang jelas selain gojek dan becak, juga ada andong yang fungsinya relatif sama.
Becak jadi salah satu komponen pendukung penuh industri pariwisata kota ini. Dia jadi pemandu turis yang handal. Bisa jadi mereka mendapat pelatihan soal promosi turis. Ini dugaan saja. Kabarnya tukang becak yang bisa membawa wisatawan ke salah satu pusat belanja oleh oleh, warung restoran, atau tempat wisata lainnya mendapat kompensasi uang dari pedagangnya.
"Mas kalau mau cari gudeg yang nggak terlalu manis, bisa saya antar." Katanya serius sambil senyum. Memang keluhan orang luar Jogya soal gudeg karena rasanya manis, terlalu manis buat makanan.
"Atau mau cari gudeg atau Brongkos, sate kambing, tongseng, atau makanan murah lainnya. Saya tau tempatnya. Ayok saya antar." Lanjut menjelaskan. " Saya hanya menggeleng kepala saja. "Saya lebih senang jalan kaki sepanjang malioboro, dan masuk masuk gang, sambil ngobrol siapa saja yang mau diajak ngobrol.
Sulit membayangkan mengenal Jogya tanpa becak dan pengendaranya. Seolah mereka hadir untuk mengenalkan kota ini dengan lebih dalam. Sebab mereka bukan saja mengayuh becak atau mengemudi becak motor, tapi membawa wisatawan lebih mengenal jogya melalui informasi tatap muka. Sulit juga membayangkan tanpa penjual, pedagang kakilima, warung, restoran, pengamen, hotel, homestay, bahkan mahasiswa sukarela menjelaskan soal wisata. Jangan jangan memang semua yang ada di malioboro punya kemampuan mengenalkan jogya lebih dalam. Gaya hidup orang orang di Malioboro seperti terpusat pada industri wisata. Namanya industri, maka orang orang di situ sekaligus mengambil maanfaat kehadiran wisata.
Setiap bulan, malioboro steril dari kendaraan bermotor, kata pak Cip. Katanya Ada karnaval sepanjang jalan itu dari pagi sampai malam. Berbagai kesenian tumpah ruah di sana, kesempatan pula bagi tukang becak memanfaatkan momen itu.
Kadang pengen duduk di situ, lihat penjaja menjalankan kapal klotok di ember berisi air. Anak anak duduk dekat ember, mengeliling sambil tanya tanya pak penjual itu. Ya, di teras pasar PD Pasar Jaya, tak jauh dari rumah. Mainan kapal klotok otok otok, kapal digerakan dengan minyak kelapa/goreng diberi sumbu ujungnya sulut api, bunyinya ya seperti namanya, kolotok otok otok.
Masa lalu ini salah satu mainan favorite. Sediakan ember lebar isi air lalu taro kapal itu. Dia akan jalan mengelilingi ember. Goyangkan air seolah ombak, makin seru. Kapal akan tergoncang seolah kena ombak dari depan, belakang dan samping.
Yang paling nikmat dari permainan ini adalah duduk atau jongkok bahkan tiduran menempatkan pandangan sejajar dengan tinggi air. Lalu berkhayal menjadi kapten kapal. Sendiri, ngomong sendiri, cerita kesibukan di kapal. Imajinasi, berkhayal membuat permainan, mainan jadi seru.
Pekuncen
Foto foto dari mas Mohamad Setiawan
Kawan saya mengupload foto foto ziarah ritual. Foto foto berseri yang menggambarkan suatu cerita yang menampilkan orang orang berseragam gelap, menempuh perjalanan panjang, tua-muda, lelaki dan perempuan. Foto foto itu menarik minat saya untuk membaca tulisan yang bersumber dari wikipedia yang juga diupload bersamaan dengan foto-foto karya kawan saya itu.
Ceritanya demikian, ada satu peristiwa yang dikenal dengan nama Perlon Unggahan yaitu suatu bentuk ritual sebelum Ramadan, dilaksanakan warga desa Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Barangkali kisahnya jauh lebih kompleks dari tulisan ini. Saya membayangkan ada ritual persiapan, ada pemimpinnya, ada benda benda yang dipakai dalam ritual, ada waktu waktu yang harus dikerjakan orang tertentu atau secara bersamaan, kapan, di mana dan seterusnya. Semua itu mengandung simbol yang bermakna sakral.
Tulisan itu menyebut Pekuncen, saya tak tau apakah istilah ini sama artinya dengan kucen. Kuncen yang saya pahami bukan sekedar jabatan juru kunci atau orang atau pihak yang menjaga dan memelihara makam, melainkan juga orang atau sejumlah orang yang dianggap mengetahui seluk beluk riwayat tempat keramat yang dijaganya. Apakah seluruh warga adalah pekuncen, atau kalau ditelusuri bisa jadi ada stratanya, dari pekuncen biasa sampai pekuncen teratas, yang menjadi tokoh sentral dalam prosesi ritual.
Ritual ziarah ke makam Bonokeling dengan prosesi menjinjing 'Ambeng' dengan kaki telanjang. Berdoa kusyuk pada enam Kasepuhan yakni Kyai Mejasari, Kyai Padawirja, Kyai Wiryatpada, Kyai Padawitama, Kyai Wangsapada dan Kyai Naya Leksana. Para Kyai yang dianggap leluhur warga desa itu, leluhur yang disucikan yang diyakini menjaga identitas dan solidaritas keturunannya. Ada identitas yang ditunjukkan melalui simbol simbol ziarah, doa, pakaian, kaki telanjang. Entah apakah ada semacam kyai siapa yang lebih dahulu diziarahi atau didoakan. Yang pasti, para sesepuh kuncen yang mengatur tatacara itu.
Lepas ritual lalu makan bersama warga sekitar. Tak sembarang makanan. Ada syaratnya, Harus ada nasi bungkus, serundeng sapi dan sayur becek (berkuah) disajikan lelaki dewasa, sesuai jumlah sapi yang disembelih. Membawa makanan bersama, makan bersama adalah ekspresi penting sebagai ikatan solidaritas, ikatan seketurunan. Sah, legitimate menjadi warga yang menjunjung kesakralan leluhurnya. Peristiwa yang dilakukan secara rutin tahunan menjelang ramadhan memperkuat, mengingatkan terus menerus jati diri atau siapa sesungguhnya warga di situ.
Peristiwa Bonokeling adalah salah satu dari sistem keyakinan-kepercayaan lokal. Umatnya adalah satu kerabat berdasarkan keturunan dan perkawinan, barangkali juga ikatan kampung kampung di sekitar situ. Kepercayaan yang abstrak jadi nampak konkrit dalam ritual yang untuk menunjukkan terima kasih manusia, warga desa Pekuncen yang lemah serba terbatas, dengan alam lingkungan yang memberi hidup turun temurun. Akhirnya ritual itu adalah bentuk sikap hormat warga di situ kepada sang pencipta.
Mekare Kare
Mekare Kare alias tradisi perang pandan adalah atraksi puncak usaba sambah, upacara tahunan utama masyarakat desa adat tenganan Karang Asem. Perang pandan ini dilaksanakan oleh para Truna atau Taruna atau Pemuda dengan senjata seikat daun pandan berduri dalam genggaman tangan kanan dan tameng diselipkan dilengan kiri sebagai alat pelindung diri terbuat dari anyanan ata (sejenis rotan).
Upacara Mekare-kare ini diiringi dengan music khas Tenganan Pegringsingan yaitu Selonding atau musik gamelan.
"Musik dengan alat logam yang mistis beda dengan Bali umumnya." Kata salah seorang warga Tenganan. Terus terang saya sulit membedakan selonding dengan musik gamelan Bali umumnya. Hanya anggukan terus menerus seolah paham, padahal bingung.
Pemandu yang juga warga situ menjelaskan bahwa dalam duel satu lawan satu petarung saling sering dan berusaha melukai lawan dengan senjata ikatan potongan daun pandan yang berduri tajam, luka dan darah menetes dari ppunggung yang luka akibat goresan pandan berduri. Mereka yang banyak tergores jelas kalah. Beberapa kali pemandu itu harus berhenti menjelaskan tentang perang pandan karena sibuk mengurus kepanitian upacara setahun sekali.
Acara perang pandan para teruna (pemuda) akhirnya mulai, setelah terlambat satu jam. Duel dilakukan di panggung setinggi satu meteran agar semua penonton, terutama di bagian belakag dapat melihat. Acara mulai dengan pidato, kemudian orangtua2 (atau para senior membagikan ramuan diwadahi daun pisang ke setiap lelaki di situ kemudian acara dimulai, ditampilkan dua laki-laki satu dari sisi selatan dan yang lain dari sisi utara, terus menerus berlaga kira2 5 menit, berurutan. Terus menerus berlaga sampai sore hari.
Laga antarteruna diakhiri, setahu saya tidak ada pengumuman pemenang. Mungkin karena tidak tahu makna dari duel itu kecuali dianggap perwujudan nilai ksatria, kejujuran, dan keberanian. Selesai duel itu, punggung para teruna yang ikutan duel, penuh goresan dan titik rembesan darah. Tapi tidak satupun kelihatan mereka kesakitan, tetapi justru mempertontonkan punggungnya yang penuh guratan ke penonton.
Rasa rasamya tak ada tradisi seperti duel, di Bali umumnya. Mungkin justru beda itu bikin turis berbondong penasaran datang ke Tenganan.
Terima kasih kepada mbak Wieke Dwiharti
Mulyawan Karim, yang mengajak jalan jalan bersama antropolog Tjunggozali Joehana, Anggraito Sumrahadi, Gigin Praginanto ke Bali Age beberapa tahun silam.
30 December 2019
10:31
Preman Tua
Rambut cepak, kacamata item, sepatu jenggel, kaos tshirt item rada melar, satu nomor di bawah ukuran badan, biar ketat, dan keliatan bodynya celana jins model baru, ngerucut ujung rada dilipet biar sepatu muat.
Robin, jagoan tua, pengalaman puluhan tahun bagian keamanan. Masa muda ikut jadi keamanan Kalijodo, lalu pindah. Pindah bukan karena daerah itu disulap Ahok jadi Taman hiburan. Jauh sebelum itu, sekitar tahun 70an awal. Dia pindah jadi keamanan tempat hiburan daerah Mangga Besar, lalu beralih jadi satpam setelah tempat hiburan itu dibongkar jadi kantor. Kerjanya tetap sama yakni keamanan. "Sekali keamanan tetap keamanan." Katanya sambil tertawa.
Walau tua, gaya berpakaian tak pernah berubah. hanya gaya rambut berubah,masa muda gondrong, masa tua cepak. Kaos rapih, masuk celana sehingga gesper keliatan. Memang gesper itu yang dipamerkan. Katanya gesper punya sejarah. Barang itu dikasih bos nya dari Singapore. Di kepala gesper ada tulisan love dengan huruf yang kata Robin, zaman tahun 70an gak ada yang menyamai.
Nama sebenarnya Sobirin, tapi sudah keburu dikenal Robin, ya jadi keterusan dipanggil Robin.
"bagus juga nama robin, temennya Betmen" begitu saja komentar ketika ditanya soal nama.
Kalau soal asal usul agak misterius, ada yang bilang dia orang Cirebon, ada yang bilang dia orang Garut, Tasik, Banten. Tak ada yang cari tahu siapa dia sesungguhnya. Tak ada yang peduli asal usulnya dan identitas lainnya, Temen temennya setuju, dia orang gaul, enak ngobrol, hangat, seimbang antara bicara dan mendengar. Tapi kata kawan akhir akhir ini dia lebih banyak mendengar, mungkin karena usianya yang pertengahan enampuluhan.
Kalau belum kenal pasti menganggap dia serem bengis, apalagi kalau kenalan sewaktu muda, ada bekas codet panjang di bawah cambang, bikin serem. Sekarang, wajahnya sudah tertutup kerutan dahi, keriput di leher, jalan agak membungkuk, pagi siang sore malam beredar di sekitaran Sawah Besar.
29 December 2019
07:21
Kober
Seingat saya, dulu di daerah jalan Prapanca ada nama gang Kober. Gang sempit bersebelahan dengan Tempat Pemakaman Umum Blok P. Di situ ada tempat hiburan malam, ada psk, ramai setiap malam, kecuali malam jumat tutup, hanya kegiatan "nebar" sesajen. Kabarnya setelah dirazia, psk tidak lagi berada di sana, kemudian digantikan dengan waria. Apakah masih ada gang kober, psk atau waria di situ, entahlah, boleh jadi sudah digusur.
Kober artinya adalah tempat pemakaman atau bahasa sehari harinya kuburan. Tempat pemakaman di prapanca sudah dibongkar, sudah berubah fungsi menjadi kantor Walikota Jakarta Selatan. Tempat ini menyisakan cerita seram, angker misterius. Sewaktu ada kasus mobil yang terjun bebas di parkiran, cerita itu dikaitkan dengan kisah angkernya tempat ini.
"malam tertentu, masih tercium bau kembang,ada penampakan makhluk halus" kata penjaga parkir perkantoran. Tentu saja sulit percaya dengan informasi seperti itu, sebab pemakaman itu sudah lama sekali dibongkar dan tidak ada lagi penguburan di situ. Namun cerita soal kuburan atau kober selalu seram mistis yang membuat bulu kuduk berdiri.
Di pemakaman petamburan, saat ziarah Sabtu kemarin, ada anak anak di situ sedang latihan pencak silat. Mungkin karena nggak ada tempat lain sehingga tempat pemakaman menjadi pilihan latihan anak gang kober. Latihan pencak silat dari anak anak sampai muda mudi. Anak anak pagi hari, muda mudi malam hari. Hanya sekali seminggu.
"masih saja orang takut kalo disuruh berlatih sendiri malam hari, padahal tak sendiri karena ada senior yang mengawasi dari jauh." Kata salah satu pelatih senior.
Masuk akal atau tidak, kuburan, menjadi tempat yang menakutkan. Saking menakutkan, menimbulkan hawa seram, menjadi inspirasi seorang mpu ahli buat keris dengan nama setan kuburan.
Konon keris itu dipakai dan dijadikan senjata andalan Adipati Jipang. Keris dengan julukan Brongot Setan Kober, punya sifat seram dan menebar hawa panas, membuat pemakainya mudah marah, sekaligus membuat lawan ketakutan sebelum bertarung.
Konon menurut cerita sejak kekalahan perang tanding Aryo Jipang lawan Danang Sutawijaya, keris Brongot Setan Kober lenyap tak tentu rimbanya. Ada yang bilang pusaka itu dihancurkan karena dianggap membawa hawa panas dan amarah penggunanya, seperti halnya Aryo Jipang yang terkenal pemarah.
Sayang sekali kalau keris itu dilenyapkan. Semoga berita itu tak benar, semoga keris masih tersimpan dalam koleksi istana Mataram di Surakarta atau Jogyakarta bersama keris pusaka Nagasasra, Sabuk Inten, Sengkelat, yang legendaris. Keris bukan sekedar pajangan, tetapi sebagai penjaga kekuatan spiritual raja dan kerajaan.
Kisah kober, seperti juga tempat, benda keramat, makhluk halus, dunia roh, yang semuanya dipercaya hanya dirasakan melalui kekuatan bathin. Sebagai bagian dari cerita rakyat, dunia gaib dan nyata menjadi bagian dari dongeng inspiratif yang terus menerus terpelihara dalam tradisi kebudayaan di Indonesia.
Rubicon
Bupati Karanganyar beli Rubicon 1,9m dari dana apbd. Apa yang dipikir oleh bupati kok sampe memutuskan beli? Kata Bupati, dia sudah melakukan kebijakan efisien selama ini.
"kalau bukan hal penting saya tidak akan menyetujui pengeluaran dana (apbd)" demikian yang dikatakan bupati.
Ini artinya bahwa mobil merek rubicon itu amat penting. Sebab dengan harga dalam kategori mewah saja dia tetap membeli.
Apa pentingnya mobil rubicon? Alasannya mobil itu untuk digunakan medan terjal, atau bahasa otomotifnya, off road.
" kalau naik gunung kemana mana sesuai,tepat, bagus itu," demikian kata Bupati Juliyatmono.
Mungkin maksud bupati dengan kata efisien sebab mobil baru, mesin matik, beli di dealer, tidak membutuhkan perawatan khusus. "Nanti kita coba di Waduk Jlantah, Jatiyoso, di Segorogunung." Tambahan penjelasan Bupati seolah janji akan keliling meninjau wilayah yang terjal.
Dari sisi warga yang beberapa diwawancarai, perihal arti pentingnya Rubicon. Mobil kelas mewah tidak penting, apalagi memakai uang apbd, yang artinya uang rakyat. Bupati dinilai tidak punya empati terhadap kondisi warganya yang masih ada (entah banyak atau sedikit tak tahu) yang miskin. Miskin dengan mengacu pada kualitas fisik rumah warganya yang berdinding bilik dan beralas tanah.
Sepertinya belum ketemu atau sependapat antara Bupati dan rakyatnya soal pentingnya beli mobil wrangler Rubicon. Bagaimana gubernur? bagaimana Menteri Dalam Negeri? Kalau DPRD tentunya sudah menyetujui sebab sudah ada mata anggarannya di apbd, bahkan kabarnya sudah dianggarkan 2,1m.
Membayangkan pak Bupati kunjungan ke medan terjal, perbukitan, pegunungan, mobil terlonjak lonjak akibat jalan tak rata, berlubang, duduk tak nyaman. Supaya hilang penat sambil nyanyi lagu masa kecil
Naik naik kepuncak gunung
Tinggi tinggi sekali
Kiri - kanan kulihat saja
banyak pohon cemara
Kiri - kanan kulihat saja
banyak pohon cemara
Natal bersama Kawan
Natalan, kumpul di rumah, seperti tahun sebelumnya. Menu rawon dengan telor asin, sambel terasi, bawang goreng. Rawon gaya Surabaya-Mojokerto. Hitam pekat dengan potongan daging bentuk dadu yang sudah menghitam berendam semalam di kuah daging, campuran kluwek.
Somay, kentang, tahu dan pare satu paket di dandang kukus di atas kompor mini, membuat makanan itu selalu hangat. Ayam bakar, spagheti.
Pelepas dahaga menjelang gerhana matahari tersedia di meja minuman ringan berupa christmas squash alias kelapa, sari lidah buaya, nutrijel, diguyur sunquick dan sprite.
Pukul duabelas pas, sudah sampai di Pringgodani, mereka konco lawas, pernah satu masa bersama di bangku kuliah, di taman kampus, teater, di tempat tongkrongan anak muda mahasiswa tahun 70an.
Nongkrong, diskusi, dan bernyanyi seperti satu paket. Diskusi dulu lalu menyanyi, atau menyanyi dulu baru diskusi. Semangat merdeka berpikir bebas, textbook, dan juga teks lirik lagu jadi hapalan dan mendalami maknanya.
Setelah lebih dari empat puluhtahun kami masih tetap berusaha ngumpul. Semakin bertambah usia, semakin niat menggebu ngumpul bareng teman sebaya. Seperti yang terjadi hari ini, duduk mengelilingi meja dan mendengar ahli Papua berargumen
,seru dan rasanya lama sekali nggak mencium aroma diskusi. Diskusi yang membela manusia terjejas. Rindu.
"Sadarkah cara hidupmu
Yang hanya menelan korban yang lain Bintang jatuh hari kiamat
Pengadilan yang penghabisan"
(Black Brothers)
Ritual Natal
Malam natal malam yang spesial. Yang datang jauh lebih banyak dari misa kudus setiap minggu. Ada hal yang dianggap penting untuk selalu hadir pada peristiwa penting ini. Memperingati kelahiran Jesus Kristus yang dalam kisah lahir di kandang, dibungkus kain lampin atau semacam popok bayi, dibebat di tubuh menjaga agar anak baru lahir itu hangat. Lalu dibaringkan di palungan kayu berlekuk biasanya untuk tempat makanan atau minuman ternak.
Dalam misa malam tadi, suasana di kandang itu diperingati dengan berdoa sambil membayangkam peristiwa kelahiran di suatu tempat yang tak lazim. Perwakilan umat mendekat kandang, anak anak, remaja, dewasa, orang tua, laki, perempuan, bapak ibu, oma opa, menyampaikan doa natal, berucap terima kasih dan harapan permohonan hari hari ke depan.
Natal adalah peristiwa sakral dengan tahap prosesi ritual di rumah ibadah atau gereja. Peristiwa yang selalu diperingati setiap tahun. Natal juga suatu peristiwa solidaritas, menjadi momen berkumpul bagi kerabat, sahabat dan handai taulan merayakan Natal dengan semangat sukacita. Natal sesungguhnya menjadi milik semua orang.
Selamat Hari Natal 2019
Natal di Rumah
Pasang pohon natal sudah lama, sudah lebih dari dua minggu yang lalu. Pohon natal sudah dihias, pernak pernik aksesoris satu paket dengan lampu terpasang dengan sempurna. Uji coba sudah dilakukan, yakni pasang lampu kedap kedipnya. Hampr sempurna. Seluruh lampu dinyatakan lulus, kecuali satu arus yang entah kenapa tak menyala. Tak mengapa, hanya beberapa lampu saja yang mati, tidak mengurangi keindahan pohon natal dengan lampu kelap kelip.
