Monday, 22 June 2020
Gerbong
Metode Lirik Lagu
Tokoh
Sikap
Thursday, 18 June 2020
Nyamuk dan Spanduk di Ruang Senat
Covid 19 dan Kompor
Gerbong
Monday, 15 June 2020
FB Status Book Draft
Ancang ancang ke Lawang Sewu
Sarapan di penginapan nasi gudeg telor dan krecek. Rasanya sama enaknya dengan gudeg lainnya di daerah Jawa.
“Penginapan ini memang masak gudeg lengkap setiap hari ya mas”
“ah nggak pak, ini hanya ambil dari warung belakang yang jualan skaligus juga terima pesanan” kata pelayan yang sedang bersih bersih ruang depan penginapan.
“makanan di sini hanya gudeg atau bisa ada pilihan lain.”
“tiap hari beda beda pak, ada nasi kuning, nasi liwet. Hari ini memang nasi gudeg.”
“kalo minumnya memang ada pilihan. Air putih dan teh manis hangat. Kalau mau kopi juga bisa dibuatkan. Nanti saya minta ke bagian belakang.”
“Ya saya minta kopi, supaya habis makan minum selesai terus ngopi.”
“Kalau sabtu gini enaknya jalan jalan ke mana mas?”
“Simpang lima, atau ke pertokoan, mall. Di sana rame sambiil liat liat. Apa saja kan ada di sana.”
“Saya mau ke kota tua saja.”
“O iya di sana bagus, bangunan bersejarah dan sekarang sudah banyak yang diperbaiki.”
Berubah pikiran, tak satupun gagasan hasil obrolan di ruang makan menarik minat. Lalu putar haluan, tujuan ke Lawang Sewu. Sampe di sana, beli karcis, masuk, menyusuri jalan setapaknya, masuk dari pintu samping, sampai halaman dalam bangunan ini.
Agak mundur menepi, lalu melihat bangunan menyeluruh, rasanya benar kalo di sebut Lawang Sewu. Pintu Seribu, pintunya banyak sekali. Saking banyaknya dibilang Sewu atau seribu. Ya gak perlu dihitung apakah benar jumlahnya segitu. Sama juga kalau sastrawan menyebut sejuta bintang di langit. Si sastrawan tak menghitung jumlahnya, dan barangkali belum sampai hitungan sejuta sastrawan sudah bingung dan mumet karena kepala harus posisi ndongak.
Lawang sewu adalah museum kereta api, buka menurut keterangan dari jam 7 sampai dengan jam 21. Beberapa pengunjung datang membawa informasi tentang museum, beberapa bergerombol selfi, senang tertawa, beberapa keluarga juga ada, tertib mengikuti arahan pemandu. Ada kelompok fotografi membawa peralatan foto. Kayanya professional, motret setiap bagian dengan telaten dan teliti. Mengambil foto dari berbagai sudut pandang.
Bangunan buatan Hindia Belanda tahun 1904, Kantor jawatan kereta api, pernah suatu masa tak terurus, kemudian diperbaiki dan lalu dijadikan museum Kereta api. Sejarah museum ini, dan kereta api ada di beberapa ruang di bangunan ini. Ada miniature kereta lengkap dengan keterangannya.
Katanya masuk lawang sewu lebih bagus pada malam hari, suasana terasa mistis. Beberapa teman mengatakan demikian. Ada ruang bawah tanah, fungsi utamanya sebagai saluran drainage dan juga mendinginkan ruangan. Namun konon, ruang bawah tanah itu menjadi penjara bagi para pemberontak pemerintah Hindia Belanda. Juga digunakan oleh Jepang untuk menahan orang Belanda.
Kematian yang tragis dari tahanan itu membuat rohnya berontak penasaran, demikian ceritanya. Konon aroma mistis itu keluar dari ruang bawah tanah itu, ada suara suara menyeramkan. Adapula kisah sumur tua, nonik Belanda yang berubah menjadi arwah gentayangan, genderuwo, hal hal yang membuat merinding bulu kuduk.
Pernah pula ditayangkan di program TV swasta dalam acara uji nyali yang mengambil setting di Lawang Sewu. Kisah penampakan kuntilanak yang tertangkap kamera. Konon kabarnya salah satu peserta tewas beberapa hari setelah acara itu. Kisah peserta meninggal setelah uji nyali seperti scenario dongeng yang diramu dikemas jadi bagian kisah seram Lawang Sewu.
