Monday, 15 June 2020

Merantau

Merantau

Almarhum Pak RT kampung kami, semasa mudanya bekerja di Roxy-Jembatan Lima. Pergi dari kampungnya Kalimanggis, merantau ke Jakarta, sekitar tahun 60an. Begitu pengakuannya suatu sore ngobrol di teras rumahnya, tiga tahun lalu.

Pengen cari pengalaman di kota Jakarta, bekalnya pendidikan sekolah dasar. Modal nekad saja yang penting bisa baca tulis hitung, demikian ceritanya.

Seingatnya awal kerja ikut pedagang Cina yang berjualan aneka buah Roxy, Jembatan Lima, lalu pindah ke gudang, lalu jaga malam toko. Kerja serabutan, apa saja diperintah bos dikerjakan. Bantu kenek ekspedisi, atur barang keluar masuk gudang. Belajar hitung tulis baca yang benar bukan dari sekolah, tapi dari bos.

Belajar susun dan pilih barang. Yang bagus untuk jual, yang rusak kembalikan ke distributor, bersihkan gudang, toko, pabrik. Semua diajari bos.

Dekat tempat kerja, banyak pedagang kaki lima dengan gerobak diterangi lampu petromaks. Ada jual makanan, minuman, rokok, obat sakit kepala, permen sampai buku tulis.

Gerobak sinar petromaks juga sebagai tempat penyewaan- penjualan buku cerita. Ada Komik, novel sampai cerita silat cina dan jawa.

Menyediakan servis mesin jahit, perbaikan pipa, kran leding juga pakai gerobak. Kalau mau servis harus janjian, esok hari baru didatangi rumah yang butuh jasa itu.

Makan tidur di tempat kerja. Uang gajian disimpan, tabung sampai lebaran, buat pulang kampung setahun sekali. Waktu itu dia mengaku rumahnya di Cisalak, di belakang pasar.

"Bos hanya ancer ancer saja tempat kampung saya. Tidak tau pas nya di mana."

"Yang penting kerja baik jujur, dari mana asal tidak penting, begitu kata bos." kata Pak RT menambahkan.

Nonton sepakbola di stadion utama yang ditunggu tunggu. Untung bos juga hobi sepakbola, jadi biasa nonton bareng. Nonton kelas paling murah, bangku paling atas. Gudang tutup lebih awal. Yang dia ingat nonton Persija, PSMS, Persibaya dan PSM.

"waktu itu pertandingan sepakbola pesertanya kalo gak salah itu itu aja. Gantian saja yang menang, atau yang masuk final."

Menurut pak RT dia tidak sering nonton bola karena harus kerja. Isteri bos sering marah kalau keseringan nonton bola, sebab dia harus jaga. Katanya kerjaan jadi numpuk. Kecuali pergi malam hari, gudang toko sudah tutup, pekerja bebas.

Pernah nonton bulutangkis di gelanggang Youth Center di Grogol. Waktu itu masih ada Iie Sumirat, Christian Ade Tjandra, Tjuntjun Johan Wahyudi. Mereka latihan di Grogol.

"berita mereka akan latihan cepet tersebar." gedung itu cepet penuh, waktu itu ke sana naik sepeda, jalanan masih sepi, sebentar juga nyampe."
Ada bioskop di Roxy, tapi nggak pernah nonton. Temen kerja yang sering nonton pas selesai kerja.

"katanya kalo filem koboi karcis cepet habis, temen sering beli karcis lewat calo."

Pernah beberapa kali jalan jalan diajak bos naik mobil keliling Monas. Mobil bisa masuk sampai bawah tugu monas."

Parkir mobil di situ, keluar jalan keliling, beli sekoteng, duduk duduk, terus pulang. Enak di situ, santai udara sejuk.

"Kalau ke Mesteer (Jatinegara), Tenabang, Senen udah sering karena anter atau ambil barang."

"Jakarta waktu itu masih enak, nggak macet. Sekarang udah gak enak, macet, panas, orang berjubel." kata pak RT. Dia pernah sekali ke Jakarta diajak anaknya, terus kapok, nggak mau lagi.

Itu masa muda almarhum pak RT. Setelah dia menikah, punya empat orang anak dan beberapa cucu, tidak pernah lagi kembali bekerja di bos nya di Jembatan Lima-Roxy. Dia hampir tidak pernah meninggalkan kampungnya sampai akhir hayat.

No comments:

Post a Comment