Selain di pohon natal ada hiasan lain, ada kertas mengkilat warna warni berbentuk seperti rantai disampirkan di setiap kusen pintu. Hiasan kertas warna warni juga ditempatkan di teras depan dan belakang. Hanya kali ini tidak ada lampu hias. Tahun ini banyak lampu hias yang tak menyala. Jadi teras depan dan belakang tak lagi dihiasi lampu kelap kelip.
Hari ini, batas akhir untuk segala perhiasan pohon natal dan segala yang berkait dengan kemeriahan hiasan berikut lampunya. Untung pekerjaan hias menghias akhirnya selesai. Beberapa hiasan sempat berantakan karena hembusan angin kencang yang datang mendadak. Hanya dalam beberapa waktu, hiasan sudah diperbaiki. Antisipasi angin kencang lagi, pemasangan dibuat dengan lebih kuat.
Pohon natal selesai, dengan hiasan beraneka dan lampu warna warni kelap kelip indah dipandang mata. Pasang pohon natal setahun sekali untuk menyambut kelahiran Sang Juru Selamat Dunia.
PKL
Standar minimal Pedagang Kaki Lima musti punya gerobak dorong-tarik. Apalagi di daerah pusat kegiatan dagang. Ini penting sebagai antisipasi adanya sidak satpol pp, yang datang pergi sulit diprediksi. Karena pengalaman diciduk, dirazia di "aman" kan PKL makin lama makin handal dalam hal antisipasi razia.
Pasang mata dan telinga, sambil terus ramah dengan pembeli. Katanya berita pembersihan tak selalu menjadi kenyataan. Apalagi kalo beritanya dari orang yang tak dikenal, huh tak digubris. Mana ada pedagang yang off gara gara berita hoaks. Kalau soal satpol pp yang bolak balik lewat, sudah biasa. Mereka itu hanya lewat, tidak melakukan razia.
"ada waktu tertentu merazia PKL. "
"Saya nggak tahu kapan waktunya, dan semua juga gak ada yang tau kapan pastinya."
"hanya berita mulut ke mulut dan wa, berita dengan segera tersebar."
Cepat pula antisipasi, seperti terjadi beberapa saat lalu, "di depan bank itu sudah ada dagangan yang diangkut truk bak terbuka", lalu sekejap saja para PKL mendorong atau menarik gerobaknya, menjauh dari jangkauan operasi. "paling sejam dua jam, setelah razia selesai, PKL kembali lagi."
Tentu saja mereka tak mau pergi. Tempat dagang itu adalah sumber penghasilannya. Walau digusur terus menerus, selagi masih bisa bertahan, tak bakalan pergi. Tidak rumit kok, sebab itu rumus hidup.
Gasing Malioboro
Lama tak lihat ini, jual mainan dari bahan bambu. Di trotoar Malioboro Jogyakarta, di pusat keramaian dan salah satu tujuan orang berwisata kota ini. Motto, tidak ke malioboro tidak ke jogya, atau bukan ke jogya kalo nggak ke Malioboro. Dibolak balik, permainan merangkai kata supaya indah, enak dicerna dan mudah.
Mainan bahan bambu macem macem di satu atau dua pikulan. Gasing yang nampaknya banyak dipajang. Gasing bambu. Mainan mambu yang bagus bila mendengung dengan bunyi yang keras saat berputar. Khas sekali sebagai mainan daerah Jawa. Di Jakarta gasing berbeda. Gasing dari bahan kayu berbentuk mengerucut yang ujungnya ada besi seperti paku. Bunyi bukan ukuran bagus tidaknya mainan itu.
Kalau dulu yang jualan biasanya lelaki tidak muda tidak pula tua. Duduk dengan dingklik di ruang terbuka kampung, tak lama dikelilingi anak anak. Penjual in action dengan memainkan gasing, satu dua seolah menunjukkan perbedaan suara dengungan. Konsumen tinggal memilih mana yang ia suka. Di Malioboro, yang jualan perempuan, ibu ibu, duduk menunggui dagangannya. Tidak sempat menunggu ibu ibu menunjukkan kebolehan main gasing bambu. Semenit dua menit di depan penjaja itu lalu berlalu melihat dagangan yang lain di sepanjang trotoar jalan yang amat terkenal itu.
Gasing asli dari Jawa?. Nggak juga. Konon Cina dan Asia Tenggara umumnya mengenal gasing. Ada proses enkulturasi atau mengambil mencangkok pengetahuan dari budaya lain kemudian mengembangkam sendiri dengan cara setempat. Akhirnya bisa menghasilkan macam dan permainan gasing, yang bisa jadi beda dari daerah asalnya.
Orang Jogya menyebut main gangsingan. Mungkin asal muasal dari bunyinya yang mendengung desis sing sing jadilah disebut gangsing. Katanya ini salah satu permainan tertua, mesti tanya sama ahli arkeologi yang biasa melakukan ekskavasi. Entah benar tua atau tidak, yang jelas permainan ini butuh latihan dan ketrampilan supaya menghasilkan bunyi yang lebih menawan.
Ibu
Melahirkan, menamai, merawat, membesarkan, mengajari mulai dari mandi, menggosok badan menggosok gigi, cuci kaki tangan naik tempat tidur, bangun pagi sudah tersedia sarapan. Siapkan bekal sekolah.
Tas besar isinya macem macem, segala keperluan anak ada di situ, peniti, gunting kuku, handuk kecil, banyak yang lainnya, dan uang receh untuk antisipasi anak minta jajan.
Cuci, setrika, masak, bikin kue saat natal dan lebaran, jualan untuk tambahan penghasilan. Buat prakarya, tugas sekolah di handlenya, dengan santai. Sering dilabelkan dengan status, tidak bekerja. Sebab pekerjaannya tidak menghasilkan uang.
Selamat hari Ibu, karena hampir seluruh pekerjaannya adalah menyiapkan anak untuk masa depannya. Sebuah sumbangan yang yang susah diukur dalam itung itungan matematis. Sumbangan yang hanya bisa dirasakan betapa besar jasa Ibu. (22Desember 2019)
Tiga Macan Safari
Akhirnya buku yang diberi judul "Tiga Macan Safari" terbit. Saya dan beberapa teman antropolog, ikut ambil bagian dari penulisan buku Sejarah Taman Safari Indonesia. Ada belasan orang ikut dalam proyek yang dipimpin Rudy Badil. Dia yang mengajak saya dan teman antropolog lain. Dia senior sekaligua guru saya dalam banyak hal. Dia sekaligus yang selalu memberi inspirasi dalam setiap ngumpul ngobrol-diskusi.
Menggarap gagasan berkesan bosenan. Seringkali cepat pindah gagasan yang belum digarap tuntas. "kita bikin cerita asal mula ciliwung. Ini kan hulunya, sambil menunjuk sungai samping camping ground." Lalu ngobrol ngalur ngidul lagi. Sehabis makan siang dia bilang. " Kita bikin pesta tahunan, undang menteri, para dedengkot pecinta alam." Bulan berikutnya dia punya ide napak tilas, arca ganesha, nanti dibantu para arkeolog." Banyak ide yang lain, lupa saking banyaknya. Tapi satupun ide itu terwujud, karena ide ide memang enak diobrolin. Itulah Badil "satu belum selesai, sudah pindah ke yang lain."
Tulisan ini sebagian menceritakan soal Taman Safari, soal proses membuat buku, dan dalam gagasan saya, rasa rasanya lebih bicara pada sepenggal cerita Badil ketika mengajak ngobrol dongeng berkisah selama ketemu dua mingguan dalam periode setahun di Rumahdua.Taman Safari Indonesia. Di bawah ini saya tulis pandangan sejengkal dan sepenggal tentang Badil.
Badil yang penuh siasat
Hanya butuh beberapa detik memutuskan ikut bantu Badil meregistrasi mereka yang mau ikutan kursus jurnalistik.
"Maksimal tiga puluh orang bro."
"Waktu secepatnya, tempatnya di Taman Safari."
"Tidak bisa langsung masuk. Kalo peserta datang mesti tunggu di parking lodge. Nanti ada mobil yang jemput."
"Kita kumpul di rumahdua" rumah kayu semacam bangsal yang biasa dipakai untuk acara training, outbound dan sejenisnya. Di dalam area taman safari, tempat penangkaran macan tutul jawa. Jelas tempatnya, waktunya sudah fixed dengan hari H yakni sabtu minggu depan.
Tunggu punya tunggu, pas hari H nya tak ada satupun yang hadir walau janjinya ada tigapuluh yang akan datang. Soal alasan, terlalu banyak untuk dimuat dalam kisah ini.
"Nggak ada yang minat dil(badil)." maksudnya minat training jurnalistik. Nggak enak juga rasanya, dilimpahi tugas ngajak para insan antropolog, senior junior maupun mahasiswa, ternyata tak satupun nongol.
"Oke bro, gak masalah."
Rencana bikin training berobah seratus delapan puluh derajat, menjadi rencana bikin filem atau video. Bikin filem dokumenter, bikin visual antropologi, bikin photo series. Segudang ide Badil, lalu gayung bersambut, makin seru, makin panjang diskusi, makin serupa dongeng, enak didengar dan dikhayalkan, bagai mimpi makin bludak dituang bersama dalam satu malam di rumah kayu, di area Taman Safari. Akhir kisah, dari dongeng diwujudkan jadi lebih konkrit; membuat filem pendek.
"Bikin stok filemnya dulu, nanti editan sambil jalan."
"Jangan cuman filem, foto juga, kalo gak ada stok filem, bisa pake foto untuk perkuat dokumen."
Namanya ide, ngacak, ngaco, ngocol gak masalah. Pelan, tapi pasti akhirnya bikin filem pendek soal Kerak Telor. Skrip selesai termasuk anggaran. Diskusi kalangan terbatas. Masih belum konkrit. Lalu ketemuan dengan Badil untuk legitimasi proposal. "Asal Badil setuju, kita maju cari donatur." Begitu inti kesepakatan kami, termasuk ahli visual antrop yang sudah pernah buat dan publikasi filemnya di manca negara.
"Kita bikin filem soal burung bro."
Hah! Kita semua bengong saling liat liatan, waktu suatu hari sabtu bikin ketemuan. Lalu filem kerak telor jadinya gimana? Dengan berbagai argumen, Badil mengurai pentingnya buat filem burung. Ilutrasi jalak bali yang dilepas di sekitaran taman safari membuat harga jalak tidak lagi membumbung tinggi. Orang bisa punya dan pelihara jalak. Jalak banyak didapat. Jalak tal lagi barang langka. "Kita harus bikin filem burung untuk sosialisasi ke masyarakat pecinta burung. Jadilah buat filem tentang burung. Dengan kata lain, filem kerak telor gagal tidak jadi. Istilah Badil "kita tunda dulu yang itu".
Ketemu minggu berikutnya, filem burung diubah. Ganti. Tidak bikin filem. Pembicaraan soal bikin majalah burung. Setumpuk majalah tentang burung tergeletak, cetakan mewah, sudah menerbitkan delapan edisi dalam dua tahun. Ngotot bikin majalah karena kata "ajudannya" sehari sebelumnya Badil ketemu seorang penggemar aneka burung, kaya raya, menawarkan buat majalah.
Otak kita switch dari filem ke majalah. Gak masalah? ya masalah, harus berpikir ulang lagi. "kerangka pikirnya kan sama saja" kata Badil. Saya sih ngangguk aaja sambil mikir, lebih banyak nggak ngertinya daripada paham.
Begitu kira kira apa yang ada di pikiran kami. Lalu mulai bikin rencana, beberapa orang dari pecinta alam ikutan. Dua kali pertemuan tentang rencana buat majalah burung, hasilnya adalah ide Badil lagi yakni membuat buku tentang sejarah Taman Safari Indonesia. Lagi lagi kami dibuat bengong dengan gaya pindah gagasan yang cepat. Kalo dirunut maka mulai rencana bikin training, lalu bikin filem lalu bikin visual antriopologi, lalu bikin majalah, akhirnya bikin buku. Hanya satu yang penting di sini, kemampuan Badil mensiasati, mengikat orang orang "dekat" nya ikut dalam proyek angan angannya.
Untung saja angan angan itu ada yang jadi kenyataan. Gak tanggung tanggung, ada belasan orang yang ikut terlibat dalam proyek pembuatan buku sejarah Taman Safari. Gak tanggung tanggung, saya berkenalan dengan anggota tim yang sama sekali baru.
Tim dibagi jadi dua, penulis dan dokumentasi. Ketua tim alias team leader adalah Badil. Tiga bulan, sudah separo jadi. Data sudah relatif lengkap, pembabakan oke, hanya layout dan editing yang makan waktu lama. Kemudian harus ditambahkan data tentang sirkus masa kini. Tim mengirim beberapa orang ke sumatra mengikuti safari sirkus dr palembang ke lampung. Tim juga ke Jawa Timur ke Safari Prigen, bagian dari perluasan di Cisarua Terakhir melakukan observasi sirkus di Cibinong.
Tuntas sudah seluruh pengumpulan data. Dengan membagi cerita diawali dengan pengusaha tukang obat, buka praktek berobat lalu buat sirkus akrobat, lalu membuat kebon binatang, mengembangbiakan hewan dan tanaman, menjadikan tontonan hewan dengan mobil, aneka atraksi hewan, melibatkan masyarakat lokal dan luas ambil bagian manfaat dari TSI.
Siapa dibalik berdirinya TSI adalah fokus dari buku yang barusan, 14desember 2019 diluncurkan di central Park Mall. Bukan sekedar menampilkan nama nama mereka -Hadi Manansang, dengan tiga anaknya, Jansen Manansang, Frans Manansang dan Tony Sumampouw juga evolusi pemikiran dan kerja amat sangat keras dari mereka yang penuh inspiratif. Makanya buku diberi judul "Tiga Macan Safari." Dengan gaya khasnya, Badil membuat sub judul yang lugas berkelas, yakni bab I Sirkus ngamen menuju permanen, bab II kebun teh jadi kebun binatang, bab III safari menuju konservasi, dan terakhir bab iv mensafarikan masyarakat memasyarakatkan safari.
Akhirnya rampung proyek buku. Semua yang terlibat dari awal proyek buku, diundang oleh pembuat sejarah; Macan Satu, Macan Dua dan Macan Tiga. Semoga bukunya bermanfaat bagi banyak orang, apabila ingin tahu bagaimana perpaduan bisnis dan konservasi bisa belajar di Taman Safari Indonesia. Sukses buku ini yang melalui perjalanan panjang tak menentu, namun beruntung berkenalan dengan sahabat sahabat baru dalam tim buku. Memang itu gaya Badil yang menggalang pertemanan lintas angkatan, melontar ide terus menerus, diterima syukur, gak diterima bikin ide lagi. Sayang beliau tak menyaksikan karya, yang sering dia katakan "karya terakhir".
Cumi asin
Cukup dua atau tiga potong kecil dengan nasi ukuran sebungkus di warung Padang, mampu membawa semangat jalan jalan keliling Jakarta. Apa saja ragam masaknya, mau cumi asin balado, cumi asin tumis cabe ijo sama enaknya. Kalo soal ini, menikmati makannya yang pas ya di warteg.
Banyak macam masakan cumi asin yang terhidang di balik etalase standar warteg. Apapun, bisa warteg kelas bawah yang pelanggannya tukang bangunan, sampe kelas atas yang konsumennya karyawan kantoran. Kalau yang kelas bawah palingan hanya satu macam masakan cumi asin. Kalau kelas atas ada dua atau tiga macam. Ada cumi asin bumbu padang, cumi asin asem manis, cumi asin goreng tepung. Dengan kutak katik sedikit, kombinasi sana sini, campuran bahan lain, macam masakan cumi asin bisa berkali lipat dari yang disebut di atas. Hampir yakin saya bahwa cumi asin adalah bahan yang biasa ada di setiap warteg. Ketrampilan juru masak yang membuat tampilan menu cumi asin beda setiap hari
" Beli satu dua ons setiap belanja, cukup untuk dua atau tiga jenis menu cumi asin." Iya. Cumi asin potong kecil kecil, campur dengan cabe ijo, cabe kriting dengan bumbu lainnya, sudah jadi satu menu. Cumi asin tumis dengan potongan tahu dan kacang panjang atau buncis, jadi menu lain.
Apalagi dengan sayuran pendamping yang pas. Sayur asem salah satu yang paling disukai. Ada lagi sayuran kacang panjang tumis maupun berkuah. Soal selera variasi. Konsumen bebas memilih, mencampur menu yang tersedia di warteg.
Kadang tak penting juga menamai menu cumi asin di warteg. Yang makan di situ tak menyebut nama menunya, hanya menunjuk saja makanan yang disuka. Pelayan akan mengikuti instruksi konsumennya.
"Minta yang ini mbak." Sambil menunjuk cumi asin yang satu, lalu "minta yang itu juga mbak" menunjuk cumi asin jenis masakan lain. Iya juga, selagi pesan makan di warteg nama tak lagi penting. Lagi pula orang makan di warteg hanya butuh sepuluh menit, lalu bayar, lalu keluar. Apa yang dimakan pun kadang lupa.
"Makan apa tadi"
"Sayur asem, cumi asin"
"Cumi asinnya diapain"
"Balado campur campur"
"Campur apa"
"Ya campur sambel campur sayur asem"
Soal selera, nampak tak banyak berubah. Ratusan bahkan ribuan tahun, bahan makanan dengan pengawet tetap jadi pilihan. Bahan makanan yang diawetkan dengan garam adalah salah satu metode pengawetan paling tua.
Mau pengawetan dengan pendingin juga bisa, hanya membutuhkan peralatan yang lebih kompleks. Pengawetan dengan diasapi juga jadi makanan yang digemari. Pengawet dibutuhkan agar makanan menyerupai aslinya. "Nggak dapet yang asli, minimal dapet yang KW dengan cita rasa asli." Begitu kata Maryono, pengamen yang biasa mangkal depan salah satu warteg kesohor. Memang Itulah guna akal budi mencari solusi dari bahan yang ada.
Wayang Orang
Pernah membaca di Kompas.com tentang pertunjukan Wayang Orang Bharata di gedung di jalan Kalilio, sekitaran Pasar Senen, Jakarta Pusat. Penontonnya selain melepas rindu akan seni tradisional jawa yang semakin tergerus hiburan lain, juga menjadi wahana berkumpul, semacam reuni sesama penggemar seni Jawa.
Menariknya, banyak di antara penonton yang sengaja membawa anak-anaknya. Sepertinya mau mengenalkan pada generasi mendatang mengenalkan wayang sejak usia dini. (kompas.com minggu 1mei 2016).
Penting gak sih mengenalkan pada anak anak sejak dini. Ya penting. Seni seperti halnya permainan tradisional amat penting bagi tumbuh kembang anak. Selain untuk rekreasi, seni yang tumbuh sebagai tradisi berfungsi untuk menanamkan nilai yang dapat menjadi pedoman adaptasi, menyiapkan anak agar dapat hidup bermasyarakat. Mengenal apa yang baik dan buruk, suci dan tak suci, menghormati dan lainnya.
Guru saya pak Jimmy, saya menyebutnya demikian, nama lengkapnya James Danandjaja, guru besar Antropologi UI mengatakan seni tradisi adalah folklore bagian dari kebudayaan, kolekfif, diwariskan turun temurun, lisan dan dengan bantuan gerakan isyarat untuk mempertegas bahasa lisan.
Folklore bisa jadi berupa bahasa rakyat, ungkapan, cerita, musik, guyon, cerita menjelang tidur, juga yang lebih formal seperti teater. Folklore berupa kegiatan fisik yang setiap detik gerak dan ucapan mempunyai makna dan dimaknai. Seni tradisional apapun itu sama dengan memetakan jaringan simbol. Satu bagian hilang bisa jadi tak lagi punya makna.
Sama saja kalau kita tak paham makna permainan sepak bola. Itu permainan gila, 22 orang berebut satu bola. Sudah dapat bulanya, malahan ditendang.
Tak perlu banyak kotbah, berwacana terus menerus tanpa akhir, dan sering menggurui. Ajak anak anak mengenal seni sejak dini, seperti yang dilakukan para penonton wayang orang di Bharata.
Foto: Mohamad Setiawan
Jalan keliling kota
Motret sebagian kota jakarta melalui jendela bis Trans Jakarta. Itu terjadi lebih dua tahun lalu. Sekitar pertengahan 2017, beberapa bulan setelah pasar senen ludes terbakar. Pembangunan MRT masih berjalan, beberapa ruas jalan di Sudirman Thamrin mengalami penyempitan karena bagian tengahnya sedang digali untuk jalan bawah tanah atau subway. Gubernur DKI masih Ahok yang lagi sibuk rencana penanggulangan banjir membangun banjir kanal timur dan barat, membangun waduk pluit.
Ternyata sudah lebih dua tahun seperti baru kemarin. Menikmati jalan jalan keliling Jakarta dengan Transjakarta, kendaraan super murah. Dengan tiga ribu lima ratus sudah bisa keliling Jakarta. Sampai sekarang masih tak berubah. Mungkin motto pejabat DKI adalah sekali tiga ribu lima ratus tetap tiga ribu lima ratus. Orang seperti saya akan menyambut dengan tempik sorak tak henti henti.