“Tapi cerita cerita seram itu, zaman dulu, setelah bangunan ini dipugar, tidak ada lagi suara suara menyeramkan” kata penjual nasi goring gerobak yang sering mangkal jualan di dekat Lawang Sewu.
Mungkin penjual nasi goring juga khawatir kalau hal seram terus menerus diceritakan akan membuat wisatawan tidak mau datang ke Lawang Sewu. Sepi wisatawan, akan mengurangi omzet jualan nasi goring. Mungkin penjual nasi goring belum belajar trik trik bikin orang penasaran.”Makin serem makin laku.”. jangan mengalihkan kisah seram di daerah lain, bisa jadi daerah sini malah sepi.
Lumpia
Lumpia semarang memang tiada duanya. Kulit tepung tipis digoreng sampai kecoklatan dan renyah. Dengan isi rebung campur telur dan ayam-udang membuat aroma mengundang selera tak tertahankan untuk mencicipi.
Tambahan daun bawang beberapa helai, acar timun yang dikupas kulitnya, dan cabe rawit hijau, bukan Cuma pemantas, agar Nampak pantas. Mengunyah lumpia bersamaan dengan daun bawang bikin rasa tambah marem.
Ikon semarang salah satunya adalah lumpia. Sudah terkenal sejak zaman dahulu kala. Konon makanan ini popular sejak ada Ganefo, barangkali juga jauh sebelumnya.
Lumpia asal semarang sudah bisa dibeli di Jakarta.
Beberapa lumpia semarang buka cabang, di hampir semua wilayah Jakarta dan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Mestinya di kota kota besar seperti itu harus ada lumpia semarang yang terkenal melebihi nama pejabat bahkan gubernur di Jawa Tengah.
Nama Lumpia semarang patut disejajarkan dengan nama gudeg Yogya, Dodol Garut, Pecel Madiun. Lumpia dan Semarang sudah menyatu.
Tante Lien, tetangga, acapkali kirim lumpia semarang yang enak rasanya. Katanya itu resep omanya. Dia tidak berjualan. “tak ada tenaga yang bantu” katanya. Sementara sehari hari dia sibuk membantu usaha suaminya. Dia dan suaminya om Hartono punya foto studio. Zaman itu afdruk, cuci cetak foto pasti ke om Har. Sebab hanya dia satu satunya yang punya studio di daerah kami. Ada juga kalau mau cetak di gerobak kakilima dengan mencetak klise di kertas foto dengan pemanas petromaks. Biasanya untuk pasfoto. Bisa tercetak sesuai permintaan. Kualitas hasil fotonya kelamaan akan menguning. Murah tapi rendah kualitas. Waktu itu disarankan kalau cetak foto untuk ijazah jangan cetak di kalilima yang menggunakan petromaks.
Suatu hari tante Lien kirim lumpia, mungkin hari itu sedang tak banyak pekerjaan, atau saat hari besar sehingga foto studio tutup, lupa. Intinya saat saat seperti itu tak perlu membantu suami urusan cetak mencetak foto.
“Mevrouw, ini saya kirim Loenpiya buatan saya buat coba coba”.
Demikian bunyi surat dari tante Lien yang mengeja lumpia sebelum pengumuman adanya EYD. Surat diantar oleh pembantunya ke rumah. Ada sepuluh buah,lengkap dengan saus sambal dan daun bawang. Memang enak buatan tante Lien, yang asli turun temurun dari Semarang. Tante Lien menikah dengan om Har asal Pekalongan. Mereka hijrah ke Jakarta pertengahan tahun 60 an, buka usaha foto studio.
Entah di mana sekarang tante Lien yang mengenalkan lumpia. Apa dan bagaimana rasa Lumpia seringkali mengacu pada cita rasa yang diperkenalkan oleh tante Lien. Tante Lien mengenalkan unsur kebudayaan, pengetahuan, teknologi dan bahasa yang sekarang menyatu dalam pikiran saya. Mengenalkan melalui resep makanan, cara buat dan makan, unsur pendukung makanan yang disebut layak disebut lumpia. Rebung sebagai Unsur penting untuk disebut Lumpia Semarang. Sebab tanpa rebung, bukan lagi lumpia Semarang. Itulah, Tante Lien yang menjadi salah satu agen promosi Lumpia Semarang hingga sekarang terkenal seantero Indonesia.
