Monday, 15 June 2020

Ali Topan

Namanya Ali, tak ada yang istimewa dari dia. Nilai rapot SD sampai dengan Universitas pas pasan. Prinsip Ali, kawan lulus, dia mesti lulus. Bapak Ali kawan baik sejak kuliah. Bapaknya minta tolong supaya menjaga si Ali, sebab dia tak mampu menasihati. Setiap kali keluar nasihat, setiap kali Ali tak mau dengar. Tindakan ekstrimnya yakni langsung keluar rumah. Jadi Ali dititip ke saya, bapaknya berharap siapa tahu mampu membimbing dalam hal pengetahuan maupun perilakunya.

Soal penampilan fisik, pun tak ada yang istimewa dari Ali. Penampilan seperti umumnya anak muda kota besar, pakaian atasan TShirt bawah jeans, rambut lurus agak ikal, panjang sebatas kerah. Kalau dia berada di kerumunan, gak bakalan bisa ketemu, penampilan dan mukanya seperti orang Indonesia pada umumnya, bahkan kalau di Thailand atau Filipina, apalagi Malaysia, juga nggak bakalan ketemu sebab terlalu biasa, dan nggak ada yang istinewa dari penampilan fisiknya. Entah kalau di Myanmar atau Laos? Belum pernah ke sana.

Dia mulai dikenal kalangan kuliah setelah menambah namanya menjadi Ali Topan. Tokoh idola remaja tahun 70an. Entah darimana dia tahu tokoh ini. Boleh jadi dari kawan kawannya atau baca buku atau nonton youtube filem jadoel Indonesia. Apapun ceritanya, berkat nama itu bukan saja banyak orang kenal dia, dan membayangkan tokoh dalam buku dan filem, tapi Ali juga jadi terpengaruh kuat tokoh Ali Topan, anak muda pintar, aktifis, berandalan, besar di jalanan. Ali menyamakan dirinya dengan tokoh pujaannya, tokoh pujaann main di jalanan, Ali dan gengknya nongkrong di pojok kampus nyanyi bergitar nggak karuan, cuek dengan orang yang lalu lalang. Tapi jangan salah mereka semua baca buku dan diskusi, membahas teori teori sosial mutakhir. Ali tak mungkin mengikuti seluruh gaya hidup Ali Topan Ali bukan lahir dari keluarga kaya raya seperti Ali Topan dan si Boy, orangtua Ali beda jauh dengan tokoh idolanya itu. Keluarga Ali topan tipikal keluarga broken home. Ali tidak demikian, bapak ibunya rukun dan selalu berdoa untuk Ali, hanya Ali memberontak dengan sistem nilai yang dianggap kuno. Ia berontak, itu saja.

Ali lebih dikenal karena tulisan di majalah online mahasiswa, kadang menyelipkan puisi, kadang cerpen yang sering dimuat di majalah mahasiswa. Dari masuk mahasiwa Ali mendominasi tulisan di majalan itu. Dia mengakui sejak namanya pake Ali Topan, dia banyak dapat inspirasi, lebih rajin membaca, buku jurnal ilmiah sampai novel, mulai menulis apa saja, dari ilmiah sampai populer. Dia jadi kutu buku tapi gaul, dia jadi serius tapi humoris.

Dia makin lama makin dikenal banyak kalangan mahasiswa dan dosen. Konon dosen dosen senang menjadikan Ali sebagai asistennya, disuruh apa aja mau, nggak itung itungan. Kalau disuuruh ikut dalam penelitian lapangan tak pernah menolak. “di lapangan adalah kesukaan saya.”

Ikut aktif dengan mahasiswa, ikut grup paduan suara, music baca puisi. Tidak semuanya bagus, tapi lumayanlah. Seperti pengakuannya, dia tidak cari juara, prestasi, dia pengen ikutan saja supaya bisa gaul ke segala lapisan.

Kawan satu kelompok sudah menyebar cerita ke studi grup di kampus, di berbagai jurusan, Ali sedang menyiapkan tulisan tentang evolusi organik dan superorganik. Evolusi biologi versus kebudayaan.

No comments:

Post a Comment