Menikmati pemandangan kota, tidak perlu turun dari bis, cukup liat ke kiri dan ke kanan, walau tak seperti pemandangan di lagu naik naik ke puncak gunung. Ya, tentu saja beda, lagu itu diciptakan pengarangnya membayangkan darmawisata atau jalan jalan ke gunung. Ini jalan jalan di kota. Entah apakah sudah ada lagu yang diciptakan untuk mereka yang menggunakan Trans Jakarta keliling kota? Yang jelas lagunya pasti beda banget bro.
Brangkat pagi, dan masih pagi di halte Cawang. Dari situ memilih rute Cawang Harmoni, melalui kampung melayu, jatinegara pasar senen. Sampai Harmoni, pindah rute Harmoni-Blok M. Rute yang banyak meninggalkan bangunan sejarah, sebagian masih berdiri kokoh sebagian sudah rusak tak terpelihara. Sebagian masih bersanding bangunan kuno dan moderen, sebagian besar sudah ganti total.
Beruntunglah warga jakarta sekarang. Ada kendaraan umum, harga sama dimanapun kita beli. Bayarnya pake kartu dapat dibeli di setiap halte. Apa nggak enak tuh, ringkes gak perlu kasih duit gede, dan bingung nagih kembalian yang lama nunggunya. Dulu banget, enggak.banget juga, naik bis kasih uang besar deg degan nunggu kembalian. Minta kembalian, kondekturnya jauh di bagian depan, susah ke depan karena penuh penumpang. Biasa harus teriak minta kembalian sebelum turun di halte berikutnya. Uang kembalian pun nggak sempat di hitung, keburu turun bis, dan bisnya langsung tancep gas. Tak jarang baru satu kaki menjejak aspal, bis udah jalan.
Lagi cerita dulu, ada halte bis, tapi bis berenti sebelum halte. Sopirnya liat, kalo di halte sepi sementara di tempat sebelum halte rame penumpang, sudah pasti bis berenti di rame penumpang. Ada istilah penumpang gelantungan di pintu bis, bisnya jadi miring, itu terjadi zaman Jakarta my lovely city. Biar brengsek transportasinya tapi orang tetap pakai transportasi itu. Jelas karena itu kendaraan satu satunya, jadi suka gak suka ya harus suka. Soal HAM hak Asasi Manusia waktu itu belum laku seperti sekarang. Yang jelas berangkat necis sampai tujuan kucel, akibat berhimpitan dalam bis sepanjang jalan. Ini sih subyektif saja, sekarang juga Trans Jakarta masih penuh sesak, bedanya dulu Angin Condition sekarang Air Condition dalam bis.
Melalui kaca jendela Trans Jakarta, menikmati kota Jakarta. Sambil bersenandung,
"ini dia si jali-jali
lagunya enak lagunya enak merdu sekali
capek sedikit tidak perduli sayang
asalkan tuan asalkan tuan senang di hati"
Ulangtahun makan bersama
Bahkan
melangkahkan kaki menuju area parkir di lantai paling dasar, kami mampir di
booth es krim merek ternama. Dua kap saja. Itupun harusnya satu, tapi malam itu
ada promo "buy one get one free, alias beli satu gratis satu."
Mau tak mau, duduk di situ, lebih santai daripada menjilat
jilat es krim dalam mobil yang bergonjang ganjing akibat jalanan tak mulus.
Begitulah hari itu, selasa, sepuluh desember 2019. Dengan
rencana matang kami berempat mulai dengan rencana pertama yakni makan malam
seluruhnya rebus rebusan bergaya Jepang masa kini.
Acara sukses,
rencana sesuai dengan kenyataan. Walaupun berempat bertolak
dari tempat yang berbeda, tetapi berkat teknologi telpon semua bisa kumpul dan
menikmati malam indah bersama. Terima kasih bunda dan anak anak untuk malam
kebersamaan yang indah di ulangtahun ayah.
Makan siang, menu ayam woku. Rasanya pedas dan kentara aroma kemangi, nikmatnya seperti buru buru turun tangga kapal tampomas yang sandar pelabuhan Bitung.
Arca
Prianto sedang menggali septic tank di pekarangan rumahnya ketika menemukan arca yang tertimbun tanah. Tentu saja tanpa sengaja, saat cangkulnya membentur benda keras yang kemudian diketahui sebagai arca berbentuk gajah gendut berbelalai besar. Gempar warga Kediri.
Dimin warga Nganjuk menemukan patung yang berbentuk sama dengan yang ditemuian Prianto di Kediri. Seorang warga Malang pun demikian. Warga di Tiga daerah, Kediri, Nganjuk dan Malang menemukan arca setinggi Tiga puluh sentimeter, lebar dua puluh sentimeter berbentuk patung gajah berbelalai. Dalam sejarah persebarannya barangkali banyak bagian lain di Jawa Timur ditemukan arca ganesha atau arca dewa Hindu yang lain.
Temuan arca zaman Hindu atau Budha di nusantara masih memerlukan kajian serius untuk merekonstruksi seperti apa Jawa dan nusantara saat itu. Itu jelas kerjaan yang nggak singkat dan perlu tenaga ahli dan biaya yang besar.
Lalu Ganesha itu apa? Dia adalah salah satu dewa terkenal dalam agama dan budaya Hindu. Ganesha simbol dewa pengetahuan dan kecerdasan, dewa pelindung, dewa penolak bala/bencana dan dewa bijaksana.
Dewa ini idola banget, cerdas, pengetahuan luas, bersifat melindungi dari bencana, jadi tameng tolak bala, dan bijak dalam mengambil keputusan. Luar biasanya dewa ini.
Sayang dewa Ganesha tak pandai berpolitik, tak pandai ngeles, berkelit bicara seolah sedih, marah, kadang perlu membentak, kadang perlu meneteskan air mata. Sayangnya dewa ganesha tak berprinsip kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah. Kalau ditanya yang mudah, jawabnya harus rumit, harus mampu bicara sana sini, membelok kanan kiri, melingkar lingkar, seperti coratan anak paud di dinding rumah, ruwet tak ada ujung.
Dalam kapasitas yang minim politik, dewa Ganesha atau semacamnya jelas tidak bakalan laku dan jangan bermimpi dipuja puji
Cahaya
Cahaya yang memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda di sekitarnya. Cahaya adalah komponen penting dalam fotografi. Cahaya juga dipakai untuk mengukur jarak dari pusat galaksi bimasakti ke bintang. Saking jauhnya bintang, sulit atau ribet menghitung dengan satuan kilometer. Lalu para ahli menggunakan satuan cahaya . Seperti apa satuan cahaya dan bagaimana menghitungnya kurang paham. Pokoknya Satu tahun cahaya sama dengan berjarak 9triliun kilometer. Kalau bintang yang paling deket jaraknya empat tahun cahaya, berarti jauh banget benda itu.
Cahaya memang luar biasa, visioner, jangkauannya melampaui zaman. Karena itu nama cahaya jadi prioritas memilih tempat. Masalahnya ada dua nama tempat yang mengandung arti cahaya. Pertama adalah Nur Mala ada unsur makna cahaya. Satu lagi secara tegas dan lugas bernama cahaya. Kalau dari satuan jarak Nur Mala lebih dekat dibanding cahaya dari rumah tempat tinggal. Tetapi pilihan saya pada tempat yang bernama Cahaya.
Dikelola oleh dua orang muda, usia tak lebih dari tiga puluh tahun asal Tasikmalaya, pangkas rambut Cahaya sudah cukup dikenal di kampong kami. Kabarnya, seperti pengakuan dari pemangkas di situ pemiliknya adalah orang Garut. Bagaimana pembagian keuntungan dan modal yang diinvestasikan pada pangkas rambut Cahaya di jalan utama ini, tidak menjadi bahan obrolan.
“model potong rambutnya gimana pak?”
“seperti potongan rambut kamu boleh juga.”
“berarti pendek pak.” Langsung mengganti gunting dengan alat cukur. Mulai mencukur sisi kiri, dari samping kuping, cepat sekali dalam waktu singkat seluruh rambut bagian tepi sudah terpapas. Dengan gunting mulai menggarap bagian atas. Dalam waktu kurang lima belas menit drama cukur mencukur selesai.
“cambang dikerik pak?”
“Iya dong.” Langsung saja, keluarkan pisau setajam silet, asah dengan kulit yang digantung dekat cermin, lalu mulai mengkerik. Sebentar saja selesai. Lalu membuka kain penutup badan sebagai penyangga jangan sampai sisa rambut mengotori pakaian. Menyisakan handuk kecil merek good morning di leher, pemangkas mengeluarkan keahlian memijat. Mulai pijat pelan kepala, lalu turun ke leher, bahu, dilakukan berulang ulang dan selesai.
“Berapa pak?”
“delapan belas ribu.”
“kembali dua ribu pak”
“gak usah simpan kembaliannya.”
“Terima kasih pak.”
Pamitan, keluar pekarangan pangkas rambut Cahaya, menuju parkiran, lalu starter sepeda motor, putar balik, on the way ke rumah. Panas sekali siang itu.
TransJakarta
Deposit e-money sisa empat ribu rupiah, mesti beli lagi. Buru buru ke terminal, di situ sudah sepi, para aneka pedagang makanan, pakaian, aksesoris sebagian sudah bebenah mau tutup, dan sebagian besar sudah tutup. Cepat cepat ke loket.
“maaf pak, loket sudah tutup jam 22.00”
“nggak bisa isi deposit lagi pak” tanya saya berharap.
“petugas sudah pulang. Saya nggak wewenang. Tapi kalo masih sisa empat ribu masih bisa kok.”
“rute blok m manggarai sudah nggak ada. Tinggal blok m kota. Nanti bapak turun di bendhill dan sambung lagi jurusan pgc. Masih ada untuk jurusan itu.”
“oke pak, terima kasih”
Berlari ke pintu masuk, scan kartu e money, rasanya agak lambat respon scan nya, tapi syukur bisa lolos, dengan langkah cepat naik tangga dua tingkat, ke halte jurusan blok m kota yang letaknya paling pojok dan di atas.
Untung saja masih ada bis. Katanya jurusan ini sampai jam 24.00. duduk menunggu, akhirnya bis berangkat.
Tak berjejal jejalan dalam bis, hampir jam 11 malem, sudah tak banyak penumpang. Tak lama sampai benhil, memang tak macet jalur busway. Yang lama jalan kaki dari bendhil ke halte semanggi. Jalan panjang di jembatan yang menghubungkan benhil dan semanggi. Ngos ngosan sesampai di halte itu.
Tak lama bis Pluit-PGC sampai, langsung naik. Ternyata dalam bis padat penumpang tak kebagian tempat duduk. Ah gak akan makan waktu lebih dari sejam. Masih kuat berdiri. Turun di halte UKI, setelah dapat info dari kondektur, jurusan cibubur sudah tak ada lagi, jurusan itu terakhir jam 10.30. sudah tahu, tapi tetap saja kecewa karena berharap masih ada sisa bis jurusan sana. Harusnya satu halte lagi setelah uki- halte bkn- yang membawa bis jurusan cibubur.
Naik taksi dari UKI, rileks saja, menunggu sopir merokok. Dia sudah siap anter saya setelah hisapan terakhir yang rokoknya masih cukup panjang.
“mari pak. Silahkan”
Taksi langsung melaju melalui jalan tol jagorawi. Tanya dulu apakah punya e-money untuk bayar tol. Siyaap katanya. Duduk depan, stel bangku agar mundur, turunkan sandaran, lalu merem sejenak. Ngantuk ngantuk, diajak ngobrol sopir, menanyakan arah setelah keluar tol cibubur.
“ isteri saya, hamba Tuhan. Dia jadi pendeta GBI” terus saja dia cerita, saya hanya mendengarkan. Gerejanya di Kampung Rambutan. Belum banyak jemaatnya, semakin hari semakin banyak.
“nanti putar balik ya bang.” Setelah keluar dari pintu tol, ambil jurusan cileungsi. Putar balik yang kedua. Lalu masuk ke jalan samping studi Karnos. “o saya tahu itu”
Sampai di rumah dengan selamat. Perjalanan panjang dari Blok M sampai Cibubur. Kalau saja, pulang tak terlampau larut, bisa sambung menyambung dengan Trans Jakarta. Ongkos murah, hanya tiga ribu lima ratus bisa keliling Jakarta. Asalkan tak keluar dari halte.
System transportasi Jakarta sudah mulai ditata dengan baik. Setiap halte ada informasi di monitor. TJ yang akan datang atau masuk di halte itu apa saja dan waktunya sudah kelacak. Setiap bis sudah dilengkapi dengan GPS yang bisa diketahui posisinya. System sudah oke, rasanya hanya perlu menambah armada untuk trayek yang beroperasi tengah malam.
Jakarta kan nggak ada matinye, warga yang tinggal di pinggiran Jakarta juga pengen menikmati dengan ongkos murah.
Ansje Suurbier
Ansje Suurbier puas jalan jalan di kota tua, ke sana kemari foto foto bangunan museum, atraksi, penyanyi, musik jalanan. Menjajal sepeda warna warni, berfoto bersama orang yang seluruh badannya dicet abu abu gelap. Tanya macem macem soal bangunan. Siapa punya, kapan dibangun, sekarang jadi apa.
Wisatawan asal Belanda usia 40 tahun bersama suaminya Wiem, sudah dua hari keliling kota jakarta. Ikut dalam rombongan wisata keliling Jakarta. Hari ini setengah hari saja, karena mereka mau ke Bogor, liat kebun raya dan Istana Bogor.
"Bogor kota indah" begitu kata oma dan opanya yang pernah tinggal di Bogor. Konon buyutnya salah satu insinyur yang ikut dalam proyek bikin rute kereta api kota-Jatinegara-depok-bogor. Ia penasaran pengen merasakan perjalanan jakarta bogor dengan kereta api. Konon Pembangunan rel kereta api lintas Jakarta-Bogor selesai akhir abad 19 oleh perusahan swasta Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Lebih dari seratus tahun semenjak dibangun dan menjadi transportasi utama jakarta bogor. Ansje dan Wiem, sudah duduk manis di kereta, bukan kereta tenaga diesel, tapi kereta tenaga listrik KRL yang jadwalnya setiap 15menit sekali. Kereta listrik yang juga dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menghubungkan dua istana gubernur jenderal Batavia dan Buitenzorg.
Tiba di bogor, stasiun bagus, lalu mengambil foto beberapa bangunan stasiun dan sekitarnya. Para pedagang, toko toko, mirip seperti gambaran cerita neneknya tentang bogor. Mungkin neneknya waktu itu menggambarkan bogor yang masih lengang. Belum banyak pedagang kakilima, mungkin waktu dulu hanya toko kelontong saja. Tapi gambaran pedagang buah, makanan, menawarkan kepada orang yang lewat depannya masih ada. Tetapi tidak banyak lagi yang berpeci dan sarungan seperti kata neneknya.
Sedikit sedikit mencoba komunikasi dengan pedagang itu, dengan bahasa tubuh, menebar senyum ke pedagang yang menyapanya. Ada pedagang mangga, yang dibakulnya ada tumpukan buah itu, satu dua yang dikupas memperlihatkan isinya berwarna kuning kemerahan. Tidak beli tapi berjanji dalam hati mau coba buah itu setelah di hotel. Mangga kesukaan neneknya, katanya mangga indonesia yang paling enak di dunia.
"Yang penting jadwal kita liat istana dan kebun raya kita." Wiem hanya mengangguk, naik angkot ke sana, semula mau naik gojek, tapi ansje bersikeras angkot, biar merasakan ramainya kota bogor.
"Sudah terlampau sore untuk masuk botanical garden" kata Wiem. "Besok saja". Dua orang itu hanya mengelilingi istana, liat dari luar, sampai depan pasar pecinan, suryakencan, menelusuri trotoar, cari makanan mengisi perut yang sudah keroncongan.
Duduk di situ, baca tourist guide tentang Bogor yang dibawanya dari kampungnya di Belanda. Mereka rencana menghabiskan waktu di kota ini. Bermalam di hotel Salak yang konon, hotelnya elite Belanda di Batavia yang berlibur di Buitenzorg. Kepengennya di hotel Bellevue yang indah dengan view lembah, sungai Cisadane dan gunung salak, sayangnya sudah dihancurkan ganti bangunan lain.
Selamat datang di kota Bogor welkom, yang tertulis di papan bilboard ketika masuk lobby hotel pas hujan deras di kota itu, kota yang populer disebut kota hujan.
Salesman
Selagi nggak ada pelanggan yang datang, ngobrol dengan Denny, anak muda, Sales mobil merek Amerika di Mall besar dan eksklusf. Eksklusif karena Mall nya relative terpencil dari rute kendaraan umum.
“Den, tinggal di mana?”
“saya kos di Pondok Indah”
“keren dong, kos nya pondok indah.”
“Nggak om, numpang sama temen, yang nge kos di situ. Bukan pondok indah beneran om, pinggiran pondok indah.”
Saya nggak nanya lebih lanjut, hanya menduga duga saja, mungkin di sekitaran pondok pinang dan jalan kebayoran lama.
“lumayan lah gak jauh dari sini.”
“iya om, nggak jauh juga dari kantor. ”
“Kalo dari rumah kejauhan. Dulu dari rumah pake (sepeda) motor, tiap hari, lama lama nggak sanggup.”
“ harus masuk kantor absen jam 8 pagi, berarti dari rumah mesti subuh.”
“emang rumah di mana Den?”
“Di Bogor om “
“Kenapa nggak naik kereta aja, kan banyak kereta. Emang bogornya di mana Den?”
“Leuliwiang om, ciampea masih ke sana lagi, masih jauh. Antara Leuwiliang-leuwisadang. “
Supaya gampang memang bilang saja rumahnya di Bogor kata Denny. Padahal bogor ke rumahnya si Denny nggak dekat.
Saya ngangguk saja mendengar keterangan lokasi rumah Denny. Belum bisa membayangkan seberapa jauh dan seberapa susah akses kereta atau transportasi public untuk pulang pergi kantor- rumah. Menurut Denny masih dua puluan kilometer dari kota Bogor. Kalau malam katanya lebih cepat, tetapi kalau subuh, karena barengan dengan orang orang yang ke Jakarta, lebih lama, jalanan padat.
“transport ditanggung perusahaan?”
"Nggak om, transportasi, konsumsi tanggung sendiri, makanya saya numpang saja ke tempatnya temen, irit ongkos dan tenaga.”
Bukannya promo dan menjelaskan mobil amerika, Denny malahan cerita soal pengunjung di sini.
“pengunjungnya tidak saja orang yang tinggal deket sini saja, tapi banyak dari tempat yang jauh.” Kata Denny. Katanya dalam seminggu ini calon pembeli Danny banyak yang dating dari Bogor, Tangerang dan Bekasi.
“Kemarin ada orang yang tinggalnya di Cikeas, Kota WIsata”.
Bukan Cuma Denny yang harus mondar mandir untuk bekerja di Jakarta. Pagi harus ke kantor, lalu ke tempat pameran untuk menawarkan produk barang atau jasa. Biasanya di Mall di berbagai macam lokasi di Jakarta. Beruntung kalau Mall nya dilalui oleh bis tiket murah, semacam Trans Jakarta atau Commuter line alias KRL Jabodetabek. Tak beruntung kalau tempat kerjanya beberapa kali naik kendaraan umum dengan ongkos mahal.
Belum lagi urusan makan. Para pekerja harus menghemat, sekali dua kali bisa saja makan di resto resto yang tersedia di mall. Tetapi sehari hari kebanyakan makan di kantin pegawai yang tersedia, kadang di basement, kadang di building yang berbeda. Kalau terlambat makan, makanan kantinpun sudah habis atau pilihan terbatas. Warung warung dekat situ kadang saja ada, beberapa mall saking eksklusifnya steril dari warung makanan murah.
Begitulah bekerja di kota besar, saya percaya ahli tata kota dikerahkan bukan Cuma menata bangunan, tapi juga menata akses bagi warga dan pekerjanya, termasuk urusan transportasi, akomodasi dan konsumsi. Cuma solusi soal ini dari tahun ke tahun belum memberi harapan yang cerah.
Kopi robusta
Memang jodoh nggak kemane. Mampir kafe, pesen kopi robusta, tak diduga ternyata ada. Tadinya sudah siap siap, ngeloyor pergi. Kafe di mall jarang tersedia kopi rubusta.
Pernah ada kafe ternama menyediakan kopi robusta, menggunakan istilah kopi tubruk. Harganya terpampang sepuluh ribu rupiah. Kopi paling murah disbanding deretan jenis minuman hangat yang ditawarkan kafe itu yang rata rata, tiga puluh ribu sampai lima puluh ribu. Sayangnya, entah kenapa tak pernah ada lagi kopi tubruk di kafe itu, jangan jangan pelanggannya hanya satu orang.
"Saya pesan kopi robusta. Ada?" Di kafe pelataran lantai dua, salah satu mall jakarta selatan.
" Kopi robusta. Ada om, tiga belas ribu rupiah om"
"Oke, pesen satu, kopi hitam. kopi robusta kan ya, gulanya dipisah."
"Siyap om". Lalu Saya keluarkan uang lima puluh ribu, dari dompet, berikan ke kasir. Tradisinya minum kopi di cafe mall adalah bayar dulu baru dapet kopi.
"Ada uang pas om? Gak ada kembalinya." Setelah liat uang lima puluh ribuan. Wah belum dapat kopi aja udah ribet soal bayar membayar.