Kali ini Kota Semarang
Lepas tengah malam kereta sampai di stasiun Tawang, Semarang. Belum berhenti benar di jalur satu, beberapa kuli angkut barang sudah masuk gerbong menawarkan jasa angkut pada penumpang yang kebanyakan bawa barang. Alunan music instrumetal Gambang Semarang dari Loud Speaker Stasiun keras terdengar. Betul, ini Semarang. Siap siap, lepas selimut sewaan penutup badan supaya tak kedinginan sepanjang perjalanan akibat Air Condition yang kelewat dingin. Berdiri, turunkan ransel dan koper kecil dari tempat bagasi di atas tempat duduk.
Dan Kereta berhenti, Gerbong yang saya tumpangi pada posisi di tengah stasiun, dekat pintu keluar. Sementara alunan music gambang semarang masih terus terdengar. Saya turun dari gerbong setelah tangga di pintu di pasang. Penting ini sebab antara gerbong dan lantai cukup tinggi, kaki harus cukup kokoh kuat untuk turun tanpa tangga. Untung tak terjadi seperti itu, tersedia tangga sesuai tinggi pintu gerbong. Mudah melangkah keluar. Perlahan keluar menggendong ransel berat berisi laptop dan setumpukan kertas laporan ditambah koper pakaian untuk seminggu di Semarang. Pengalaman menyejukan menggunakan transportasi umum dengan pelayanan yang memuaskan.
Kereta cepat Jakarta Semarang ditempuh sekitar empat jam tiga puluh menit. Tujuan akhir kereta ini adalah Stasiun Pasar Turi, Surabaya , makan waktu sembilan jam Pilihan jitu buatku, naik kereta api daripada naik pesawat. Lima belas menit sebelum berangkat masih bisa masuk check in langsung naik gerbong cari nomor tempat duduk. Beli tiket tak perlu antri. Pesan online, bayar di ATM, dapat nomor booking, tukarkan dengan tiket di mesin automatis yang tersedia berjejer di pintu masuk.
Ke Semarang untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor cabang, sisanya sudah ada di benak, bahkan sudah seminggu lalu ketika kantor menugaskanku ke kota Semarang. Membayangkan dengan bangunan kuno yang banyak sepanjang jalan kota. Antusias baca buku travel dan google, apa saja yang ada di Semarang, bangunan sejarah, dan kuliner. Pikiran sudah mendahului. Kecepatan Kereta Api tak sanggup mengalahkan imajinasi.
Kereta api bebas asap rokok, demikian pula stasiun. Di area yang pintu keluar masuk di main gate, di kursi tunggu, bebas asap rokok. Perokok masih diampuni, diberi tempat, jauh di ujung stasiun. Bahkan lebih jauh dari wc yang biasanya ditempat yang jauh dari area kerumunan penumpang yang datang maupun pergi. Tempat merokok adalah tempat yang dikucilkan. Acapkali non smokers protes karenan bu asap rokok mengganggu public, bikin sesak napas. Asapnya mengganggu kesehatan pernapasan, konon bisa menyebabkan macam penyakit seperti yang tertera di bungkus rokok.
Tengah malam masuk Semarang, tak ada lagi yang mesti dilakukan kecuali langsung ke tempat penginapan. Penginapan di pusat kota, katanya ini tempat strategis untuk kulineran. “Buka sampai pagi” kata pengemudi taksi. Tak lagi bertanya, cukup percaya saja kata kata pengemudi yang masih muda. Katanya di beberapa tempat ada warung yang buka dua puluh empat jam. Saya menduga itu warung kopi dengan makanan kecil seadanya. Kalaupun ada makanan kemungkinan yang praktis seperti mi instan yang tinggal direbus, tuangkan bumbu saset ke mangkok, lalu campur dengan mi rebus. Siap saji.
“Kalau mau makan, biar saya antar sekalian pak” pengemudi mengulang tawarannya.
“Ah tidak mas.”
“atau butuh yang lain.”
“Apa itu mas”
Dia hanya tersenyum, sayapun ikutan tersenyum.
