Menyatu-nya Teori Ekonomi dan Teori Kebudayaan
Mungkin judulnya terlalu bombastis. Tapi saya tidak punya kata kata lain untuk menganalisis pedagang kopi yang menggunakan sepeda. Sebelum ada peraturan kebijakan tidak boleh berdagang di trotoar, tidak pernah ada pedagang hilir mudik, mampir di sini, mampir di sana. di sepedanya sudah komplit, ada kopi saset dan lainnya yang saset, ada beberapa pak rokok yang umum, ada termos air panas dan gelas plastik. Apa yang ada di sepedanya, adalah gambaran keadaan berdagang di kaki lima.
Jelas bahwa pedagang itu belajar teori Ekonomi, melihat dan menganalisis perilaku konsumen dan perhitungan harga pasar, kuantitas, dan barang dan jasa yang pas diperjualbelikan.Implementasi dan gagasan teori ekonomi mikro yang amat populer di kalangan pedagang kaki lima. Kendaraan ringan, muat aneka komoditas, bisa mondar mandir (mobile), jemput bola, bersikap konstituen adalah raja.
lalu di mana teori Kebudayaan? Melayani cepat, sementara peralatan dan dagangan harus tetap di kendaraan, mengantisipasi operasi pembersihan mendadak. Sekaligus mempopularkan olahraga bersepeda ke tempat kerja. seperti anjuran pemerintah. Mentalitas wirausaha yang mengutamakan berpikir positif. Mengikuti frasa bahasa latin,
"Mens sana in corpore sano
No comments:
Post a Comment