Uang lima puluhribu rupiah saya kantongi lalu saya memberi Dua puluh ribu.
"kembali tujuh ribu om."
" Eh saya pesen aqua ini ya" sambil nunjuk botol beling isi aqua.
"harga delapan ribu, om. Jadi kurang seribu. " Saya berikan dua ribu.
" kembaliannya uang receh ya om." Hari gene tidak mudah dapat selembar seribuan.
Saya mengangguk, dia beri uang dua ratus rupiah koin yang ditumpuk dan disolatip bening.
Lalu menyuruh pegawainya bikin kopi pesanan saya, sambil ketak ketik, mesin kasir bunyi, jegrek laci otomatis terbuka, nongol di layar total yang harus dibayar 21 ribu rupiah. Lalu otomatis keluar nota lunas, lalu menyerahkan tanda bukti ke saya. Dia menatap dan senyum lebar sambil bilang "kami hanya jual kopi satu jenis saja. Robusta.”
Iseng pengen liat cara bikin kopi, nggak repot soalnya. Pertama, sipembuat isi teko tanpa penutup dengan isi air panas, dimasukan kopi bubuk, lalu teko ditaro di tungku, yang atasnya ada wadah seperti penggorengan berisi pasir. Teko dipendam separo di pasir panas itu, teko digeser sana sini. lalu di tuang di gelas, lalu siap saji.
"Kok proses bikin kopi rumit amat bro?"
Ini kopi robusta, jadi harus dimasak di atas pasir panas supaya aroma kopinya keluar."
Saya mendekatkan diri ke tungku mencoba membaui Kok nggak kecium wangi kopi. Cuma bau biasa saja, . Bau kopi apek yang kelamaan disimpen di karung.
Memang kopi robusta kalah jauh dengan Arabika dalam hal harum aroma kopi. Kalau liat iklan kopi di televisi pasti itu kopi arabika, sebab ekspresinya tersenyum senang. Kalau soal mau tahan nggak tidur, minumnya Robusta. Sebab kopi ini mengandung kafein yang dua atau tiga kali lebih tinggi dibanding arabika. Katanya karena kafein tinggi, makanya rasanya pahit. Sederhananya, robusta pahit, kafein tinggi, bau biasanya aja, Arabika rasa asam., kafein rendah, bau harum. Kalangan pebisnis biasanya mencampur dua jenis kopi itu untuk mendapat pahit, asam dan aroma kopi yang wangi.
Namanya pebisnis, sungutnya tajam, tau isi hati pelanggan. Tau apa maunya pelanggan. Dia tidak menawarkan yang ekstrim sebab pelanggan umumnya gak suka suka yang ekstrim. Nggak suka pahit banget, nggak suka asem banget. Solusinya ya memang mencampur dua jenis kopi itu, hasilnya nggak pahit amat, nggak asem banget.
Jajan Pasar
Kue mangkok, apalagi warna pink, sejak dulu jadi favorit. Ukuran besar, kecil, sedang, sama rasanya. Tinggal perut muat apa nggak. Lebih nikmat kalo dibarengi teh hangat atau kopi.
"Jajanan kue lain?"
Namanya jajan pasar semua enak. Ada lemper, cucur, arem arem, nagasari, serabi, banyak lainny. Pas banget. Ada manis, asin, pedes. Ada yang dikunyah bunyi kriuk kriuk. Kalo soal jajanan sorga banget.
Sorga memang diciptakan manusia melalui jajanan. Jajanan orisinil yang bertahun tahun tak banyak mengalami perubahan. Jajanan yang sudah mengalami evolusi sampai gak ketahuan lagi asal usulnya.
"Jangan salah" dibalik jajanan itu mengandung aneka resep, dibalik aneka resep mengandung pengetahuan, pikiran, eksperimen, tukar tukaran pengetahuan, coba sana sini, adu kreatif. Dibalik semua, ada perubahan kebudayaan melalui evolusi dan difusi enteng entengan
Walau mengalami keuntungan besar dalam satu minggu ini, dan bahkan diproyeksikan meningkat dengan margin error kurang dari satu persen, tetapi dia terkejut dengan berita media. Koleganya di salah satu pusat perbelanjaan rugi besar. Konon sok pilih pilih pelanggan.
Dia beruntung dan tetap percaya bahwa dalam bisnis kuliner harus melakukan 3 hal, yakni. Rasa, Resik dan Ramah. Dia menggunakan istilah Tri Azimat, istilahnya Bung Karno.
Syukur sampai sekarang bisnisnya masih eksis, bahkan makin lama makin merambah ke tempat tempat lain.
“Dalam bisnis itu pelanggan tidak boleh dibeda bedakan. Ini prinsip.” Katanya di sela sela kesibukan melayani tamu.
“pake telor, tempe orek, tongkol balado, terus apa lagi” mengulang permintaan pelanggan.
“sayurnya kacang panjang atau sayur asem?”
“Lebih dari delapan tahun saya terapkan Tri Azimat” Dari prinsip ini katanya anak anak sudah tamat universitas, rumah di kampong sudah jauh lebih baik, dan banyak lainnya. “Dari bisnis ini hidup saya menjadi lebih baik.”
“sampe sekarang saya menolak ditawari bisnis bakeri” katanya sambil cuci piring. “hanya ada jajanan pasar saja di sini. Itu juga titipan orang.”
Menutup obrolan, dia mengatakan terus terang, konsumennya tidak terlalu suka dengan roti.istilahnya “nggak nendang”. Lebih baik bisnis warteg, maju bisnisnya, bahagia pelanggannya.
Bawean
Sepanjang perjalanan panjang dari utara menuju Jawa, Putri Kerajaan Campa sudah sakit sakitan. Tubuh putri tak kuat lagi, minta turun di satu pulau yang terlihat. "Itu bukan jawa,"
Tak perduli, pokoknya mau turun." Kata puteri.
Perdebatan terjadi antara nakhoda dan perwira navigasinya. Kira kira dialognya begini
"Nanggung, bentar lagi juga nyampe jawa."
"Tapi tuan puteri sudah bosan nggak kuat. Biar dia diobati di darat, siapa tau lebih nyaman." Begitu kata nahkoda.
Nanggung gak nanggung akhirnya komando kapten kapal perintahkan kapal berlabuh. Kapal sandar di satu pulau yang menurut hitungan para ahli navigasi di kapal itu tak akan lebih dari satu hari mencapai pelabuhan kerajaan Jawa.
Maksud hati nahkoda dan kru kapal Ingin cepat sampai tujuan tapi tak berani menentang perintah puteri. Puteri kerajaan terlalu penting untuk diabaikan, kalau terjadi sesuatu pada putri itu, bakalan berakibat fatal pada nakhoda dan anakbuahnya. Jadwal tiba di Jawa tertunda, putri singgah di pulau, mendapat pengobatan yang intensif dalam suasana yang lebih nyaman tak ada goyangan ombak dan gelombang.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, pengobatan tak menyembuhkan putri. Ia meninggal dunia lalu dimakamkan di pulau itu. Demikian kisah cerita rakyat setempat, dengan macam macam versi yang menyebabkan pulau ini disebut pulau putri.
Mungkin saja cerita rakyat itu adalah fakta, mengingat lingkungan kerajaan, raja, pangeran banyak menikah dengan putri Champa. Apalagi saat itu perdagangan intensif terjadi antara Kerajaan di jawa Sumatra dan indocina. Persekutuan di antara kerajaan salah satunya melalui Ikatan perkawinan.
Kemungkinan pulau berpenghuni setelah jadi bagian dari kerajaan di Jawa yang kemudian di kendalikan oleh raja dari Bangkalan, Cakraningrat turun temurun. Ini yang membuat penduduknya mayoritas dari daerah Bangkalan khususnya Madura umumnya. Ada yang menyebut memang penduduk mayoritas Madura, tetapi bahasanya campur aduk (kreole) campuran dari Madura, Jawa, Melayu (Palembang).
Orang Kemas atau pedagang-saudagar Palembang konon banyak berdatangan ke pulau ini bertemu dengan para pejabat kerajaan Bangkalan. Membawa warna bahasa Melayu di pulau itu. Bahkan katanya ada campuran Inggeris akibat banyak orang di situ yang merantau puluhan tahun di singapore atau Malaysia lalu kembali ke pulau membawa bahasa campuran inggeris melayu.
Belanda, tepatnya VoC waktu itu menguasai pulau dari raja Bangkalan dan menyebutnya pulau Lubeck, ada juga yang menyebut Baviaan, mungkin banyak lagi nama sebutan pulau itu, tapi tidak ada dalam catatan dokumentasi.
Entah apa pentingnya pulau ini bagi VoC. Sebab pulau itu gersang dan tak menghasilkan sumber alam yang potensial untuk devisa. tidak ada informasi alasan VoC membuat gudang militer di situ. Mestinya pulau ini penting secara militer. Pulau yang penting dipertahankan sebagai benteng menangkis serangan atas pusat ekonomi pulau jawa. Dalam hal strategi militer, pulau ini pernah disebut sebagai tempat berkumpulnya (atau mungkin tempat persembunyian) armada kapal laut sekutu untuk membendung serangan angkatan laut Kekaisaran Jepang tahun saat perang di laut Jawa.
Tapi armada sekutu pimpinan Laksamana Muda Karel Doormann itu kocar kacir, bahkan Si laksamana tenggelam bersama kapalnya. Mungkin pulau itu memang penting bagi benteng pertahanan Jawa mengingat hanya 120 kilometer utara gresik, jawa timur.
Pulau gersang tak punya hasil alam yang potensial saat sekarang cikal bakal wisata maritime dunia, ratusan Yacth dalam wonderful sail to Indonesia, mampir di pulau ini. Wisata pantai pulau dengan fauna babi rusa yang unik hanya ditemukan di pulau itu.
Gubernur, bupati dan pejabat teras propinsi Jawa Timur bangga dengan terpilihnya pulau Putri atau Lubeck yang tak lain adalah Bawean, pulau yang semula tak penting menjadi destinasi wisata. Flora fauna dan khas kebudayaan Bawean dipertontonkan kepada dunia. Kalau VoC zaman dahulu membangun gudang militer, kalangan pebisnis Jawa Timur membangun wisata pulau Bawean menjadi salah satu potensi poros kebudayaan maritim dunia.
Nyaru Mexico
Orang Mexico itu terkagum kagum liat pantai barat Bali. “persis seperti di kampong saya” begitu kira kira pendapatnya sewaktu melihat pantai Batu Belig, tepatnya di CafĆ© Der Mar.
Semua serba putih, payung payung yang kuncup dari kejauhan seperti cactus. Lanskapnya kayak settingan filem the Good the Bad and the Ugly, serba tandus, matahari mencorong.
“Ola” pas ketemu satu orang papas an di situ yang menyapa gaya latina.
“Ola” kata si Mexico gugup. Gugup khawatir diajak ngobrol latina. Rupanya sekedar basa basi saja orang itu.
Si Mexico, langsung buka topi koboi nya, melipir cari tempat teduh.
Foto: Leonard Hutabarat
Gajah vs Manusia
Pertunjukan gajah di Taman Safari Bali, saya kira hanya acrobat gajah yang menunjukkan keahliannya dalam suatu hal, yang membuat decak kagum penontonnya. Bukan. Pertunjukan gajah adalah sebuah drama rebutan lahan antara gajah dan manusia.
Manusia membuka lahan untuk hidup, membuat rumah pemukiman, kebun dan sawah mengolahnya menjadi makanan pokok untuk hidup sehari hari bertahun tahun.
Sampai pada suatu hari beberapa gajah turun dari gunung mengobrak abrik lahan sawah kebun dan rumah penduduk. Penduduk kocar kacir, gajah memakani garapan manusia. Manusia mengungsi lalu membalas, mengusir gajah itu sampai situasi menjadi aman, lalu membangun rumah, lahan makanan lagi. Lalu balik lagi gajah mengobrak abrik. Kejadian terus menerus yang akhirnya membuat manusia tak betah, lalu berusaha membunuh gajah gajah yang mengganggu.
Mengganggu? Siapa yang mengganggu? Konon itu adalah jalur gajah yang sering migrasi dari satu tempat ke tempat lain. Kasus gangguan gajah, di beberapa media sering dimuat. Tahun 80 an, 90 an kejadian itu berulang. Bukan Cuma gajah, hewan buas liar lainnya seperi harimau juga dianggap menganggu. Soal mengganggu, kalau melihatnya dari kacamata manusia ada benarnya. Tapi ketika melihat dari kacamata hewan. Kesimpulan bisa lain.
Tahun 80an proyek Kementrian Lingkungan Hidup memindahkan gajah terjadi. Ratusan gajah digiring ke dalam hutan, melewati batas propinsi. Dari Sumatra Selatan bagian utara ke Lampung. Lalu dibuatkan “kandang” gajah, atau kawasan gajah yang maha luas yang harapkan menjadi habitat gajah untuk masa depan. Di situ aman, nyaman dan indikatornya adalah gajah bisa beranak pinak di sana. Gajah aman dari gangguan manusia, dan manusia juga bisa berkembang biak di desa desa yang aman serangan gajah.
Akhir drama, mempertontonkan gajah yang membantu manusia yang hanyut di sungai. Dengan belalainya dia mengangkat manusia itu, menyelamatkan dari bencana. Toh gajah dan manusia bisa berdamai dan bekerjasama. Begitu pesan moral dari drama singkat di Taman Safari Bali.
Doa Bunga dan Dupa mengais rezeki
Bunga dan dupa ada di rumah, di jalan, trotoar, pintu gerbang, pasar, kios, toko, rasa rasanya di mana saja ditemui. Bunga dan dupa. Setiap hari di tempat yang sama, bunga dan dupa berganti yang baru. Apa ini kepercayaan Hindu atau ini adat Bali? Rasanya sulit memisahkan mana yang adat mana yang agama. Kegiatan menyajikan bunga dan dupa sudah menyatu dalam adat tradisi dan kepercayaan orang Bali. Mungkin ada mantara atau doa ketika menaro bunga dupa di tempat yang sakral.
Kebetulan melihat lebih khusus ketika mengunjungi pasar Sukowati. Jam 10 lewat sudah di sana. Termasuk telat, sudah siang menurut pendapat teman teman yang pernah kesana.
"Kalau lebih pagi lebih rame. Banyak makanan dan jajanan. Jualan kembang juga banyak dan seger" Percaya saja kata teman itu, toh belum pernah pagi pagi nongkrong di pasar yang buka jam 9. Lagi pula untuk trip kali ini hanya datang ke situ sekali saja. Sebab ada destinasi lain yang mesti dilihat mumpung di Bali. Hanya 3 malam sama maknanya dengan berpacu dalam waktu tenaga dan kocek.
Begitu masuk gerbang pasar Sukowati, bersebelaham dengan perempun, separo baya, berkebaya berkain, membawa bunga dalam wadah pincuk daun serta dupa. Sebelum menaro di gerbang, mulutnya komat kamit, merapal atau berdoa. Sebentar saja. Hanya memindahkan bunga itu dari nampan ke tempat yang tersedia di sisi gerbang. Lalu pergi. Mestinya doanya adalah ucapan syukur dan harapannya mendapat rezeki lebih baik untuk hari ini. Ini hanya dugaan saja, mengingat pasar esensinya tempat jualan.
Demikian pula yang nampak di Pasar Sukawati, pasar tradisional yang paling terkenal. Tempat belanja murah beragam kerajinan, pakaian tradisional khas Bali, celana pendek, panjang, baju dan kaos pantai, motif Bali. Katanya sih harga di sini lebih murah dibanding kios kios Nusa Dua, Kuta, Pantai Pandawa, walaupun banyak sanggahan soal perbandingan harga.
"Di Bali, di mana saja, harganya sama saja, bergantung kepandaian menawar." Memang jangan heran kalau ada wisatawan yang beli barang yang sama di Kuta lebih murah daripada di Sukowati.
Kabarnya para pedagang di kios atau pasar tradisional merasa terancam dengan adanya mall atau Toko Super Besar yang menjual produk tradisional dengan harga fixed dan lebih murah. Tantang bagi para pedagang tradisional, terutama di Sukowati. Jangan jangan akan lebih sering bunga dan dupa serta rapalan doa dilakukan untuk menghadapi saingan modal kuat.
Kecak Ramayana versi Turis
Saat dialog Rama dan Shinta, tiba tiba muncul kera, lompat berlari menghampiri deretan gadis penonton, merangkul salah satunya. Gadis itu teriak kaget, mengkeret ketakutan, si kera tetap di situ, rupanya menunggu fotografer mengabadikan kera dan gadis itu. Seketika pecah tawa berderai, teriakan kagum sana sini. Pecah kesunyian selama pertunjukan yang telah berlangsung tiga puluh menit.
Selanjutnya, kera menjadi primadona, setiap sesi sesi berikutnya aksi banyolan si kera selalu tampil dalam drama tari Ramayana. Drama tari yang popular dengan sebutan Tarik Kecak sebab penari yang jumlahnya puluhan berteriak ritmik "cak cak cak".
Malam itu menampilkan Kecak, Tari Kecak, Tarian Kecak sebuah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an. Konon Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.
Rasanya dulu tari kecak sangat magis, menvekam, panggung gelap, hanya diterangi obor obor di pinggiran panggung, dupa dan bunga yang bercampur baunya makin menvekam. Prolog suara dalang yang menceritakan kisah ramayana dengan suara berat berintonasi. Sekarang tidak seperti itu.
Penyelenggara sangat paham. Atraksi tarian ini adalah konsumsi wisatawan. Sepertinya belum tentu mengerti makna gerak dan irama lagu dalam tari teatrikal yang dimainkan artis lokal. Cukup hanya menampilkan potongan dialog Rama Sinta, pertentangan Rama dan Rahwana. Tidak harus terus menerus dialog malahan berkesan monoton, membosankan ngantuk. Karenanya ditonjolkan banyolan kera, entah itu Hanoman, Sugriwa, Subali, tak penting. Yang jelas mampu menghibur penonton.
Memang penampilan kera foto selfi dengan penonton tidak membosankan. Penonton ikut partisipasi, ikutan bergerak tidak sekedar duduk manis. Alhasil sampai akhir pertunjukan banyak yang ingin foto bersama artis lokal. Harga pantas, penonton puas, di pantai Pandawa yang sedang berhias.
Foto: Leonard Hutabarat
Musim Kemarau Bebek Tepi Ilalang
"Bebek Tepi Sawah" kata pemimpin rombongan. Setelah lelah keliling lihat binatang dan pertunjukan. "Kita makan di sana" katanya menambahkan.
Selepas dari Safari di Gianyar, lalu makan siang di Bebek Tepi Sawah Pusat, maksudnya Resto yang bukan cabang. Penandanya, masuk pintu utama, melewati garasi pemilik, terpajang Lamborghini merah dan jeep wilis kuno tapi aksesoris komplit dan cat hijau tuanya kelihatan baru.
Menuju pondokan, tempat makan, melewati pematang. Sungguhan dibuat seperti di sawah. Andai saja musim penghujan, bakalan ada padi di genangan air, macak macak, tidak meluber, yang tak disangsikan lagi seperti pondok tepi sawah
Di Musim kemarau kini bikin suasana sawah berkurang kadarnya. Sawah kering, tak ada padi kecuali ilalang yang rimbun.
Mengelilingi meja makan, melihat dinding, ada deretan foto besar pemilik resto itu dengan para petinggi negeri ini. Kemudian lihat ada sepeda ontel tua banget, di pajang di pondok makan situ, di bawah foto dinding.
Memajang foto pemilik dengan presiden, lalu dibawahnya pajangan sepeda ontel, seolah pemiliknya bercerita kepada presiden
"Saya mulai usaha bebek gorengnya pake sepeda ontel."
Sudah hal biasa bahwa pajang foto maknanya pamer. Pemilik memamerkan bahwa resto ini pernah dikunjungi orang nomor satu di Indonesia.
Ya, betul, pengusaha bebek ini sukses, masih muda sudah punya resto terkenal dengan cabang di banyak tempat. Sepertinya punya kiat jangan cuma jualan bebek goreng, tapi yang lebih penting jual suasana. Itu yang dilakukannya. Untuk menguatkan gaya kesuksesan, di garasi terbuka depan rumah dapat dilihat Lamborghini merah.
Cafe Del Mar
Cafe Del Mar, di pantai Batu Belig, kelurahan dan kecamatan mana rasanya gak penting. Yang penting itu di Bali, begitu mendarat si pulau yang jarang lagi disebut Dewata, semua tahu, apalagi sopir taksi online.
Suasana gaya arsitekturnya konon jiplak Italia, maksudnya biar gak jauh jauh ke eropa, cukup ongkos kurang dari dua juta pergi pulang sudah sampe di situ. buat liat sunset.
"Liat sunset aja gak usah ke Del Mar juga nggak apa apa, toh sama aja."
"Eits, bukan cuma liat matahari terbenam, kita beli suasana."
Kata mereka yang sering ke tempat ini, liat sunset di mobil, duduk sendiri anyep. Nggak ada memory, tak membuat kesan.
"Kalo lagi happening, lebih seru." Maksudnya kumpul dengan temen temen, atau kenalan dengan temen baru, punya temen dari temen, nambah pergaulan. "Tiap dateng, ada aja temen baru."
