Monday, 15 June 2020

Kisah dari Gang Betet

Kisah dari Gang Betet

Hari ini ulangtahunku yang ke sepuluh. Aku selalu senang dengan bilangan kelipatan lima. Misalnya satu, lalu lima, sepuluh dan seterusnya. Waktu usia lima tahun aku pengen ulangtahun dirayakan. Memang dirayakan, tiup lilin, bersama om dan tante dan adik yang masih kecil, yang bontot masih merangkak. Bersama kita merayakan, di lingkungan keluarga serumah.

Sekarang sepuluh tahun, pengen dirayakan orang se rumah dan bareng temen main. Om n tante sudah kasih ucapan selamat tadi pagi, mencium dan memeluk. Adik adik dua yang lucu, anak om dan tante, juga memeluk. Senang bahagia di hari ulangtahun.

Aku bilang ke om dan tante, mengundang empat sahabat datang ke rumah. Om tante terharu, bilang boleh, nanti tante beli kue donat di pasar. "minumnya teh hangat saja ya nak." supaya irit. Saya setuju saja, asalkan dapat izin mengundang temen ke rumah. Aku yakin undang temen ulangtahun ke rumah ini akan bikin ceriah dan tidak membosankan.

Duduk di kursi plastik di teras samping yang pas pas an, berlima di meja kecil ada donat, kacang goreng, dan teh manis hangat. Ngobrol sana sini ketawa cerita yang paling lama dan seru adalah soal Wulan yang cantik tapi galak. Tidak satupun dari kami berlima yang berani. Padahal Kata tanteku Wulan ramah. Cerita selain Wulan nggak ada yang menarik.

Rumah ini hampir tidak pernah ada tamu. Hanya Pak RT saja yang mampir antar surat, saya biasanya yang ambil, sebab pak RT hanya di depan pagar "ini ada informasi soal sampah dan keamanan." tak lama, Pak RT berlalu.

Kalau tak salah bulan lalu saya terima surat dari petugas pos atau petugas lain, tulisan rahasia, petugas mau ketemu om, untung kebetulan om di rumah, jadi bisa langsung. Saya berdiri di situ, om tandatangan, banyak yang mesti ditandatangan. Lalu petugas pergi.

"Ah ini biasa ada undangan, untuk bulan depan." kata om sewaktu saya tanya, surat apa itu?

Ya aku ingat hari ini adalah tanggal undangan yang disebut om ketika ketemu petugas di depan pagar rumah. Mungkin undangan ini bikin om lebih mengutamakan undangan daripada merayakan bersama ulangtahun ku.

"Om nanti jadi datang ke undangan?"

Kata om, itu bukan undangan, tapi pemberitahuan. Surat itu memberitahu hari tanggal dan jam jemput bapak ibumu yang baru pulang dari tugas.

"Jemput di mana om?"

Om bilang akan jemput di Stasiun pasar senen. Aku dan dan adik adik suruh tunggu di rumah. Katanya Om n tante akan naik bis jemput stasiun, pulangnya naik taksi,

"kan banyak barang bawaan bapak ibu kamu. Repot kalo naik bis."

Saya menurut saja, tunggu sambil jaga adik adik, siapkan makan malam.

Lewat magrib taksi berhenti depan rumah. Deg! Seperti apa ayah ibuku. Om dan tante turun, sopir buka bagasi, dua orang asing lelaki dan perempuan turun, lebih tua dari .tante.

Ayah n ibu memeluk, seperti instink saja, akupun memeluk. Tak ada kata, kecuali bahasa tubuh.

Akhirnya bisa ketemu ayah ibu. Yang tugas bertahun tahun sampai anaknya harus dititip ke adik ibunya.

Ayah n ibu satu kamar dengan aku. Ibu tidur bersamaku di kasur, ayah tidur di tikar di samping ranjang.

Pagi bangun, sudah ada sarapan lengkap. Om n tante sudah ada yang bantu, jadi bekerja lebih ringan.

Hari demi hari ayah n ibu membantu om tante, order jahitan lebih banyak sebab pelanggan suka, hasil rapi dan cepat. Pembukuan lebih rapih. Usaha tante mulai maju, kadang kewalahan harus sampai tengah malam menjahit. Ayah mulai menawarkan perbaikan sepeda motor tetangga, ayah beli alat alat bekas di pasar senen. Aku diajak ayah, beli secukupnya uang.

Kadang berpikir dari mana ayah n ibu punya ketrampilan jahit montir, bahkan pembukuan. Kalau mengajari matematika bahasa dan pengetahuan mudah dimengerti. Bahasa dan matematika seperti bukan ilmu yang terpisah kalau diajari ayah. Ah nanti saja kalau ada waktu aku tanya ayah. Sekarang menikmati antar ibu ke pasar, setor jualan sarung bantal guling. Menemani ayah bantu perbaiki sepeda motor. Senang bahagia bisa kumpul dengan ayah dan ibu.

No comments:

Post a Comment