Makin ke Timur
Keluar dari hutan, melihat hamparan sawah yang tak terurus. “beda sekali dengan keadaan yang di barat.” Ganapati berjalan terus sambil sekali kali melihat kanan dan kiri. Sepi sekali daerah sini. Malahan seperti tak bertuan. Banyak alat alat tani yang tergeletak sembarangan. Bekas tumpukan bibit masih tergeletak di pinggiran pematang. Seolah barang barang itu ditinggal buru buru. Melihat kedepan ada padukuhan kecil, nanti bisa tanya orang orang di sana ada kejadian apa sehingga daerah ini sepi seperti kuburan.
Menyapa, sambil jalan di setiap rumah yang dilewati. Tak ada satu orangpun yang menyahut. Berhenti sejenak, lalu masuk pekarangan dan melongok ke dalam rumah yang pintunya kebetulan terbuka. Kembali menyapa untuk menyatakan dia hadir di situ. Tetap tak ada sahutan.
Sampai di ujung pedukuhan, tak ada satupun penduduk di situ. Padukuan ini ditinggal penghuninya. Katanya dalam hati. Ada apa gerangan? Seperti bedol desa yang dilakukan buru buru.
Ganapati terus berjalan, tak sampai di hutan kecil di depannya, bermunculan dari semak semak beberapa orang lelaki memegang senjata.
“berhenti. Mau kemana?”
Ganapati berhenti, sambil mengamati orang orang itu yang jumlahnya lima orang. Ganapati menceritakan asal dan tujuannya.
“Sebenarnya saya ingin bertanya, melewati padukuhan, tapi tak ada satupun orang yang ditemui. Ada apa gerangan di sini” tanya Ganapati dengan sangat sopan.
Masih dengan pandangan penuh curiga, lima orang itu mendekati Ganapati. Yang paling depan sudah menurunkan senjatanya sementara tiga yang di belakang tetap siap siaga.
“Beberapa hari lalu ada gerombolan Baureksa merampok kampong kami. Mereka keluar dari hutan. Hutan yang ada di sebelah barat kampong ini.” Kata pemimpin dari lima orang itu.
Ganapati terus mendengarkan cerita pemimpin yang bertubuh tinggi besar, berkumis dan jenggot yang lebat.
“kami mengamati kampong, apakah rombongan itu sudah pergi. Mereka mengambil semua padi padi kami yang baru panen. Untungnya tak ada korban jiwa, seluruh penduduk sekarang mengungsi di kampong induk"
“Siapa sebenarnya rombongan perampok itu?”
“tak ada yang tahu, mereka katanya dari barat, orang orang dengan perangai liar” lanjut pemimpinnya.
“daerah ini, dan sekitar sini sebenarnya aman. Tapi akhir akhir ini sering ada pencurian ternak dan palawija, terakhir gerombolan itu. Sepertinya Sepeninggal Raja, wilayah Demak jadi tak aman. Pengawal istana tak pernah menjaga desa desa. Mungkin di istana sibuk menyiapkan raja baru. Sehingga tak sempat mengurus desa desa.”
“seperti apa ciri-ciri gerombolan Baureksa itu?” tanya Ganapati penasaran.
“Ada dari mereka pakai baju hitam, coklat, hijau tua, tapi semua pakai ikat kepala merah. Seluruhnya berkuda, ada yang berkuda sendiri, ada yang berdua.
“Itu rombongan Kalong Merah”, dulu mereka adalah pasukan Demak, Pemimpinnya Elang Jati. Dulunya adalah pemimpin pasukan yang disegani, tegas dan pemberani. Gerombolan yang mengganggu Demak diringkus oleh dia. Ilmunya tinggi dan berasal dari daerah selatan, alas Magetan.
“Apakah ada satu orang yang tua ikut dalam rombongan itu?”
“Iya ada, dan dia satu satunya yang pake pakaian putih putih. Siapa dia? Apakah bapak kenal”
"Hmmm. Dia salah satu guru dari Elang Jati. Namanya Ki Mahoni. Telapak tangannya mengandung daya sedot yang kuat. Kalau telapak tangan itu membentang lawannya bisa terseret mendekat.