Pengunjung di situ memang dari segala penjuru. Orang liburan ke Bali, pengen tahu tempat ini, dan kumpul deh. Ini kayak beach club, liat matahari terbenam, lanjut joget party, dugem, ramai, suka ria, entah apa maknanya, hanya yang senang yang memaknai artinya.
Liburan, tempat kumpul kaum kocek banyak. Kata kawan ini liburan ala shahrini, gak mungkinlah nonton sunset di warung sambil minum kopi tubruk, itu bukan gaya selebritis. Segala minuman panas dingin ada. Ada yang ringan terkendali, sampai yang berat banget. Datang ke sini beli suasana, ya hang outlah
Mau liat sunset memang panas, gerah pake baju praktis, yang bikin gak gerah. Jangan lupa biar pakaian seminim mungkin harus gaya. Sebab ini tempat yang instagtamable, jadi biar kepanasan yang penting berfoto yang gaya. Gaya selebritis.
Sukowati we are coming
Headed to Sukowati, a legendary traditional market, popular. Without going to the market, like not going to Bali. Lalu menambahakan siapa kami yang dimaksud. A stylish young couple with glasses, far more famous than the sukowati market. Entah kenapa, kami merasa lebih famous daripada Sukowati. Lebih famous di antara kerabat se rombongan, sebab hanya sebagian kecil dari anggota rombongan yang tahu pasar Sukowati. Lebih tahu tentang kami dariada pasar legendaries itu.
Sengaja pake bahasa Inggeris soalnya hotel tempat kami menginap seluruhnya adalah bule amerika dan inggeris. Walhasil sedikit sedikit ngomong inggeris, apalagi pelayan hotel kalo kaget ngomong inggeris. Ujung ujungnya kurang afdol kalo nulis gak pake bahasa Inggeris.
Paket Wisata Atraktif
Baru sampe Bali, sudah ada tawaran mau kemana sir? Lembongan, Sanur. Tinggal duduk di lobby hotel langsung di pick up, soal ongkos, bisa liat tabel di lobby hotel, ada lleaflet. Namanya day cruise. Namanya juga pake perahu motor ukuran besar which is ok for family.
Pernah naik onta? Backgorund bukan padang pasir, di taman sari ada adventur bersama onta, tak jauh dari teluk jimbaran. Ada paket paket, di pusat informasi hotel.
Jadi turis serasa jutawan. Pilihan wisata yang variatif, tinggal pilih. Turis nggak jutawan juga oke, tinggal jalan jalan sepanjang Kuta Legian Seminyak. Makan warung skaligus gus ngopi, duduk di bangku panjang, murah meriah suasana Bali.
Nanti sambung lagi, mau nonton tari kecak.
Raja Gula
Saya membaca buku tentang anak orang kaya. Bapak mereka adalah orang yang sukses dalam bisnis, investasi di mana mana, punya rumah di mana mana bukan cuma di Indonesia tapi mendunia, kalau anak anaknya jalan jalan ke Eropa, lantas nyeletuk, enak tinggal di Eropa. Sekejap bapaknya langsung beli rumah di sana.
Ada rumah di London, di Paris, di Amsterdam, di Washington di Taiwan dan Cina Daratan. Kalau sekedar Singapore, sambil merem bisa langsung beli.
Keluarga itu amat dihormati, terutama karena nama bapaknya. Pergaulan dengan kalangan elite, pejabat pemerintah dari tingkat Presiden, Raja, ratu, gubernur, diplomat, politisi, pebisnis tingkat daerah, nasional dan internasional.
Rumahnya di Semarang. Luasnya, luas sekali, sejauh mata memandang. Kamarnya dua ratus, ada dua pavilion atau bangsal besar untuk pertemuan dan pesta. Ruang yang diperuntukan bagi banyak orang. Ada pavilion kecil kecil tak terhitung. Kiri kanan depan belakang di bangunan utama, atau di bangunan kecil kecil di sekitarnya.
Ada empat puluh pembantu utama, belum terhitung anak buahnya, ada lima puluh tukang kebun ditambah anak buahnya.
Rumah dan interior gaya Italia campuran, beberapa ruang dengan gaya Eropa non Italia. Nuansa arsitektur gaya Cina bercampur di situ. Arsiteknya bukan kaleng kaleng. Didatangkan dari Eropa dan Cina.
Begitu ada mobil terbaru di Eropa, keluarga ini langsung import. Ada roll Royce, dan merek merek ternama lainnya. Sopirnya sekaligus didatangkan. Sebab tak satupun anggota keluarga yang bisa mengendarai mobil. Ada salah satu anak perempuannya mencoba mobil, walhasil nabrak nabrak, tempayan guci besar yang mahal buatan cina yang ada di pekarangan pecah berantakan. Ibunya marah, tapi bapaknya tertawa. Yang penting anaknya tak luka.
Si Bapak senang makan masakan Fukien. Koki dari kampong sana didatangkan. Senang makan steak tenderloin mentega, dagingnya impor dari Australia, berikut kokinya. Si Ibu senang masakan local. Si Bapak berbaju tradisional, si Ibu berpakaian ala Eropa dan Cina.
Anak anaknya sekolah di rumah. Guru berbagai bahasa yang native speaker didatangkan untuk mengajar dari Senin sampai Jumat. Bapak sama sekali tak bisa bahasa di luar bahasa Ibunya dan bahasa pergaulan local. Ibu dan anak anaknya bisa bahasa Inggeris, perancis, jerman dan Belanda. Kabarnya Ratu Monaco kagum pada keluarga ini karena semua pandai bahasa yang lazim dipakai di Eropa.
Keluarga ini mengalami masa jaya pada awal abad ke dua puluh. Saat itu belum ada Indonesia. Perdagangan, perkebunan, pabrik, dikuasai oleh keluarga ini. Separo kota Semarang adalah milik dia di zaman Hindia Belanda.
Di mana mereka sekarang? Harus sabar menelusuri. Penulis buku ini melakukan dua kali revisi dan menghasilkan dua buku untuk mencari kejelasan keturunan orang kaya itu. Isterinya satu, tetapi gundiknya banyak. Setiap gundik itu punya keturunan. Walau anak dari gundik, tetapi si orang kaya itu membagi harta kepada mereka. Intinya agar keturunannya tak sengsara hidupnya.
Dari cerita buku itu, si orang kaya pertama kali menikah justru dengan seorang putri bangsawan Jawa. Tetapi pernikahan tidak disetujui dua belah pihak. Benturan tradisi yang sama kuat membuat dua sejoli itu terpisah.
Anak si orang kaya mau menyerahkan intan berlian yang dibeli dari Puyi, kaisar terakhir Cina melalui lelang di Inggeris. Ia, jatuh hati pada ibu tirinya karena si ibu itu yang menolong bapaknya ketika kalah judi.
Sayangnya permata itu tak sempat diberikan keburu dirampok di New York. Tapi si anak bersyukur karena warisan orangtuanya masih tersimpan rapih di rumah putri bangsawan. Lalu dipindahkan ke hotel Tugu di Malang dirawat oleh keturunannya, termasuk salah satu lukisan si anak masih terpajang rapih di salah satu sudut di hotel itu.
Si orang kaya meninggal di apartemen yang sederhana di Singapore, jenazahnya dibawa ke Semarang dikubur di samping makam bapaknya. Suatu kali anaknya pernah bertanya ke bapaknya, kenapa tinggal di apartemen sederhana dan sempit. Kan kalau bapak mau, bisa beli rumah yang maha besar. Bapaknya hanya menjawab, saya sudah tua, tak perlu rumah besar, tak penting kemewahan, tak perlu lagi harta. “saya sudah senang dan bahagia tinggal di sini, tak ada lagi yang saya cari.” Tak berapa lama si Bapak, Raja Gula Asia menutup mata selamanya.
Anak itu mendadak teringat akan pepatah leluhur “Tak selamanya ada pesta.” Pepatah nenek moyangnya itu benar. “Pesta sudah selesai.” Raja gula Asia di zaman Hindia Belanda itu sudah berakhir, walau tetap menjadi catatan sejarah aneka warna kebudayaan di pra Indonesia dan Indonesia.
( Terima kasih buat sohib saya Han yang meminjami buku ini).
Bisnis Online
Siang itu pembeli datang, sudah pelanggan setahun di kios adji, pedagang online batik di Pekalongan. Pembeli itu menunjukkan layar HP ke adji. ” Yang ini ada, yang ini lagi kosong.” Kata Adji. “sebentar saya ambilkan barangnya. Silahkan duduk dulu” Lanjut Adji.
Pelanggan duduk di dingklik plastic, sementara Adji beranjak dari duduknya menuju ke rak ketiga dari tempat di mana dia duduk, matanya menelusur dari atas ke bawah, lalu menarik beberapa batik yang dipesan. “ berapa butuhnya.” Seolah meyakinkan kuantitas . lalu menghitung sesuai yang dibutuhkan pelanggan. “Ini barangnya”. Sambil menyerahkan barang. “sudah sesuai ya mas.”. Pelanggan memastikan barang yang dibeli sesuai, lalu menyerahkan uang dan transaksi selesai. Tak sampai lima menit proses transaksi. Selesai.
Ada transaksi langsung seperti cerita di atas, adapula transaksi tak langsung. Pembeli dan Adjie sudah kontak kontakan aplikasi komunikasi whatsapp atau telegram. Setelah deal, artinya barang yang diinginkan tersedia, harga cocok, lalu pembeli transfer sesuai harga sepakat, lalu barang dikirim barang setelah transferan (uang dari pembeli) masuk rekening adjie.
Salah satu pelanggan yang sering ke kios ini punya pelanggan tetap orang Malaysian dan Singapore. Bukan seorang tapi beberapa orang. Sudah lama berlangganan tetap dengan saya, katanya harga batik di Indonesia (jawa) jauh lebih murah disbanding di negaranya. Mereka senang.
Bisnis batik online sama seperti jualan barang melalui online. Memposting barang barang yang dijual, nomor kontak, biasanya dengan wa kemudian kalau ada yang bertanya bisa komunikasi melalui wa, orang di Pekalongan menyebutnya reseller. karena dia menjual barang dari pedagang batik yang menjual konvensional. Intinya dia turut membantu menjualkan barang pedagang kios itu.
“semula saya tidak mengerti sama sekali soal batik. Hanya ikut dengan kawan yang berdagang online, lama lama jadi ngerti.” Katanya sambil makan siang nasi ayam penyet dari warung seberang kiosnya.
“ikutan survey ke pembuat batik, pengumpul, memotret contoh barang yang dijual baju perempaun dan lelaki, anak-anak, celana pendek, aksesoris, taplak, alas pajangan dan lain sebagainya, intinya bahan baku batik.”
“itu awalnya saya mulai mengenal dan jualan batik, pengumpul batik, semacam agen pengumpul batik dari berbagai kampong sekitaran kota batik ini.”
“harga sudah dipatok, oleh pengumpul itu, lebih rendah dari harga pasar, selanjutnya terserah kita pinter-pinteran menjual dengan harga yang “pantes”.
Dari tidak mengerti batik, tidak mengerti bisnis, sekarang pelanggan Adjie di hampir semua kota di Indonesia, plus dari Singapura dan Malaysia.
Kata Adji, rahasia bisnis online harus tekun, Tak harus punya kios di pasar. Punya kios di pasar biar dibilang eksis di dunia nyata. Soalnya bisa berdagang dari rumah. Modal lainnya adalah kepercayaan, yakin dan semangat yang kuat. Namanya juga bisnis online.
Bu Solo
Ibu Solo itu duduk menunggu penjaja selesai dengan urusan jual-beli batik. Lama menunggu, tapi sabar menanti sampai urusan orang yang akan ditemuinya itu selesai. Sambil menunggu kami ngobrol.
"Ibu asal Solo?"
"Nggak, saya asal Pekalongan"
"Kok dipanggil ibu Solo". Penasaran atas julukannya. Sekitar kios batik di sini memanggilnya ibu Solo.
"Saya orang sini, tinggal si Solo."
"O suami orang Solo ya bu." Gaya menebak saja.
"Nggak. Suami juga orang sini, tapi kami sekeluarga tinggal di Solo."
Ibu itu dua kali datang dalam satu bulan ke kios ini dan beberapa kios di pasar ini dan pasar yang berbeda di kota Pekalongan. Ada dua tujuan berada di kota ini. Pertama, suplai barang produknya, kedua mobilisasi pembatik. Dua hal itu kelihatan sederhana, tetapi rencana itu mengandung rentetan kegiatan yang rada panjang dan njelimet.
"Kenapa nggak pakai online aja bu, kirim foto produknya, kalo setuju tinggal kirim, sekaligus kuantitasnya."
"Gak biasa pake online, apalagi ini produk baru, motif spesial, jadi mesti tatap muka baru puas."
"Gak ada waktu urus online, apalagi takut pas ada yang pesen ternyata stok udah habis. Nanti konsumen kecewa, malahan nama jadi rusak."
"Jadi saya datang bawa sampel, lalu menitipkan batik ke kios kios, kalau banyak yang minat tinggal kirim. jumlahnya cukuplah untuk mereka yang beli eceran dan kodian dalam limit dua minggu" Kalau pelanggan kios butuh jumlah kodian yang lebih banyak, tinggal kirim wa dengan foto dan informasinya, langsung kirim ke kios."
Ibu Solo tidak kontak langsung dengan konsumen. Dia asli pembuat batik. Selesai buat lalu jual kodian Beda dengan reseller yang juga banyak di Pekalongan. Reseller kontak lansung melalui media sosial, biasanya IG dan FB. Rasanya sih beda beda tipis.
"Anak dan keponakan saya jadi reseller. Dia foto stok batik jumlah dan jenisnya lalu jualan lewat IG dan FB. Mereka nggak ngurusin produksi wira wiri bikin canting dan pengrajin batik. Jadi banyak waktu konsentrasi jualan online."
Ibu Solo banyak habis waktu urusan dengan pembuat batik. Dia harus mengawasi buat canting cetak yang bagus supaya batiknya tampil beda. Tidak selalu baru sama sekali, hanya modifikasi dari motif yang lama. Kalau motif sudah pasaran, barulah membuat motif yang baru sama sekali. Lalu rekrut pembatiknya.
Teorinya sih gampang, tapi prakteknya susah, butuh waktu enerji, nego. Pembuat canting terbatas, demandnya tinggi, harga relatif naik turun dengan kisaran tak kontras. Butuh cepat harga lebih mahal, butuh pembatik berkualitas harga bakalan beda. Begitu kira kira hitung hitungannya. Semua batiknya dibuat di Pekalongan, lebih murah dibanding di Solo. Tetapi bahan kainnya dari Solo.
"Kain Mori di sini kualitas kurang baik ketimbang Solo. Ada beberapa jenis kain mori, tetapi umumnya lebih bagus di solo." Kata bu Solo.
"Tidak sulit kirim bahan, transportasi Solo-Pekalongan dan sebaliknya lancar. Yang sulit adalah kontrol kualitas. " Lanjut bu Solo.
Senang dengar penjelasan bu Solo. Dia optimis dengan bisnis batiknya. Pedagang dikordinir koperasi, yang masih percaya pasar atau kumpulan kios kios batik itu penting untuk menyerap wisatawan mampir Pekalongan.
"Semula hanya wisatawan biasa, belanja di kios, lalu tertarik bisnis batik di negaranya, akhirnya jadi pelanggan yang menguntungkan.". Makin lama makin banyak yang seperti itu.
Mungkin ada benarnya, Pekalongan makin nyata sebagai kota batik dunia.
Brebes
Setiap mampir Brebes, beli buah tangan khas kota itu.sepulang dari Pekalongan mampir dan beli yang khas. Masih sama seperti empat puluh tahun lalu. Telor asin. Kali ini telor asin bervariasi. Ada rasa bakar dan pindang. Semua enak!
NB:
Konon bawang merah Brebes juga terkenal.
Garang Asem
Di Wikipedia, Garang asem adalah makanan khas Jawa Tengah. Ayam yang dimasak menggunakan daun pisang dengan cita rasa dominan asam - pedas. Konon masakan ini berasal dari Grobogan, kemudian populer di Kudus. Lalu menyebar di beberapa kota antara lain Semarang, Demak, Kudus, Pati, dan Pekalongan.
Bukan hanya khas Jawa Tengah. Di beberapa warung dan rumah makan di kota-kota di Jawa Timur juga menyediakan Garang Asem. Pake embel embel khas. Satu kota dan lainnya punya khas masing masing. Lalu spesifik dengan menyebut masakan bu ini atau itu, pak ini atau itu. Kenyataannya masakan itu anekaragam. Apalagi bahan utamanya bukan saja ayam, tapi juga potongan daging sapi. Makin variasi.
Menggunakan cara pikir tipologi membuat harapan dan kenyataan bisa jauh berbeda. Angan angan mendapat sajian garang asem ayam yang dibungkus daun pisang seperti pepes encer, ternyata tersaji di meja makan mangkok dengan kuah hitam panas seperti rawon dengan potongan daging campur lemak.
Mana Garang Asem yang asli dan benar? Zaman intensitas kontak budaya yang cepat sulit membedakan asli atau bukan, benar atau salah. Tukar menukar resep berlangsung terus menerus, dari mulut ke mulut. Apalagi dengan hadirnya media sosial. Dalam sekejap kita tahu makanan khas di kota tertentu, mampir di warung ini itu. Komunikasi Wag tak henti menyarankan kalau mampir di kota ini makan di sini di situ.
Intinya tak ada yang asli, semua serba campuran. Lagi pula jadi tak penting cari yang asli, orisinil, toh cita rasa asam-pedas masih melekat pada masakan itu walau variasinya aneka ragam. Cari masakan asam-pedas, ya Garang Asem.
Hari Batik di museum batik tak pake batik
Kebetulan hari batik, kebetulan pula di kota batik pekalongan. Kebetulan pula peringatan hari museum. Serba kebetulan, yang memotifasi siang tadi kami ke museum " kapan lagi suasana peringatan hari museum, di kota batik, di hari batik" dalam hati.
Beruntung kurator museum langsung tanggap membimbing kami dari bahan kain mori yang anekaragam, canting kecil ujungnya seperti jarum pentul, canting besar semacam kuas, ada pula canting cetak dengan beragam variasi. Ada printing, Bukan batik, tapi motifnya dicetak fabrikan.
Batik itu dibagi dua, batik pedalaman, biasa dikenal batik keraton. Ada parang rusak, sido mukti, trumtum. Ada batik pesisir yang variasinya sangat dinamis demikian yang dijelaskan kurator. Lalu kami diajak tur ke ruang berikutnya. Ruang batik nusantara. Jangan salah, batik bukan saja dari Jawa. Makanya disebut Batik Nusantara, ada batik dari sumatra sampai ke papua yang motifnya berasal dari pengaruh etnik etnik dari interaksi karena perdagangan, persekutuan, perang, dan jenis kontak budaya lainnya.
Ruang terakhir adalah khusus batik pekalongan, katanya ada pola batik pesisir yang relatif sama dengan motif batik di pantura jawa. Pengaruh Cina kuat dalam motif dan warna. Pengaruh Jepang yang katanya menginspirasi motif pagi-sore dan tiga negeri. Konon motif itu diciptakan untuk membuat selembar kain bisa dipakai dua atau tiga penampilan.
Dari motif batik, daerah, etnik, di Indonesia memang tak pernah terisolasi dari dunia. Kontak kontak kebudayaan menciptakan variasi kebudayaan yang campuran, termasuk variasi motif batik. Museum adalah bukti nyata adanya keberagaman kata hilmar farid, motif batik adalah bukti nyata dari percampuran nilai, gaya hidup, kebudayaan. Maka datanglah ke museum batik, di situ kita akan belajar sejarah percampuran, keberagaman kebudayaan di Indonesia.
Curug Sawer
Namanya Curug Sawer. Air terjun setinggi tiga puluh meter adalah tempat wisata. Menurut cerita rakyat setempat, kawasan air terjun ini terkenal angker, magis dan mistis. Konon ceritanya ada pertapa sakti madraguna asal gunung Ciremai, Cirebon, bertapa di situ. Sampai beliau wafat. Jasadnya tidak ditemukan. Kabarnya berubah menjadi ular besar yang kasat mata. Tak ada yang mampu menemukan ular itu kalau bukan si ular yang sengaja mempertlihatkan diri.
Pertapa itu selalu mengadakan ritual saweran, memberi berkah pada sanak saudara dan handai taulan. Kata cerita itu air terjun dan sekitarnya angker menakutkan, sampai tak ada warga yang berani masuk wilayah itu. Sisi lain, masih dalam konteks cerita ada warga yang melakukan upacara persembahan untuk penunggu air terjun. Kata cerita itu, persembahan perlu dan penting. Jangan sampai penunggu melakukan tindakan “aneh.”
Intinya ada penunggu air terjun yang menyawer, sebagai imbalannya warga melaksanakan persembahan. Saweran atau sawer dalam literature Sunda artinya pengantin menabur beras, uang dan kunyit ke orang yang hadir, sebagai balasannya yang hadir memberi doa dan kebutuhan materi bagi pengantin dan orangtuanya.
Sawer menjadi kata yang digunakan secara luas. Penonton memberi uang kepada pemarin panggung, imbalannya pemain itu menunjukkan penampilan yang memuaskan penonton. Penari dan pemusik topeng menampilkan gaya mempesona dengan harapan penontonnya tak segan memberi uang.