Tanah Warisan
Salim siang hari sibuk sana sini, menawarkan rumahnya untuk dijual. Ia mendatangi rumah saya, hanya sebentar saja karena tau saat itu pas acara natalan di rumah. Lalu datang ke Pak Heri yang rumahnya sekitar sepuluh rumah dari rumahnya. Pak Heri tetangganya, pengusaha cukup sukses, rumahnya mentereng, paling keren di kampung ini. Pendatang yang cukup lama di kampung ini menempati rumah di tanah keluarga Salim yang dibeli sekitar sepuluh tahun silam.
Salim berharap rumahnya bisa dijual ke Heri. Pikirannya, lebih baik rumahnya dijual ke Heri yang pernah beli rumah dari orangtua Salim
"daripada jatoh ketangan orang lain, lebih baik jual ke orang yang dikenal." begitu alasan Salim ngotot rumahnya dijual ke Pak Heri.
Ketemu Pak Heri, selepas Magrib. Salim cerita perihal rencana menjual rumah. Rumah yang ada di gang, sekitaran kampung, hanya beda RT saja. Jual rumah buat biaya perkawinan anaknya yang paling tua. Selain tak harus merawat dua rumah miliknya.
"rencana sih tiga bulan lagi. Butuh uang buat persiapan." tiga bulan waktunya sebentar belum ada persiapan dana. Anak dan mantu punya penghasilan, tapi dianggapa tak cukup buat acara pesta minimal dua hari dua malam.
"kan nggak perlu mewah perkawinannya."
"kalo cuma akad nikah sih murah, tapi kan kalo kawinan di kampung undang saudara, tetangga, temen. Mesti ada acara dangdut, makan, panitia. Belum lagi yang wajib seperti seserahan. Semua butuh dana."
Tabungannya nggak cukup untuk pesta perkawinan. Tidak bisa hanya mengandalkan sumbangan dari kerabat dekat. Dia yakin akan dapat dana dari bos nya, hanya tak bakalan banyak. Intinya, dana perkawinan seluruhnya harus dari kantong Salim. Makanya dia jual rumahnya.
"Untungnya Pak Heri mau bantu, walau bayarnya tiga kali. Lebih baik begitu daripada langsung dibayar, nanti pas waktunya uang sudah habis."
Anaknya yang mau menikah sudah diwanti wanti supaya menyumbang. Kata Salim, zaman sekarang kawinan bukan cuma tanggungan orangtua.
"anak harus bantu."
"bukannya uang dari anak, orangtua yang bantu seadanya."
"tidak bisa begitu. Orangtua punya kewajiban mengawinkan anaknya. Ini tradisi di sini."
"Kalau anak sudah mau menikah, kita mensyukuri. Daripada luntang lantung bujangan bae. Jadi pikiran orangtua."
Anak Salim kerja satpam, isterinya penjual kue. Penghasilannya lumayan digabung jadi satu.
"sebenernya bapak dan inu mertua yang sudah pengen cepet cepet perkawinan"
"saya bilang tahun depan, lalu sepakat dengan tanggal bulan tahunnya. Tahun depan lumayan lah ada tabungan berdua calon isteri."
Pesta kawinan, mesti diselenggarakan dengan meriah. Mengundang tokoh masyarakat, kerabat handai taulan. Tidak bisa hanya akad nikah saja. Belum afdol, seolah karena semua tetangga se kampung diundang belum "resmi.".
Pak Edi yang mengawinkan anaknya, juga demikian. Menjual tanah warisan orangtua, Pak Maman, hutang dengan jaminan tanah yang belum laku dijual, untuk pesta perkawinan.
Banyak pemilik tanah orang "asli" di sini akhirnya tersingkir. Tidak lagi punya tanah. Padahal orangtua dan kakek nenek mereka dulunya pemilik tanah berhektar hektar. Tahun 90an tanah di sekitar sini dibeli pengusaha property, dijadikan kompleks perumahan elite. Bukan cuma satu dua, sepanjang jalan kiri kanan berdiri perumahan dari harga ratusan juta sampai milyaran.
