Monday, 15 June 2020

Nagasasra dan Sabuk Inten di Bogor

Nagasasra dan Sabuk Inten di Bogor

“Pasingsingan yang sering tampil pake topeng itu ternyata bukan yang aslinya. Dia manipulasi ketampanannya memanfaatkan kelemahan kakak seperguruannya yang sesungguhnya pewaris topeng itu.” Begitu hasil diskusi intensif di salah satu padepokan di Bogor. Ada benang merah karya monumental Singgih Hadi MIntardja yang diberi judul Nagasasra dan Sabuk Inten dikisahkan di bawah ini

Syahdan, ketika runtuh kerajaan Majapahit, Brawijaya terakhir mendirikan kerajaan Demak di pantai utara Jawa. Sebuah Kerajaan Islam petama di tanah Jawa. Keturunan Brawijaya yang lain terpencar pencar, ada yang masuk kalangan istana, ada pula yang keluar. Yang memisahkan diri dari lingkaran kekuasaan.

Salah satunya adalah panembahan Ismaya yang mengasingkan diri membuka padepokan di lereng gunung. Ia selalu mengenakan topeng yang buruk, untuk mengingat sahabatnya yang buruk muka tetapi berhati mulia. Panembahan itu punya tiga orang murid, yang paling muda, tetapi paling bringas menjadi salah satu tokoh yang paling ditakuti, menyebut diri Pasingsingan, dengan selalu menyelipkan Kyai Suluh di pinggang sebagai identitasnya.

Tokoh sentral Mahesa Djenar, lalu diubah ejaannya menjadi Mahesa Jenar, setelah terbit edisi kedua tahun 1982. Seorang perwira istana demak yang mundur diri dari kalangan istana, karena perbedaan sikap dan pandangan hidup.

Setelah mengikuti cerita sampai selasai dua puluh Sembilan jilid, mahesa jenar yang saudara seperguruan Ki Ageng Pengging yang merantau mencari hilangnya keris pusaka demak Kyai Nagasasra dan Sabuk Inten akhirnya menemukan kembali pusaka Demak.

Fiksi sejarah kerajaan Demak melalui kisah Nagasasra dan Sabuk Inten justru menginspirasi membaca Babad Tanah Jawi dan buku buku yang pernah ditulis kalangan keraton Mataram Islam.

“Buku Nagasasra sekarang bisa dibaca online, walau tetap lebih enak, setidaknya orang seperti saya, lebih suka baca dari buku.”

Sepanjang pagi sampai siang bicara soal kanuragan, tenaga dalam, pukulan mematikan, dahsyatnya kesaktian para ksatria istana, kisah tokoh yang haus kekuasaan, tokoh misterius. Kisah cinta segitiga, Tembang Dandang Gula, Ilmu Kebal, Lembu Sekilan, Sasrabirawa. Tokoh dunia hitam seperti Simarodra, Bugel Kaliki, Nagapasa yang ditakuti dan tokoh golongan putih yang sakti Kebo Kanigara, Pandan Alas, Sora Dipayana, Titis Anganten, Radite, Anggara.

Perebutan kekuasaan atas Tanah Perdikan Banyubiru dan Pamingit yang terbelah menjadi golongan putih dan hitam, dengan tokoh tokoh Gajahsora, Lembusora, Arya Salaka dan Sawung Sariti, Rara Wilis. Samar samar tokoh Karebet dimunculkan turut meramaikan. Fitnah, dengki, iri, cemburu tapi juga cinta turut meramaikan fiksi romantis sejarah Tanah Jawa.

Sayang tak bisa lama berada di kota hujan, sebab siang itu sudah kelihatan gelagat Betara Indra mendominasi Betara Surya. Awan makin menghitam disertai angin menderu.

Lalu, engkol sepeda motor Honda Supra, bruummmmmm ke depok aku kan kembali.

No comments:

Post a Comment