Saweran bisa sama artinya dengan “patungan” untuk menjelaskan makan bersama, atau yang lainnya, yang prinsipnya tanggung bersama. Tidak bisa menyediakan tenaga untuk gotong royong bersihkan sampah dan parit di kampong artinya juga nyawer uang, Arti kata nyawer di dalamnya mengandung hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Antropolog banyak yang menggunakan perspektif timbal balik atau resiprositas untuk menjelaskan gejala sosial dan kebudayaan di masyarakat. Demikian pula fenomena ritual atau upacara persembahan di Curug Sawer, daerah wisata indah menawan di Situ Gunung, Sukabumi.
Ke dan dari Sukabumi: Macet!
Minibus itu dipaksa mundur, setelah berhadapan dengan bis besar dari arah berlawanan. Asisten Sopir alias kondektur turun menghalangi gerak maju minibus, menggerakan tangan pertanda agar kendaraan itu bergerak mundur. Entah sampai mana mundurnya. Yang pasti bis arah depan bergerak maju perlahan, minibus bergerak mundur. Kemacetan berangsur cair. Tapi kami yang di mobil, tetap mengumpat “Rasain." mengungkap kejengkelan atas ulah pengemudi egois.
Gaya mengemudi seperti sopir minibus itu bikin macet. Pasar tumpah juga bikin macet. Pusat keramaian, deretan kios dan toko, penjaja kakilima menggelar lapaknya menjorok ke jalan. Jalan menyempit, orang ramai lalu lalang nyeberang, kendaraan dari arah berlawanan menggunakan dua jalur, tambah lagi, angkot ngetem. Jalanan dipakai buat parkir sepeda motor parkir, sepeda motor selap selip di jalan padat depan pusat keramaian itu. Entah di mana petugas tertib lalu lintas, tertib pasar, tertib tertib lainnya.
Ada tiga sampai lima titik dengan kondisi seperti itu sepanjang jalan ke dan dari Sukabumi. Jadilah berangkat terjebak macet, pulang sama bahkan lebih macet lagi.
Dari tahun ke tahun kemacetan perjalanan dari Jakarta ke Sukabumi dan sebaliknya, sepertinya tak pernah berubah. Semoga tol Bocimi bisa cepat selesai seluruhnya. sungguhan sesuai namanya Bogor Ciawi Sukabumi. Jangan sampai berhenti hanya di Cigombong, yang identik seperempat jalan, lalu proyek pembangunan terbengkalai kehabisan dana.
Jembatan Gantung, Situ Gunung
Tujuan wisata kali ini adalah melihat jembatan gantung. Jembatan yang jadi popular, konon terpanjang se asia tenggara. Diresmikan oleh Pak Luhut Panjaitan, lalu menjadi tujuan wisata jarak dekat warga Jabodetabek. Paket wisata jembatan gantung itu ternya mengandung tiga tempat wisata. Jembatan gantung, air terjun dan danau. Bis harus parkir di tempat yang disediakan, semacam lapangan parkir. Pinggir lapangan itu tempat penjual makanan minuman.
Semua kendaraan tidak boleh masuk ke dalam kawasan kawasan wisata ini yang juga kawasan Taman Nasional Gede Pangrango. Dari situ wisatawan harus berjalan kaki ke jembatan, kemudian ke air terjun. Lokasi danau berada di sisi lain, dengan kata lain harus kembali ke tempat parkiran, lalu berjalan ke arah yang berbeda. Katanya perjalanan ke danau itu tak jauh. Soal jauh atau tidak, memang bergantung mengukur kemampuan rombongan yang cukup berumur, walaupun semangatnya tetap darah muda.
Buat mereka yang merasa tak mampu jalan kaki, para gojekers menawarkan keliling tiga tempat itu dengan sepeda motor, menawarkan jasanya di pintu masuk kawasan wisata. Sepertinya tidak ada harga mati menggunakan jasa angkutan sepeda motor menikmati tiga paket tujuan wisata. Patokan harga adalah tawar menawar gojekers dan yang mau memanfaatkan jasa itu.
Papan informasi cukup informative, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggeris. Jembatan gantung bahasa Inggerisnya Suspension Bridge. Tadinya saya pikir Hang Bridge. Soalnya “Jembatan is bridge, Gantung is hang.” Rupanya banyak juga wisatawan asing (pengguna bahasa Inggeris) yang datang ke lokasi wisata ini. Begitu ceritanya.
Rugi kalau melewati jembatan itu tanpa berfoto. setelah foto foto selfi, saling foto, khusus minta difoto orang lain yang berpapasan, bergaya eksotis, berpikir pasti belum dipraktekan orang lain berfoto di tengah jembatan, dengan background ngarai, pohon hijau nun jauh di bawah, di kiri kanan. Duduk, berdiri, berjajar, tiduran di jembatan lalu foto, entah berfoto seperti ini maksudnya apa? Mau menunjukkan keberanian lewat jembatan gantung yang membentang ujung satu dengan ujung lain menghubungkan dua bukit, tanpa penyanggah di bawahnya yang berupa dasar jurang yang dalam.
Cerita jembatan gantung ini hanya dua, keindahan dan kengerian. Indah.Memang indah berjalan di jembatan yang panjangnya dua ratus lima puluh meter, tingginya seratus lima puluh meter. "Pantes ujung sana kecil banget. Ujung bawah apalagi, gak keliatan. Ketutupan pohon." Sambil mengingat kata petugas informasi tentang jembatan di pintu masuk. Panjang tanpa penyangga. Berjalan di jembatan, kadang bergoyang karena derap langkah terburu buru, tapi rasanya jembatan itu kokoh. Lalu berdiri di tengah, melihat kanan kiri bawah sambil menikmati pemandangan dan sejuknya angin semilir.
Ngeri? Ya ngeri. Makanya ketua rombongan selalu bilang, jangan lihat ke bawah. Triknya jalan terus, mata menatap ke depan. Ini satu satunya cara supaya kami yang lewat jempatan tidak kecil hati. Lalu “gak liat apa apa dong kalo Cuma jalan liat depan?” Anggota rombongan sepertinya menikmati saja wisata “ngeri ngeri sedap ini.”
Malioboro
“mas lagi bikin tugas sekolah?” . Menelurusuri jalan Malioboro yang panjang berpapasan dengan rombongan anak muda sedang motret para pedagang kaki lima.
“nggak mas, iseng aja motret di sekitar malioboro.” Beberapa dari rombongan itu nyebrang jalan dan motret saat kamu ngobrol. Saya melirik mereka memotret kami di depan hotel yang cukup besar di jalan itu. Motret kami dari jarak agak jauh. Mungkin sekalian “menangkap” suasana di situ.
Beberapa hari sebelumnya saya bertemu dengan rombongan pemotret. Mereka sedang membuat filem sekaligus membuat foto. Anak muda kreatif membuat filem dokumentasi tentang Malioboro. Satu orang yang kelihatan jadi sutradaranya membuka lembar demi lembar skrip satu bundle kertas yang cukup tebal. “foto bangunan itu dari sebelah sini”. Katanya kepada pemotret. “foto pedagang dan pembeli yang sedang tawar menawar.” Lanjutnya. Seperti apa nantinya dokumentasi yang mereka buat. Semoga saja proyek buat filem dokumentasi bagus.
Melangkah lagi meninggalkan rombongan itu. Capek. Duduk di angkringan depan pasar Bringharjo. Pas dua lelaki pengamen menyanyi “sepanjang jalan kenangan” lagu lama tapi masih enak di dengar. Suara bagus, main gitarnya biasa saja. “kami bukan asli Yogyakarta. Saya asal Boyolali, kawan saya orang Wonosobo.” Ketemu di Yogyakarta, di tempat tinggalnya yang tak terlalu jauh, di selatan Keraton. Lepas menyanyi, dua orang itu ikutan duduk di angkringan sambil ngobrol. Minta izin memasang fotonya di media social facebook. “oke mas. Nggak apa apa kok, biasa foto kami dipajang di Medsos.”
Selain angkringan, juga ada penjual pecel, gudeg dan aneka minuman dekat situ, persis di regol pasar Bringharjo. Antisipasi pedagang itu handal. Menyediakan makanan untuk para wisatawan sepulang dari belanja batik di pasar itu. Bringharjo bukan saja menjual batik. Di bagian dalam ada bermacam perabotan rumah tangga, kompor, tungku tradisional, yang dijual. Di sisi lainnya juga ada bahan jamu, seperti temu lawak, jamu “paitan” jamu yang pahitnya minta ampun.
Keluar dari pasar, melalui jalan samping, menelusuri daerah Pecinan. Sayang masih kenyang, di situ ada bakmi ayam. Katanya cukup dikenal di sekitaran Malioboro. “kemarin saya lewat sini kok tutup koh.” Sambil lalu bertanya ke pemilik warung bakmi itu. Isterinya dari dalam yang menjawab katanya mereka sedang liburan ke Jawa Timur ke rumah saudara saudaranya di sana. Pemilik itu juga menjelaskan kalau mau motret harusnya datang Selasa Wage. “Di sini toko, warung semua tutup, tidak boleh ada kendaraan lewat, kecuali bis angkutan umum. Hari itu biasanya ada atraksi barongsay, dan atraksi lainnya. Bagus untuk foto.” Demikian penjelasan suami isteri yang berebut cerita.
Yogya bukan saja Malioboro, apalagi beberapa tahun terakhir. Pemerintah Daerah membuka spot spot wisata di luar kota. Bantul misalnya, ada Teletabis, mangunan , ada jeep tour merapi di Sleman, aneka kuliner. Bisa jadi contoh daerah lain. Tidak berenti pada daerah wisata yang itu itu saja. Namun, seperti di awal cerita, Malioboro tak akan pernah habis jadi bahan cerita dan gambar. Jalan jalan santai di sepanjang jalan itu, pasti ada saja oleh oleh bahan cerita.
#browisataJogya
Pernak pernik Jogya
Seolah tak pernah habis pernak pernik cerita tentang malioboro. Jalan dari ujung stasiun sampai ujung benteng Vredeburg tak pernah kering bahan cerita. Pedagang pakaian, aksoris, makanan-minuman, angkringan, delman, beca, toko, resto, hotel, apa saja di situ bisa jadi bahan cerita. Bukan cuma itu, bisa pula jadi bahan foto.
Malioboro, bagaimana detil sejarahnya, saya mesti cari data dan informasinya. Sementara bolehlah memuat sejarah umum dan popular kalau perlu untuk menambah wawasan. Sebenarnya cerita tentang jalan legendaris ini lebih pada pengalaman jalan diisitu dan apa yang saya liat sewaktu jalan jalan di situ
Mulai dari stasiun Tugu. Cerita tentang stasiun ini, apalagi sejarahnya, kental dengan sejarah hindia belanda dan pergerakan kemerdekaan. Lupakan sejenak cerita masa lalu stasiun itu. Lumayan bersih, rapi ada toko oleh2 restoran. Loket tiket beda gedung. Pelayanan informatif, ramah, tak bertele tele. Ada cafe, tempat tongkrongan yang enak, pemandangan kereta lewat kadang jadi sesuatu yang menarik.
Menusuri jalan,, liat kiri kanan,kadang harus menyeberang, misalnya, tak puas melinat bekas hotel garuda, lalu nyeberang. Memandangi dari dekat hotel yang sekarang bernama Hotel Grand Inna Malioboro.
Bukan hotel sembarang hotel. Ini situ sejarah. Bangunan ini pernah menjadi bagian dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Zaman revolusi fisik, hotel di Jalan Malioboro ini pernah menjadi markasnya Jenderal Sudirman dalam menggerakan pasukan mempertahankan kemerdekaan.
(Bersambung)
#browisataJogya
Semarselonjor
Sejak sarapan pagi WAG “Tour PL77 ke Jateng”, hp berbunyi terus menerus. Ting...ting...ting sudah dipenuhi berita pemesanan gudeg. Hampir semua anggota rombongan pesan. Masakan buah nangka muda yang diberi bumbu bersantan ini popular buat oleh oleh dari Yogyakarta.
Bermacam macam pesanannya, intinya paket “gudeg, krecek, ayam dan telor, harga harga enampuluh ribu satu besek, wadah segi empat dari anyaman bambu. “last order” jam Sembilan pagi. Pesanan sudah oke, telepon warung gudek, pesan. Sebelum check out, semua gudeg sudah masuk bis. Berangkat arah tengah kota.
Hari terakhir di yogya, agendanya beli oleh oleh. Tak cukup gudeg. Mampir bakpia pathok. Ini katanya khas Jogyakarta dan bakpia yang tradisional. Orisinil, Asli. Bakpia yang lain, sudah modifikasi campuran adonan berbagai daerah dan disesuaikan dengan rasa milenial. Kabarnya rasa aneka makanan di Yogyakarta makin menyesuaikan selera "pasar".
“Masih ada waktu sebelum ke kantor wagub.” Kata panitia. Mampir warung kopi. Pesanan pun beragam. Kopi tubruk, kopi jahe, es kopi. Untung tak terlalu lama pesanan sudah ada di meja. Sebentar ngobrol dan seruput kopi, lalu,
“bros. ayo brangkat sudah waktunya janji ketemu dengan Wagub.” Kata pimpinan rombongan kunjungan ke rumah Wagub. Kantor Wagub memang tak jauh dari warung kopi. tapi was was dengan padat dan macetnya lalu lintas yogya. “Lebih cepat tiba lebih baik.”
Tak sampai setengah jam sudah berada di kantor Wakil Gubernur DIY Paku Alam X. Di sediakan tempat di ruang tunggu samping bangsal besar. Bersalaman memperkenalkan diri. Duduk sikap sempurna, beberapa saat kemudian, suasana cair obrolan layaknya kawan sebaya, sikap duduk pun rileks. Lebih satu jam cerita saling cerita. Antarcerita diimbuhi mbanyol. Ketawa, lalu foto bersama sebelumn pamitan, Lega rasanya bisa ketemu Wakil Gubernur DIY yang juga raja dalam suasana akrab.
“makan ayo makan siang,” Kue suguhan Gusti Wagub rupanya nggak "nendang". Suguhan ayam kampung, ikan gurame goreng, gado gado, semua ludes. Mampir dulu di Bakpia Kurnia Sari dan kukus, lalu wuss bis melaju menuju arah pulang.
Ke Jakarta aku kan kembaliiiii
Walaupun apa yang kan terjadi
(Koes Plus). Foto : Davy Ratu
Bernazar atawa Kaul
Kaul, bernazar, memberi makanan kepada orang orang di jalan yang ditemuinya adalah ritual dalam bentuknya yang sederhama.
"Dua puluh bungkus. Hanya mampu segitu."
Sebagian dibawanya sebagian lainnya dibawa temen temennya. Melewati jalan sempit, keluar dari kos, tempatnya ia menetap, mulai membagikan. Nasi bungkus dengan lauk pauk tahu tempe ikan sayur seadanya yang ia pesan dari ibu kost yang pandai masak.
Melewati tempat kami duduk menggerombol, ia memberi kepada dua orang ibu. Yang satu penjual aksesoris, sandal dan sepatu karet. Satu lagi kepada ibu yang jaga angkringan yang nempel tembok rumah di lorong atau gang di belakang jalan Malioboro Yogyakarta. Langsung diterima nasi bungkus itu dan mendoakan perempuan itu. Lalu buka nasi bungkus dimakan di diingklik yang diperlakukan seperti meja makan. Sementara perempuan itu berjalan menyusuri gang sambil memberi nazarnya kepada orang orang di situ.
"Di sini biasa mas. Namanya Kaul." Kata ibu pemilik angkringan. Mereka itu baru keterima jadi mahasiswa perguruan tinggi. Cita citanya tercapai, makanya memberi makanan kepada orang lain."
Banyak cara menjalankan kaul atau nazar. Ada yang mengdakan selamatan, mengundang kerabat, tetangga handai taulan doa bersama menutup dengan makan bareng. Ada juga membawa makanan ke panti asuhan, membagi kebahagiaan bersama anak anak yatim piatu. Ritual itu bisa sederhana bisa makin lama makin kompleks.
Prinsipnya, Kaul adalah janji. Saat ia berjanji, ia dalam hati akan menepati. Perempuan itu pastinya belajar, cara yang paling logis untuk lolos ujian dan diterima di perguruan tinggi. Belajar saja tidak cukup, ada banyak faktor keberuntungan dan kemalangan dalam hidup. Masuk perguruan tinggi orang selain belajar juga berdoa, kadang puasa, mutih, mohon dijauhkan dari gangguan, mara bahaya, penyakit, dan lainnya yang tak terduga yang menghalangi lolos ujian.
"Bagaimana kalau pas hari H sakit, bagaimana kalau pas hari H mendadak...."
ibu pemilik angkringan itu menjelaskan soal teori keyakinan dan kepercayaan. Sistem religi dalam bentuknya yang gaib spiritual. Peristiwa yang terjadi di luar kemampuan nalar manusia. Karena itu ketidakpastian dalam fase fase hidup itu memerlukan ritual untuk memastikan tidak ada halangan, lebih dari itu, yakni melegakan sendi psikologis seseorang. Ketika lolos, maka ia wajib mengucap syukur melaksanakan janjinya. Mengeluarkan enerji materi dan tenaga secara ekonomi mungkin membebani, tetapi sikap itu melegakan. ia mendapat yang dimaui, lalu memberi apa yang dia punya, membagi rezekinya kepada orang lain.
Barangkali perempuan yang kaul itu bersikap menyerahkan diri pada kekuatan yang menciptakannya daripada menggunakan menggunakan kekuatan supranatural untuk memaksa kehendaknya berbuat apa yang diinginkan. Iya akan mensyukuri bilamana keinginannya tercapai, seperti yang dialaminya. Bilamana tidak, sikapnya yang berpasrah, menyerahkan diri kepada yang pencipta, barangkali akan membebaskannya dari tekanan emosional. Selamat menjadi mahasiswi. Masih panjang perjalanan.
PL Plesir
Kelahiran akhir tahun 50an, masuk sma PL brawijaya pertengahan 70an, tamat sma tahun 1977.
Semasa SMA pakaian tidak ada seragam, kecuali senin pakaian putih-putih, Sabtu, baju batik celana putih. Satu kelas 30-40 orang. Setiap kelas ada denah susunan bangku dari kiri ke kanan, depan ke belakang, lengkap dengan nama penghuni bangku itu. Konon supaya mudah memanggil dan menghafal murid di setiap kelas. Mungkin juga, supaya gampang menandai murid bandel.
Pintu gerbang sekolah terbuka lebar. Tapi nggak ada yang "ngabur". Nggak tahu kenapa begitu. Datang pagi sekali bukan berarti rajin. Kebanyakan nyocokin tugas rumah ke kawan yang paling pinter.
Banyak lagi cerita masa itu. Guru olahraga yang bekas pegulat. Sekali piting gak berkutik. Guru bahasa Inggeris yang mewajibkan mengerti cerita seribu satu malam. Buang air kecil sambil clingukan sejauh mata memandang, dan lupa lagi detilnya.
Setelah puluhan tahun, hasilnya seperti yang terlihat di foto ini. Sayangnya hanya sebagian kecil yang bisa ikut plesiran kali ini. Separo sudah pulang jakarta, jadi hanya segitu yang nampak difoto. Tapi masih tetep kereeen kan (terima kasih Andri Rahendrawan)
UGM
Sejak sore hingga malam, acara seni tari, lagu, musik, mengisi suka cita temu kerabat antropologi di FIB UGM, 23-26Juli 2019
Sejak sore hingga malam, acara seni tari, lagu, musik, mengisi suka cita temu kerabat antropologi di FIB UGM, 23-26Juli 2019
Banyak Jalan menuju Roma
Banyak jalan menuju Roma. Bermacam cara membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan. Itu yang dilakukan oleh penjual gudeg yogya yang terkenal seantero Nusantara.
Tidak ujug ujug langsung terkenal. Berita kelezatan masakan gudeg, kerecek dan kawan kawannya mulai dari mulut ke mulut. Tersebar berita itu laksana kilat. Sampai rasanya kurang "marem" ke jogya tanpa mencicip gudeg terkenal itu.
Iklan melalui billboard ada setiap sudut kota. Iklan berjalan, seperti kaos bertulis merek dagang lengkap dengan alamatnya dikenakan tukang becak bertebar di mana mana.
"Silahkan foto mas" kata tukang becak itu sambil menyodorkan punggungnya. "Memang ini gunanya pake kaos dengan tulisan di bagian punggung."
"Mari saya antar, tidak jauh dari sini." Sambungnya. Siapa tahu turis seperti saya minat gudeg.
Konon kabarnya cita rasa gudeg terkenal itu khas tradisional daerah sini. Manis. Manis banget. Kalau tidak suka yang kelewat manis. Jangan khawatir, Jogya menyediakan Gudeg khas dengan selera yang beda beda.
"kalau mau yang lain, yang berbeda cita rasa, ada juga yang terkenal. Saya bisa antar kalau berminat." lagi lagi tukang becak itu cepat tanggap.
Yang manis sekali sampai manis secukupnya ada di jogya. Turis tinggal pilih seleranya. Kalau sama sekali tidak suka manis, bisa pilih paket krecek sedikit gudeg lengkap dengan ayam dan telur. Tukang becak bisa antar maunya turis yang sesuai seleranya.