“Untung saja kalian tidak melawan. Dua orang itu mampu mengobrak abrik padukuhan ini.”
“Tapi kalau mereka adalah bekas pasukan dari Demak, kenapa pergi dari KotaRaja, malah memimpin gerombolan” tanya pimpinan itu.
“entahlah, keadaan Demak sekarang sedang tak menentu. Mungkin saja itu gerombolan yang kecewa dengan istana, lalu memilih mencari daerah baru, lalu kehabisan makanan, dan merampok."
"barang apa saja yang diambil dari padukuhan ini?"
“Belum tahu pasti. Mau periksa tapi khawatir gerombolan itu akan kembali lagi.”
“Tadi sekilas saya lihat hanya lumbung padi kalian yang diambil. Sepertinya mereka memang kehabisan makanan”
“Sekarang apa yang akan kalian lakukan?”
Kami harus pastikan gerombolan itu tidak kembali lagi ke sini, kalaupun kembali, Demang sudah perintahkan semua lelaki dewasa harus berjuang mengusir mereka.
Ganapati mendengarkan sambil menimbang nimbang, apakah mau terus melanjutkan perjalanan ke timur, atau membantu penduduk sini.
"Kalau begitu mari kita periksa apakah masih lengkap semuanya kecuali yang kita tahu lumbung padi sudah dirampok."
Walau masih menjaga jarak, pimpinan keamanan kampung memperkenalkan diri
"Nama saya Bhakti Sampurna" kata pemimpin itu.
"Setelah ini, saya akan antar bapak ke Ki Demang di Padukuhan Induk. Beliau menunggu laporan dari kami.
"Baik."
"Terus terang, kami butuh lelaki yang kuat dan berani membela yang lemah. Tidak banyak orang yang bersedia membantu sukarela. Di kampong kami hanya kami berlima, walaupun banyak lelaki di sini.”
“takut, cemas, khawatir akan nyawa melayang, itu bisa dimaklumi. Yang penting ada dari kita yang masih berani. Kalau perjuangan kita berhasil mengusir gerombolan itu, pasti banyak yang ikut.”
kalau begitu, bapak akan saya antar ke Demang di Padukuhan Iinduk, sementara empat orang berjaga jaga di sini.” Kata pimpinan
“ingat kalian mengawasi saja, jangan coba melawan. Mereka lebih kuat dan pengalaman. Kalau melihat lawan yang banyak dan kuat, jangan melawan, lari ke padukuhan induk."
Ki Demang sudah minta bantuan ke kadipaten" lanjut Sampurna
"Kadipaten Jipang?"
Iya, Adipati Jipang sedang menyiapkan pasukannya yang kuat untuk menumpas gerombolan yang hendak mengganggu Demak.
Ganapati termangu, memikirkan gerombolan mana yang dimaksud Adipati Jipang. Dia mendengar banyak hal tentang adipati Jipang yang menuntut haknya atas tahta Demak. Sementara keturunan Sultan Trenggana juga merasa berhak atas Demak.
Benar kata ibu dan bapak, pertentangan merebut kekuasaan makin hari makin tajam. Biarlah para pangeran, adipati, tumenggung dan penguasa penguasa istana. Semoga ada kompromi di kalangan mereka dan memberi kesempatan pada yang pantas memimpin Demak sepeninggal Raja.
Pikirannya campur aduk, cemas khawatir akan pertentangan yang tajam yang berakibat kerugian lahir bathin pada rakyat. Dia mencoba menghilangkan pikiran jelek itu.
“saya setuju, besok pagi sekali bersama Sampurna, kita ke padukuhan induk"
"Mari kita istirahat supaya esok tubuh segar."
Malam ini bintang beribu ribu si langit, setelah kemarin sepanjang hari mendung dan hujan. Ganapati dan Sampurna mengambil tempat di bawah pohon, mengeluarkan sarung, langsung rebahan, ngobrol pengantar tidur dan pulas.
No comments:
Post a Comment