"Pak, main ke rumah orangtua saya di kampung. Di sana pemandanganya indah. Udara sejuk membuat makan menjadi lahap."
Ya kalo ada waktu. Rumah orangtua memangnya di mana?
Pasuruan pak.
O, terlintas bakal mampir mampr makan rawon nguling, sate n gule kambing. Lumayanlah, Pasuruan yang arah Probolinggo terkenal juga dengan mangga yang manis.
Mau meyakinkan ke kawan saya itu, "rumah orangtua itu, Pasuruan yang ke araH probolinggo atau yang ke Malang?"
"Bukan dua duanya pak!"
"Lho, jadi pasuruan yang mana?"
"Di tempat orangtua ada koperasi susu sapi segar. nanti bapak kalo main ke sana, apalagi nginap, pagi minum susu segar."
Saya dengarkan saja teman itu, sambil ngangguk ngangguk.
"Bapak bakalan betah deh di tempat orangtua saya."
Kawan saya ini kok yakin sekali saya bakalan betah. Memang dia tau apa tentang saya? Sementara ngangguk ngangguk saja seolah minat mendengar, padahal lagi mikir, kapan berhentinya hujan, kapan bisa balik ke rumah?
Bukannya mereda, malahan makin deres, order singkong rebus dan kopi lagi. Skalian biar kawanku menuntaskan cerita undangan ke rumah orangtuannya.
" bapak tau kan mangga lali jiwo?"
Pertanyaan tiba tiba bikin kaget. Lalu sambil minta maaf, tanya, tadi pertanyaannya apa?
"Pernah makan mangga lali jiwo? "
O pernah enak banget, mangga itu, tapi di surabaya ini beli nya di mana? Pikiran langsung jernih. Iya ya, mangga Lalijiwo asli Probolinggo-Pasuruan. Penampilan kulit yang hijau tua, seperti mentah, padahal isinya manis legit. Bikin lupa segalanya.
"Lho kok beli. Ke rumah orangtua saya, ada banyak pohon mangga lali jiwo. Sekarang lagi musim."
Tiba tiba cerita kawan saya jadi tidak membosankan. Makin lama makin menarik.
"Aah yang bener. Boleh minta satu atau dua buah sambil ngobrol di rumah sana."
" jangan satu atau dua pak. Sepuasnya makan. Di pekarangan rumah banyak pohon dan buahnya lebat.
Makin antusias saja pengen tau seperti apa rumah orangtua kawan saya.
"Memang rumahnya di Pasuruan mana sih? "
"Jadi rencana saya, kalo bapak mau sih, kita ke rumah yang ada kebun mangganya, minum susu lebih dulu, sudah puas, baru ke rumah tempat tinggal orangtua kira kira setengah jam, jalannya makin mendaki. "
"Memang tinggal orangtua di kampung apa? "
"Namanya Tosari pak. "
"Lho itu kampung tengger? "
"Iya pak, saya kan orang Tengger."
Sekejap, duduk langsung lebih tegap, mendengar lebih antusias. Sambil pikiran melayang layang, terbayang kampung Tosari, di pinggiran tebing menghadap gunung Bromo dan Batok. Sekian puluh tahun tak pernah mampir Tosari. Tiba tiba seseorang menawarkan tinggal di kampung itu. Kampung yang lama terlupakan semenjak Ngadisari jadi ikon wisata Bromo.
Jadi kapan berangkat?
Kalo bisa sih sabtu siang pak.
Belum selesai kawanku cerita, langsung saja bilang
"Kita brangkat jumat sore sehabis kantor saja, pulang minggu malam."
"Ah yang bener pak. Bapak nggak capek?"
Kalau ke Tengger nggak capek. Lama sekali nggak pernah liat pemandangan alam di sana. Benar. Hawa sejuk, bikin makan jadi banyak. Sungguhan kawan saya tahu banget kalau saya senang main ke kampung orantuanya.
Makan banyak, mandi air gunung yang bersih, jemur badan, bebas kerumunan.
"Jumat sore ya."
"Siyaaaap pak!"
No comments:
Post a Comment