Jangan salah tanggap, iklan berjalan bukan cuma warung gudeg. Berjualan batik, kaos, restoran, warung apa saja dipromosikan dengan pedoman mulut ke mulut, diikuti dengan iklan berjalan. Prinsip membujuk konsumen gaya ini seperti tak lekang panas tak basah karena hujan. Prinsip adu kreatif memberitahu khalayak ramai terus menerus bergerak. Kalau itu yang terjadi, yakinlah tahun tahun mendatang akan ada cara menjual barang dan jasa. Sungguh pepatah "banyak jalan menuju Roma." bukan hal yang mustahil.
Candi Cetho
Candi Cetho, di kaki gunung Lawu. Gunung yang sendiri tegak dibanding gunung gunung lain di jawa yang berdampingan. Gunung yang sendirian dikenal mistis. Menjadikan pikiran melayang mengingat Ko Ping Ho pengarang cerita silat yang sering menyebut tulisannya atau kisahnya dibuat di kaki gunung Lawu.
Konon kaki gunung yang beraroma mistis di ketinggian seribu lima ratus meter dibangun tempat pemujaan di masa akhir Majapahit. Disebut di situ kuatnya pengaruh Hindu, tapi tak nampak dewa dewa hindu di runtuhan candi itu. Kabarnya karena runtuh tak tersisa. Bahasa kerennya masih terus melakukan investigasi rekonstruksi kegiatan ritual apa yang terjadi ratusan tahun lalu.
Tempatnya yang tinggi, perlu kendaraan khusus, menanjak dan menurun curam, entah berapa lama dan jauh dari pangkalan kami di kota Solo. Tidur bangun tidur bangun tak sampai sampai, malahan berhenti tukar kendaraan lebih kecil, di wilayah kebun Karet muda usia lima tahunan. Beberapa dari anggota rombongan menyerbu pondok buat buang air kecil. Khawatir jalan tanjakan bikin beser berkelanjutan
Jalan berliku menanjak lagi. "Kok gak sampe sampe sih." Kagum dengan kemampuan bis mini, tancap gas terus." Sampai tempat yang dituju. Semua berbaris masuk satu satu melewati penjaga pos. Dia komat kamit menghitung rombongan. Antri ambil kain poleng kotak kotak hitam putih.
Pengunjung harus pakai kain poleng. Tentu untuk menunjukkan bahwa tak sembarang orang boleh masuk. Ada aturannya. Kalau mau masuk, jiwa raga harus disucikan melalui kain poleng itu. Kalau di Bali, kain itu lambang suci. Pengaruh Hindu Bali ada dalam proses pembentukan tempat ibadah di situs candi ini.
Samar samar dengar, perempuan haid tidak boleh masuk pelataran candi cetho. Tidak tahu kenapa demikian. Mungkin ini jadi perdebatan, apakah konsepsi Hindu menganggap perempuan yang sedang keluar darah kotor sama dengan tidak suci, ataukah ini nilai Jawa atau nilai lainnya yang memberi warna atas suci dan profannya tempat ibadah itu. Pertanyaan menarik untuk mendalami. Yang jelas ada lambang lingga dan yoni di pintu gerbang kawasan peribadatan.
"Kalau sedang acara ibadah, sejak dari parkiran sudah tercium bau dupa asap kemenyan."
Selain jadi tujuan wisata, juga buat ibadah Hindu dan Kejawen. Sepertinya banyak orang senang berada di sini untuk semedi, merenung, mengasingkan diri dari keramaian. Ada yang bilang tempat ideal untuk menahan hawa napsu, mencari ketenangan bathin.
Berjenjang dari pintu gerbang sampai di pucuknya. Makin tinggi makin suci. Makin ke hulu makin murni. Makin tak ternoda. Cetho tempat ibadah dan pemujaan yang bercampur dengan pesona wisata. Menikmati tempat sambil berfoto diri. Rombongan yang secara terencana memakai pakaian tradisional Jawa, lurik dan blangkon itu sengaja buat album foto kenangan berlatar belakang Candi Cetho.
Ke Solo naik Kereta Ekspress
Sekarang memang zamannya sana sini naik kereta. Jogya Solo cuma sajam. Duduk rileks, jajanan klitikan kopi dan teh tersedia. Diijajakan petugas yang mondar mandir satu gerbong ke berikutnya, Tinggal minta yang dimau dan bayar.
Untung dapet hotel seberang stasiun. Naik becak, sebentar saja. Daripada seret koper cukup berat bikin males. Turun seberang stasiun, lalu nyebrang sambil seret koper beroda, pastinya tengok kiri kanan sebelumnya.
Stasiun Tugu sudah penuh manusia. "Hari ini Jumat mas kereta full. Apalagi yang tiket murah." Betul kata pak petugas itu. Tadi pagi antri tiket solo utk kreta paling murah. Tak kebagian.
Akhirnya dapet kreta dengan judul Joglosemarkerto. Jogya semarang lewat surokerto alias solo. ac, kursi tegak tak reklaining. Lumayan. Hanya satu jam tak perlu kursi yang terlalu rileks bisa bablas sampe stasiun Tawang, semarang.
Joglosemarkerto, kereta dari jogya tujuan semarang tawang berangkat 19.55. Perkiraan tiba di solo 21.02. Solo I am coming!!
Sepanjang jalan kenangan
Sepanjang jalan kenangan kita slalu bergandeng tangan....album lama, rasa baru bersama musisi jalanan Bringhardjo. Dua orang pengamen menyanyikan lagu lama, seolah menanti kami yang pesan kopi hitam pahit panas di angkringan depan pasar Bringharjo.
Photo credit: Haswinar Arifin
Kondangan
Sabtu minggu lalu hadir acara akad dan resepsi nikah anak perempuan sahabat kami. Kami biasa panggil sahabat kami itu Belis dan Nces. Nama yang rada aneh, tetapi ya begitulah panggilan dalam pergaulan teman sebaya. Aneh tapi nyata.
Acara sederhana, yang diundang hanya kalangan kerabat dekat. Kami masuk kategori kerabat sepermainan. Tidak glamour, tapi tetap indah. Acaranya, suasana, musik dan cuaca cerah yang mendukung. Bunga yang serba putih, tidak berlebihan tapi pas mengatur di mana bunga bunga itu harus ada.
Kalau hanya tinjauannnya ilmu hayat, bunga identik dengan alat reproduksi seksual pada tumbuhan (yang berbunga). Di situ ada benang sari dan putik sebagai alat reproduksi.
Tapi maksud yang terkandung pada bunga bukan cuma itu, apalagi kalau dimaknai secara budaya. Istilah "katakan dengan bunga". Ungkapkan isi hati tanpa berkata kata, hanya memberi bunga bisa cerita sejuta makna.
Konon katakan dengan bunga itu sudah ada pada kebudayaan Mesir kuno, dua ribu tahun lalu. Dengan teratai putih bangsa Mesir menunjukkan kesucian bangsanya. Indonesia mengungkapkan mawar merah dan melati putih menyimbolkan berani dan suci. Kesebelasan sepakbola Uni Sovyet membawa bunga membuat media Inggeris memberi nilai positif dan simpati pada Sovyet saat "perang dingin". Belanda memamerkan musim bunga tulip menjadi ikon negaranya sekaligus untuk menarik wisatawan.
Sama halnya menghias bunga di pagar dan taman, meja dan kursi, gedung dan ruangan pada peristiwa pernikahan agar suasana hangat, akrab, indah, sejuk dipandang, menawan, menunjukkan peristiwa khusus, tidak seperti biasa, ini luar biasa, bukan sehari hari, tapi hari yang istimewa. Bahkan menghias bunga di mobil pengantin adalah bagian dari peristiwa yang spesial. Sekali seumur hidup. Boleh jadi bagi yang punya hajat, bunga bunga itu membawa pesan cinta, suci dan sakral.
Katakan dengan bunga sungguh punya pengaruh besar, memberi imej suasana persahabatan dan cinta. Seperti yang saya lihat pada hajatan nikah anak perempuan sahabat kami di Bandung minggu lalu.
Jakarta-Bandung-Jakarta: ceritanya dominan macet
Prediksi, proyeksi soal macet tidak selalu benar. Segala kalkulasi dari orang ber pengalaman handal ternyata keliru. Dari dan ke Bandung, selalu was was dengan kemacetan yang berjam jam.
Perkiraan macet di Tol Karawang-Bekasi, lalu pilih jalan alternatif lewat Ciranjang, Jonggol, Cileungsi. Malahan makan waktu lebih lama. Apalagi nyopir harus ekstra hati-hati. Banyak truk besar muatan berat, jalan tak mulus, penerangan terbatas.
Mulai keluar pintu Tol Padalarang sudah padat merayap. Kirain hanya karena ada mall besar dan pasar di situ, ternyata setelah melewati, tetap macet. Masuk daerah gunung kapur, harus jalan melambat, truk depan kami lelet jalannya. Mau mendahului, kendaraan arah dari depan bererot. Sabar sampai dapat kesempatan nyalip. Barangkali satu jam harus dengan kecepatan tak lebih dari 20km per jam.
Menjelang jembatan Raja Mandala, semua kendaraan kecil, susul menyusul kecepatan tinggi. Kembali padat merayap di Ciranjang. Istirahat sebentar, sambil nunggu mobil kawan isi bahan bakar.
"Bagusnya lewat Jonggol atau Puncak? Katanya agak longgar lewat situ. Tapi...ehm takutnya pas di atas sana macet total. Gimana?"
Lalu, sepakat terus lewat Jonggol. Jalan lebar, dibanding belasan tahun yang lewat. Hanya banyak sekali truk yang harus dilewati.
Mau cari makan, restoran sudah banyak yang tutup. Ada warung warung kecil sepanjang jalan, tapi tak selera. "Itu itu aja makanannya. Pecel lele." Telpon telponan dengan mobil lain. "Langsung balik aja, udah kemaleman mau makan."
Akhirnya sampe rumah jam 10an malam, sebelumnya beli burger drive through, seorang kawan turun di situ, melanjutan naik gojek ke rumahnya yang tak jauh dari mall Cibubur.
Harus lebih banyak buat jalan tol, supaya lebih rileks perjalanan jarak jauh. Capek, tinggal minggir rest area, sambil menyelesaikan hajat yang lain. Makan dan buang air kecil (dan besar).
Dari Situ Bagendit ke Bandung
Adi, bujangan itu berani keluar dari kampungnya di sekitaran danau Situ Bagendit, Garut. Keleleran tak tentu arah, tak lagi mau sekolah, memutuskan merantau ke Bandung. Tak ada sanak saudara atau cantolan di ibukota JawaBarat itu. Ke sana kemari, ikut kenek bis, ikut kerja cuci angkot di cicaheum. Ikut temannya ke dago yang jualan pakaian kakilima dan keluar masuk kampung jual kreditan barang kelontong. Ikut jaga restoran, ikut bantu "pak tua" mengatur kendaraan yang datang ke resto. Akhirnya menggantikan pak yang sepuh menjadi juru parkir.
Itu tahun 80an. Tahun pahit buat Adi. Tak punya uang buat kontrak rumah, hanya tidur di resto, skaligus jaga malam. Tapi dilakoni juga pekerjaan itu. Ia sadar, skil nihil, pengetahuan sebatas calistung, hanya kemauan yang dia punya. "Malu ah kalo balik kampung lagi."
Lebih tigapuluh tahun kemudian, dia punya rumah kontrakan, punya empat anak dan tiga cucu. Semua tinggal di Garut, kecuali tiga anaknya. profesi tukang cukur, satu di bandung, dua di jakarta.
"Saya beruntung, anak anak semua sudah punya penghasilan, mantu mantu juga usaha."
Dua minggu sekali pulang ke Garut. Dulu repot, sekarang lebih enak, asal tak banjir jalan pabrik Bandung-Rancaekek. "Garut sih deket." Garut juga daerah penghasil tukang cukur handal.
"Coba pak tanya saja, tukang cukur di jakarta, kebanyakan orang Garut. Orang dari kampung saya."
"Saya nyimpang sendiri. Tak jadi tukang cukur. Pengen merantau. Tadinya mau yang jauh jauh, tapi gak berani."
"Biar deket kan Bandung." Sambungnya. Katanya semua orang merantau ke Bandung. Jadi saya bangga juga bisa bertahan hidup di usia 60 tahun di Bandung.
Sungguh Bandung lautan harapan!!
Bekasi-Kerawang
Cibarusah sama maknanya dengan menghindar macet dari Bekasi ke Cikarang. Beberapa hari lalu, kawan kasih tau kalau padat merayap dari Bekasi ke Karawang, mending ambil alternatif jalan lewat Cileungsi, belok kiri jalan raya Cibarusah, ikuti jalan itu saja, nanti bakalan ketemu pintu tol Cikarang Barat.
"Rumah lo kan di Cibubur, mending lewat sana" sambil menyebut Cileungsi sanaan lagi udah sampe tempat yang disebut.
Iya bener juga temen gw itu. Lewat sini jalanan lancar. Skali skali nyalip truk truk peti kemas yang jalan lelet. Agak melambat karena pas istirahat buruh pabrik yang berkerumun di pinggiran jalan belanja di kalilima. Jalan bagus, aspal dan licin, sedikit agak gelombang, selebihnya lancar.
Istirahat makan di rest area, isi bahan bakar, tancap lagi. Berhenti lagi di rest area berikutnya. Sopir dan wakil sopir ngantuk, beli cemilan. Lanjut. Tapi yang dasarnya ngantuk, wakil sopir slonjor tidur. Tapi lama karena sudah masuk pintu Tol Cimahi-Padalarang.
"Gak lama lagi nyampe."
Dalam tempo 4jam udah nyampe Bandung. Eh nyampe Pasteur. Soalnya dari situ masuk kota makan waktu. Lambat karena lampu trafik lama warna merah, sebentar banget warna hijau. Akhirnya toh nyampe di TIZI. Kalo zaman dulu di ujungnya Dago, kalo zaman sekarang masih banyak tempat kongkow di atas sana.
Selamat datang di Kota Bandung
Lebih Tengah dari Tengah
Tak disangka bahwa jalan kenari jadi rebutan pihak swasta dan pemkot surabaya. Tahun 60an, tempat tinggal dan bermain saya. Samar samar ingatan peristiwa demi peristiwa. Biasanya sore hari jalan jalan ke daerah genteng kali, sampai ke pasar, kemudian memutar melewati jalan utama sampai tunjungan.
Tetangga depan rumah, punya pohon kedondong. Pohonnya tinggi, buahnya banyak. Sampai bosan makan rujak kedondong. Pagi berangkat sekolah di seberang Kali (daerah Genteng pinggir sungai/kanal), naik becak langganan yang sudah menunggu depan rumah. Lupa nama pengemudinya.
Ujung jalan ada warung, jualan pisang goreng dan es campur. Rasanya paling enak sedunia. Warung itu milik orang Madura. Isterinya jualan, suaminya tukang parkir. Dekat situ, seberang jalan, tetangga kami punya pohon Kersyen, buahnya merah, manis. Kalau tak salah keluarga Minahasa. Kami sering main ke sana di sore hari. Beli pakaian di toko Sentral, atau toko Nam, atau toko toko di pasar Tunjungan (waktu itu seingat saya disebut pasar, ada lorong dan kios tempat berjualan). Adapula toko besar segala ada seperti Siola (sampai sekarang masih ada, hanya berubah fungsi jadi museum).
Jalan jalan kota Surabaya, pasti naik becak. Makan lontong balap dan tahu tek tek di depan bioskop Arjuna di embong malang. Makan soto! Di hampir semua warung madura jualan soto. Tinggal pilih. Rasanya relatif sama. Sama enaknya. Lalu rawon pun demikian.
Sampai tahun 70an, setelah kami pindah Jakarta,. Masih beberapa kali ke surabaya. Menginap di rumah jalan Kenari yang kala itu sudah ditempati oleh om dan tante saya. Jalan jalan, dengan mobil, keliling Surabaya, dari Wonokromo sampai Tugu Pahlawan, dari pantai Kenjeran sampai Kebun Binatang.
Puluhan tahun kemudian, Surabaya berubah. Makin meluas, penduduk makin banyak, barangkali sudah tidak kelihatan batasan dengan kota penyangga seperti Sidoarjo, Gresik, Mojokerto.
Jalan jalan sekitar Kenari, pasar genteng, embong malang, dalam lingkaran yang lebih luas, Kaliasin (tempat lahirnya Super Grup Rock AKA), Blauran, Gubeng, Darmo, bahkan Ngagel di ujung yang satu dan Perak (kompleks Pangkalan Angkatan Laut) di ujung lainnya terasa dekat. Baru menyadari jalan Kenari itu ada di tengah kota. Tidak mengherankan menjadi rebutan Pemkot dan pihak swasta.
Kuteringat masa yang telah lalu
s'ribu insan, s'ribu hari
berpadu satu (potongan dari lagu Surabaya, Titik Hamzah Dara Puspita)
Permen merek New York
Yang pernah ke New York, pasti mampir di toko permen ini. Kekuatan caption ini ada pada foto
Drink better live better
Di kaosnya tertulis, "Drink better live better". Sarapannya gorengan dengan teh anget manis. Selingannya cat stang becak. "gonta ganti warna mas, daripada duduk ngelamun". Sehari-hari becak dayungnya mangkal depan gereja GKI jalan Bromo-Kawi.
Seperti tulisan di kaosnya, Pak Roso, asal wonosari jawatengah, adu nasib di kota Malang sejak 40tahun lalu, masih bujangan, menjaja bakso keliling, mangkal, jaja es campur, lalu nikah sampai bercucu delapan.
"Genjot becak, bawa penumpang, sekedar isi waktu mas." Semua biaya hidup ditanggung anak dan cucunya yang bekerja sebagai guru, karyawan swasta dan pengusaha sablon dan warung nasi.
Apakah Pak Roso anak cucu adalah kisah pertumbuhan sosial ekonomi kota dibangun kaum pendatang? Apakah dia salah satu yang disebut bonus demografi? Atau dia salah satu yang membebani kota yang semakin padat, kumuh dan membiarkan gaya hidup berkualitas rendah. Unicef menyebut lebih baik anak tumbuh di desa daripada di daerah kumuh di kota. Mari tunggu analisis para ahli.
Evolusi
Evolusi tutup botol limun, dari bahan keramik yang diikat dengan kawat pengunci sampai dengan Kerop. Tutup botol lama, entah namanya apa. Tutup botol yang baru pun jadi perdebatan. Perdebatan di kalangan kawan sebaya makin lama baru sadar apa nama sebenarnya tutup botol limun. Yang lama tak diketahui namanya. Yang baru? Harus ditentukan, walau tak sampai mengundang saksi ahli. Apakah Kerop atau Perop.
Buka tapi sudah habis
Depot Hok Lay. Pasar Besar, dekat alun alun kota Malang. Terkenal lumpianya. Saking terkenalnya, jam 9, pagi lumpia itu habis.
"Lho kok udah habis koh."
"Yang pesen banyak pak" suaranya pelan, medok jawa gaya malang, yang akhir kalimat pake mengucap "a".
Padahal depot buka jam 9. Di pintu masuk masih tertulis "tutup" tapi pengunjung udh pada masuk, antri.
Beneran legendaris.
(Wisata Kuliner Malang, 23Juni 2019)
Meluruskan kaki
Istirahat di rest area km597 Tol Ngawi Kertosono.....Terima kasih Pak Jokowi
Oman ganti HP baru
Oman baru tuker hp baru. Mau jajal, lalu telpon wawan, sobat karibnya.
"Wan di sana ujan?"
"Yang bener. serius lu. Di sini ujan deres banget. Emangnya lu dimana?"
"O pantes. Kirain di rumah."
"Kagak, nggak penting amat. Ehm lagi jajal hp baru. Enak hpnya canggih. Belom ngerti semua sih, makanya lagi jajal telpon dulu, yang lain nyusul. Ntar lu ajarin mainin HP ya."
"Sama persis mereknya ama punya lu."
"Seri baru, tapi kata cici di kios sama aja ama yang lama. Palingan yang baru lebih canggih"
"Kenapa? Nggaklah. Tuker tambah. Iya di roxy. Ya karena langganan aja."
"Udah ah, gw mau jalan. Kabarin kalo ada waktu.Yuk."
"Siyaaap."
Tanah Air Beta
Indonesia memiliki 18.000 lebih pulau. Konon 6000 an tidak berpenghuni. Tersebar sekitar katulistiwa, iklim tropis. Terletak antara benua Asia dan Australia, antara lautan Pacific dan Hindia.
Seratus dua puluh tujuh gunung api aktif. Masa lalu beberapa gunung api itu pernah meletus dampaknya mendunia. Krakatau dan Tambora menyebabkan hujan abu dan awan menyelimuti planet ini, gelap, dan katanya berbulan bulan, membuat benda cair membeku.
Indonesia juga berada di atas lempeng tektonik yang akhir akhir ini menjadi penyebab gempa bumi diikuti tsunami; Aceh dan Palu, dan beberapa daerah lain.
Antisipasi, menebar pengetahuan dan sikap mental atau kebudayaan yang menyelaras dengan alam penting sekali. Membaca tanda alam dengan kemampuan teknologi mutahir harus diajarkan sejak dini, melalui Paud. Memuat pelajaran dalam mengurangi risiko bencana dan yang berkaitan dengan itu.
Semua warga penduduk Indonesia mesti tahu keadaaan alamnya. Yang korupsi, radikal, lomba senjata, dan narkoba dan masalah masalah lainnya yang bikin resah masyarakat juga mesti tahu. Adu kekuatan, adu kekuasaan, membuat lupa di tanah air tempat kita hidup. Pengetahuan, teknologi dan kebudayaan harus mulai dari tanda, petunjuk alam dan lingkungan. Ingat, planet bumi cuma satu, kalo meledak, apapun kekuatan, kekuasaan, kekayaan tak ada artinya.
"Tempat berlindung di hari tua, tempat akhir menutup mata" mengutip dari potongan lirik Indonesia Pusaka, karya Ismail Marzuki
Matahari Terbit
Spot favorite foto matahari terbit selalu penuh, bahkan berdesakan. Sejak pukul empat pagi, sudah di atas speda motor, dibonceng sahabat dari desa Tosari, Pasuruan, kampungnya, menuju Penanjakan. Tempatnya yang paling tinggi di wilayah pegunungan Tengger.
Padahal itu bukan hari penting bagi masyarakat Tengger yang Hindu. Tapi deretan mobil Toyota Hardtop dobel gardan (4wheele drive) diparkir berderetan sejak di lereng gunung. Luar biasa. Jadi bisa dikatakan semua yang ada di situ wisatawan.
Makin menyingsing fajar, makin banyak si dobel gardan itu berdatangan, orang makin berdesakan bergerombol makin ke tepi jurang. Ada pembatas, pagar besi, maksudnya pasti supaya tak terjerumus ke jurang yang amat dalam. Khawatir dan membayang pembatas itu bobol, membayang terlempar ke jurang, lebih baik mengalah saja. Inilah hasilnya.
Suryakencana
Baru tahu kalau jalan Suryakencana, pusat kuliner di Bogor, dibangun oleh Daendels. Konon jalan itu bagian kecil dari proyek jalan Anyer-Panarukan. Proyek De Groote Postweg atau proyek Jalan Pos sepanjang seribu kilometer melintasi Batavia, Buitenzorg (Bogor), Bandung, Cirebon dan daerah daerah lain di bagian timur Jawa. Jalan ini diberi nama Handelstraat atau jalan perniagaan. Bahkan sampai tahun 70 an itu adalah jalan satu-satunya saat itu yang menuju daerah Puncak, Cianjur.
Daerah ini juga disebut Pecinan. Pemukiman etnis cina. Konon karena sejarahnya ada kebijakan Wijkenstelsel pembagian zona daerah berdasarkan etnis zaman Hindia Belanda. Sampai sekarang masih identik dengan daerah orang Cina.
Di situ ada pasar, namanya pasar baroe, pasar paling tua di Bogor. Pasarnya sudah dibongkar ditata ulang. Ada kelenteng Hok Tek Bio, di Indonesiakan menjadi Vihara Dhanagun. Gerbang atau pintu masuk jalan itu dibuat gapura dengan hiasan simbolik, perpaduan kebudayaan Sunda, Kerajaan Pajajaran dan Cina. Intinya, mulai dari gerbang sampai penjaja kakilima adalah bentuk akulturasi kebudayan cina dan local.
Suatu hari beberapa bulan lalu, jalan ke sana. Bingung mau nyobain makanan. Banyak sekali, aneka makanan minuman, dan semua suka. Ada soto kuning, Soto Mie Bogor yang terkenal itu, lumpia basah yang jadi favorite beberapa teman, es bir kotjok, cungkring (lontong kikil), Aneka Asinan, Toge Goreng, Ngohiang, Bakso Kikil, Laksa, combro. Es Cincau dengan campuran santan dan sirop pun ada. Es manisan Pala yang segar. Walhasil hanya beberapa jenis saja sanggup dinikmati. Paling banter mengikuti motto jenderal Douglas MacArthur "I shall return". Walaupun sampai sekarang belum balik ke sana.
Satu lagi soal jalan Suryakencana. mereka yang hobi fotografi menjadikan sepanjang jalan Suryakencana sebagai obyek foto. Ada spot lukisan dinding (mural) yang bagus buat latar belakang pemotretan pre wedding.
Kalijati
Setelah melewati macet berat dari Bekasi sampai Karawang, akhirnya tiba di tujuan. Melewati pintu tol, tempelkan kartu, belok kiri, berhenti di warung sekaligus agen travel. Pesan kopi hitam, seperti biasa, disajikan kopi hitam saset yang lebih banyak gula daripada kopi.
"Daerah sini yang paling dikenal apa?"
"Rambutan. Rambutan sini manis."
"Selain rambutan apa? Mangga di sini juga enak kan?"
"Iya mangga di sini sama seperti mangga indramayu"
"Selain makanan apa bu?"
"Apalagi ya, gak tau, kayaknya gak ada"
Sambil nunggu jemputan, mengingat ingat daerah tempat saya duduk ngopi di warung. Astaga ini kan ada di buku sejarah. Ya, bener daerah ini menjadi bagian penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Seperti biasa, search google, mau meyakini fakta sejarah itu.
Kalijati, kota kecil, tempat Pemerintah Hindia Belanda, resmi menyerah kepada Jepang. Daerah ini juga menjadi Pangkalan Udara militer pertama di Indonesia. Kota yang penting bagi perjalanan TNI-AU, menamai kemudian menjadi pangkalan AU Marsekal Suryadarma. Tentu saja penting bagi time line sejarah bangsa Indonesia
Barangkali yang belum banyak diketahui adalah daerah ini produsen kaos-tshirt dan jeans merek ternama dunia lalu, yes dalam lima menit sudah di outlet. Lima menit pilih kaos, lima menit balik kantor. Pulang jakarta bawa kaos. Aman.
Kartini
Selain "habis gelap terbitlah terang" ada beberapa kata kata bijak yang keluar dari pemikiran RA Kartini. Antara lain yang saya kutip dari google " Saat membicarakan orang lain Anda boleh saja menambahkan bumbu, tapi pastikan bumbu yg baik."
Tanpa bumbu, masakan terasa hambar. Sebaliknya dengan bumbu yang berlebihan bakalan membuat rasa masakan jadi karuan. Masakan yang sedap adalah bahan yang diracik dengan bumbu yang cocok dan takaran yang pas.
Selamat hari Kartini 2019
Nulis soal tokoh pewayangan
Karna sakti mandraguna. Ksatria jiwa perwira, siap membela negara. Dengan senjata pamungkasnya, ia maju memimpin pasukan menghadapi adik adiknya yang menjadi lawannya di medan Kurusetra.
Dalam dialog imajiner dng dewa dewi direkam di bawah ini:
T: kenapa kamu rela bertempur melawan pasukan adik adikmu?
J: saya tidak memusuhi lawan secara personal. Saya percaya bahwa dalam masa damai mereka adalah orang orang yang cinta keluarga, anak anak, tetangga, masyarakatnya. Mereka adalah orang orang yang patut dihormati karena berjuang bertempur membela kehormatan negaranya. Demikian pula dengan saya yang wajib membela negara. Negara ini yang membesarkan saya, memberi nafkah lahir bathin, memberi semua fasilitas yang dibutuhkan, diberi jabatan sebagai adipati, dibangunkan istana. Lalu dengan cara apalagi yang dilakukan kecuali membela negara yang telah berjasa pada saya. Saya harus berjuang mempertahankan negara ini.
T: tapi, negara yang kamu bela berisi orang orang yang bringas, culas, curang, ambisi, dengki dan banyak lain yang tak patut menjadi orang memimpin negara.
J: saya tahu sifat karakter orang yang saya bela. Saya tau mereka adalah orang orang yang rakus kekuasaan, menghalalkan cara, seperti yang disebutkan. Tapi saya membela negara dengan cara saya. Saya terima kasih pada negara yang menolong saya memberi kehormatan, mengangkat derajat saya menjadi orang terhormat di negara ini. Karenanya, kewajiban saya membela.
Beberapa waktu kemudian, Karna gugur di Kurusetra oleh panah pasopati arjuna. Langit diselimuti mendung gelap gulita, hanya di bagian kereta Kencana Karna yang terbujur mati ada sinar gemerlap dari langit. Dewa Kahyangan menghormati gugurnya Karna. Sesalah apapun yang dibela, Karna tetap Ksatria di mata Dewa Surya.
Analisa ngasal soal Pilpres
Belum selesai perhitungan suara, tetapi aroma kemenangan Jkw Ma’ruf sudah terasa. Mengikuti perkembangan sejak kampanye dan pertarungan di medsos, keliatan kubu Jkw jarang menyerang, malahan sibuk menangkis serangan sambil menceritakan keberhasilan pembangunan yang telah dikerjakan selama ini. Sana sini pembangunan pun jadi sasaran serangan. Dari mulai prioritas pembangunan infrastruktur yang tidak bermanfaat sampai kartu sehat dan pintar pun jadi sasaran kritikan. Jurkam Jkw tak berani menjadi ujung tombak menyerang kubu lawan. Hasilnya hampir seluruh sumatra Jkw kalah. Menempatkan wakil presiden yang putra daerah tidak mengkatrol Banten milik Jkw.
Sesungguhnya Jkw menerapkan strategi bertahan. Sungguhan bertahan, dan sekali sekali melumpuhkan apabila ada serangan lawan yang berbahaya. Tapi tetap saja hanya bertahan. Konon kata ahli pertempuran, sistem bertahan gemilang adalah menyerang. Itu tidak dilakukannya. Entah ini gaya kepempimpinan Jkw yang lebih suka bereaksi dadakan, daripada menyusun rencana strategisnya. Mungkin juga Jkw berharap rakyatnya mampu menilai kinerja yang sudah dilakukannya. Gaya blusukan dadakan terbawa pada caranya menarik perhatian rakyatnya. Atau ahli strateginya yang tumpul. Data kinerja dan cerita pembangunan ternyata tidak menaikan signifikan jkw. Pendek cerita fokus pada prestasi dan cenderung berstrategi gaya catanaccio cukup membuat repot paslon 01
Candi Banyunibo
Sambil mengudap singkong rebus dan kopi pahit, penjaga warung itu cerita "di sini belum banyak dikunjungi wisatawan." Ya, penjaga warung itu, Pak Giyono, tidak salah. Siang itu hanya kami berempat yang datang ke situ.
Candi Banyunibo atau kalau dalam bahasa Indonesia artinya Candi Air Menetes. Entah kenapa dinamakan seperti itu. Sepanjang siang itu panas sekali, tidak ada tanda tanda daerah kaya air. Sekeliling candi adalah sawah tadah hujan.
Reruntuhan candi Banyunibo terkubur sebelum ditemukan, digali dan dipelajari pada tahun 1940. Diperkirakan candi itu dibangun pada abad 9 masa Mataram Kuno. Ini adalah candi budha, dindingnya kaya dengan ornamen, pucuk candi berbentuk seperti stupa. Dari reruntuhan situs situs di situ, diperkirakan ada enam bangunan candi pendamping. ada dinding lebih dari 60 meter dari Barat ke Timur, barangkali utk penyangga di samping kanan candi utama yang mukanya menghadap ke arah matahari tenggelam
Kawan di Yogyakarta bilang, Candi Banyunibo, potensial menjadi daerah tujuan wisata. Lokasi yang hanya enam kilometer dari candi Prambanan dan kompleks Ratu Boko di sebelah Utara. Sesungguhnya ada beberapa candi lain selain candi Ijo yang letaknya berdekatan. Paket wisata candi yang menarik untuk digarap. Apalagi komunitas di sini sudah tak sabar mengantisipasi kedatangan turis. "Kami harus sabar, belum ada izin tertulis dari desa untuk usaha yang berhubungan dengan wisata. Komunitas kami sudah proaktif membuat satu warung kopi dan snack buat wisatawan yang mau rileks sambil menikmati pemandangan candi dari jarak dekat. Pak Giyono berharap dinas pariwisata serius menciptakan daerah yang sepi ini menjadi ramai.
Candi Ijo
Kota Jogya ke arah timur, kemudian menurut waze belok ke selatan. Jalan kelok kelok kecil. Sampai pertigaan, papan penunjuk jalan mengarahkan belok ke utara. Dari situ mobil harus pada posisi gigi satu. Sebentar saja masuk gigi dua dan tiga, lalu kembali ke gigi satu. Sekitar 10 menit tiba di lokasi Candi Ijo.
Candi Ijo paling tinggi di tanah jawa. Konon candi ini dibangun untuk pemujaan atas tiga dewa Hindu: Brahma, Wisnu daN Syiwa. Candi utama paling tinggi, lalu ada tiga candi lebih rendah. Di level yang lebih rendah ada candi yang masih dipugar. Di level paling bawah masih berupa batu berserak yang dalam proses merekonstruksi bangunan candi.
Walau promosinya bisa lihat kota Jogyakarta dan Bandara Adi Sutjipto, saat itu saya tidak bisa lihat jelas. Mungkin polusi. Kata warga di situ pemandangan matahari terbenam dari halaman kompleks candi Ijo indah sekali.
Foto Situs
Cara mudah dapat mengetahuan soal situs purbakala
Para fotografer sering upload foto situs pra sejarah sejarah, di sebagian besar wilayah Jawa. Bukan saja foto, tetapi ada keterangan foto dengan bahasa yang mudah dipahami. Bagi saya, belajar, menambah pengetahuan atau bahkan mendalami serius tentang artefak, masyarakat. budaya, komunitas jadi jauh lebih mudah dan praktis dimulai melalui media social.
Gambar stupa stupa diambil dari lantai paling atas candi Borobudur (foto stupa atau stupa stupa Borobudur banyak ditemukan di google dengan sudut pengambilan yang beraneka)
Pengurangan Risiko Bencana bagi anak anak
Pengurangan Resiko Bencana itu sudah disosialisasikan sejak peristiwa gempa dan tsunami di Aceh dan Nias. PRB diajarkan di setiap lapisan dari desa, kecamatan, Kabupaten/kota, dan propinsi. Gempa di Sumatra Barat, Jogyakarta mulai dikembangkan metode PRB dengan menyasar pada anak sekolah (terutama SD). Anak anak belajar yang harus dilakukan saat gempa (terutama ketika di sekolah), anak-anak belajar peta evakuasi ketika gempa, anak-anak belajar harus lari kemana ketika terjadi tsunami. Kenapa anak anak? Karena mereka yang paling rentan terkena bencana alam. Ada usulan dan perspektif anak harus diperhitungkan dalam PRB. Ada dorongan bahwa PRB harus diajarkan di sekolah. Tidak harus sebagai mata pelajaran terpisah. Bisa saja dimasukan dalam pelajaran bahasa Indonesia, matematika dll. Itu hanya pengalaman selama bekerja bidang kebencanaan di LSM. Semoga usulan usulan itu sudah menjadi bagian dari kebijakan pemerintah, pusat, daerah sampai di tingkat desa.
Jimat Klontongan
Jimat Klontongan itu masih disimpan? Entah dimana sekarang jimat itu berada. Yang saya ingat ada cundrik dan beberapa batu batu kecil berbentuk jajaran genjang, segi empat, ada pula yang bulat tak merata. Kata pak Dukun itu peninggalan para pangeran Majapahit yang terdampar di sekitaran gunung Bromo-Batok. Ini keterangan dari salah seorang "dukun" desa Jetak, sebuah desa tetangga Ngadisari. Dokumen Belanda menyebut pimpinan masyarakat bukan dukun, tapi Resi, orang yang dianggap tahu dan bijak soal manusia dan semesta alam...ada banyak tulisan (buku) tentang masyarakat Tengger (sebutan buat mereka yang tinggal di sekitar Bromo, dan berhubungan tali temali kekerabatan dari mulai desa di barat, Tosari, sampai ke timur Ngadisari. Perpolitikan zaman Orba juga ada yang menulis, soal praktek agama dan kepercayaan.
Terakhir ke daerah ini tahun 2016. Tidak pernah lagi kontak dengan warga masyarakat di sana. Sudah tidak mengenal lagi wilayah itu karena sana sini hotel motel cafe. Ke sana hanya menikmati matahari terbit sambil kedinginan.
Foto oleh Haswinar Arifin
Orkes dangdut menggetar bumi Kalimanggis di pesta bumi
The Beatles sukses tampil di publik terakhir kali di atap studio Apple di tengah kota London 1969. Rani Grup tampil di panggung tinggi di pusat keramaian Kalimanggis Kecil 2018. Lagu-lagu legendaris seperti “Nyamuk Kebon”, “Juragan Empang” dan “Jaran Goyang” menggetar panggung dalam performance mereka malam terakhir. Malam penuh gembira, tua muda, laki perempuan naik panggung, joget dan nyawer…
Artefak
Beberapa artefak yang masih bisa diselamatkan. Temuan semacam ini penting untuk merekonstruksi kemana saja pemiliknya menjelajah. Menggunakan rumus 5W1H salah satunya yang cukup ampuh untuk deskripsi awal. Lanjutannya adalah membuat analisis. Kerennn. Seolah ini serius, padahal artefak di sini adalah karcis. Karcis bis, kereta, pesawat terbang. Karcis masuk ke daerah wisata, dan lain sebagainya. Kenapa penting? Sebab dengan itu kita bias melacak ke mana saja, pada satu waktu.
Bakul dan Jamu
Bakul atau baskom besar berisi aneka sayuran yang biasa dijajakan dengan nama pecel. Sayuran yang aneka itu disiram saus kacang dengan aroma kencur. Di Malioboro dan sekitar banyak ditemui ibu penjual pecel. Mangkal maupun keliling relative punya racikannya sama. Sayuran dan saus kacang. Variasinya diberi tambahan kerupuk, tahu atau tempe. Ibu penjaja pecel menyediakan komplit dengan nasi. Biasanya pecel dijual pagi hari, untuk sarapan, dan dianggap makanan pagi yang cocok untuk sarapan sebelum beraktifitas.
Jamu tetap jamu, khasiat tetap sama, walaupun tidak lagi cara gendong. Di pusat keramaian kota jogyakarta
Angkringan
Luar biasa. Angkringan jadi pusat informasi. “ Mas bisnis tekek?” orang tengah baya membuka percakapan di angkringan dekat Taman Sari Jogyakarta. Wah orang ini kok mengira saya saudagar. “nggak pak…saya wisatawan.” Dia lalu buka percakapan, menceritakan ada dua orang Malaysia bawa uang dua koper cari Tekek. Katanya Tekek itu mahal harganya. Warna kuning paling mahal. “Milyaran mas…Saya tahu karena saya sopir yang anter dua orang Malaysia itu.” Sambil minum teh manis hangat, dia lanjut dengan ceritanya. Sudah lebih dari seminggu ia mengantar warga Malaysia itu mulai dari Jogyakarta ke Banyuwangi, Situbondo, Kediri, Madiun, kota lainnya di Jawa Timur yang menurut info menjual Tekek. “Apa manfaatnya tekek itu Pak?” Dia geleng kepala “Nggak tau mas. Saya juga heran tekek kok mau dibeli harga milyaran. “ Tak lama dia izin untuk jemput bos nya. Saya pun starter sepeda motor meninggalkan angkringan.
Imogiri
Minggu pagi adalah kawasan bermain dan olahraga. Anak anak main tali, naik tangga sambil berlari, berlompat lompat, duduk ngobrol santai menghirup udara segar. 346 anaktangga kemiringan 45 derajat dari gapura masuk sampai makam Keluarga Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta.
Kawasan pemakaman Raja Jawa dan keluarganya dibangun oleh Sultan Agung. Raja Mataram yang menyatukan wilayah Jawa, pengubah kalender Hindu menjadi Islam dan menetapkan 1 Syuro sebagai tahun baru Islam. Di Yogyakarta 1 Syuro dirayakan dengan tradisi memandikan pusaka dan kirab keliling benten keraton yang diikuti ribuan orang sambil membisu. “Topo Mbisu Mubeng Beteng"
Delman, Becak, Sepeda motor, Mobil, Bis, Pejalan kaki, PKL di jalan satu arah dari Tugu di Utara sampai Benteng Vredeburg di Selatan. Malioboro, kawasan paling ramai dikunjungi Wisatawan di Jogjakarta. Ada beberapa situs sejarah di situ. Tugu Jogjakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Bringharjo, Benteng Vredeburg. Bukan Cuma itu, berbagai atraksi dari tari, music Tradisional sampai modern juga ada. Malioboro seperti teater, pelaku dan penonton adalah kita ketika di situ.
Di tepi Gapura Pesarean Raja Raja Mataram dan keluarganya. Variasi makanan jauh lebih banyak dari yang terlihat di foto. Minggu pagi biasanya tempat ngumpul penggemar sepeda onthel.
Kopi
Rejeki emang gak kemana. Setelah gudeg krecek yang manis pedas, minum teh tawar hangat, giliran ngopi. Jalan tak jauh dari warung gudeg di stasiun, di parkiran pintu selatan stasiun sedang berlangsung promo kopi asal aneka nusantara. Kopi dengan branding nama etnis, daerah dan kota. Kata kawan ahli kopi, ada dua jenis kopi di dunia. Arabika dan Robusta. Keahlian produksi, pemasaran dan tuntutan pasar yang cepat, cita rasa tingkat tinggi yang membuat kopi bervariasi. Untungnya malam itu sajiannya tak bayar alias gratis. Yukkk ngopi.
No comments:
Post a Comment