Di kampung saya para pendatang sudah merambah sedikit demi sedikit tanah dan rumah warga. Tunggu saja, saat ada acara hajatan, sunatan, kawinan, itu saat transaksi jual beli berlangsung. Tanah lima ratus meter, sudah jadi ruko dan kontrakan, sebelahnya seluas yang sama juga sudah pindah tangan ke pemilik yang tinggal di komplek perumahan. Apalagi sekarang sudah banyak kantor, toko, mall yang butuh tempat tinggal untuk pegawainya. Bermunculan bisnis kontrakan. Ada sebagian masih milik orang asli sini, tapi kebanyakan milik pendatang pemodal kuat.
Tanah yang masih relatif utuh adalah tanah wakaf, yang dipakai untuk rumah masa depan warga sini, alias kuburan. Edi, Salim, Maman, dan banyak yang lainnya yang sudah tidak lagi tinggal di sini, masih bersaudara. Ikatan kekeluargaan masih terasa kuat saat ada peristiwa perkawinan. Perkawinan yang membawa dampak lenyapnya tanah waris mereka.
Boleh jadi puluhan tahun ke depan, kampung ini bukan lagi dihuni warga yang dua puluh tahun lalu masih menggunakan bahasa Betawi ora (pinggiran) sebagai bahasa lingua franca.
Yang ini pas buat cuaca mendung
Mampir di warung soto mie, di daerah Munjul-Pondok Rangon. Warung di bawah pohon nangka tua berdaun lebat, tempat parkiran sudah padat dengan sepeda motor. Untungnya masih menyisakan sedikit ruang parkir buat sepeda motor beat ku. Matikan mesin, pasang standar samping, sepeda motor aman terparkir di antara yang lainnya.
Ambil tempat di teras, diduk di kursi plastik di meja panjang. Dua anak muda sibuk melayani pembeli yang datang dalam jumlah lebih sepuluh. Rupanya pulang sholar jumat mampir di warung yang menyediakan soto mie Betawi.
Harus sabar menunggu. Memang tak beberapa lama, giliran saya ditanya "pesan apa pak?"
"soto mi, jangan pake kol dan mi, bihun saja dengan risoles." Tiba tiba punya pikiran, mau es cincau. Keliatan menggiurkan, saat perempuan setengah baya bawa beberapa gelas besar cincau di nampan melayani pemesan. Komposisi warna, hijau, putih dan merah kecoklatan membuat kepengen meluap luap.
Sempat pikiran jadi bingung, soto mi atau cincau. "ah soto mie dulu, cincau berikutnya." Bathinku. Keputusan akhir, pilih soto mie. Lebih cocok soto mie, kuah panas, disantap cuaca mendung.
"soto mie daging atau campur."
" kalo campur, apa saja isinya?"
"daging jeroan tetelan kikil."
"campur ya pa."
"Kuah bening." Warung menyediakan dua macam kuah. Bening dan santan.
"minta minum teh tawar hangat ya." seperti biasa, minuman teh untuk pelengkap makan.
"nggak usah pake nasi bang"
Makan soto mie mengepul dengan emping renyah yang diremas, masukan ke mangkok soto mie, campur aromanya bikin tambah meningkat napsu makan.
Tak lama hujan deras. Untung saja lebih dahulu sampai di warung itu. Menikmati makan berkuah panas waktu hujan terasa lezat. Dengan sambal, bikin megap megap, nggak kira kira pedasnya sambel ini.
Lama duduk di situ, sambil nunggu hujan reda. Soto mi sudah habis setengah jam lalu.
"ada kopi hitam bang, jangan yang saset, tapi racikan."
"ada. Mau kopi kental manis, kental sedang, atau nggak pake gula? Atau mau kopi yang encer?"
"kopi kental sedang."
Hujan masih deras, tapi tak sederas sebelumnya. Semoga saja cepat reda. Sambil menghirup kopi panas. Lumayan juga racikan anak muda itu.
Sejak masuk warung sampai mau pulang, saya perhatikan pembeli soto mie jauh lebih banyak daripada es Cincau. Mungkin karena mendung dan hujan jadinya kurang laku.
Hujan reda, permisi, stater motor, maju mundur, maju mundur, geser kiri kanan menghindar gesekan dengan sepeda sepeda motor lain yang markir kurang rapi, lalu wuss. On the way home.
Petruk Jadi Raja
Betulan raja sehari. Tak lama setelah dekralasi, Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja isterinya diciduk polisi di kerajaannya Agung Sejagat. Setelah Totok, mulai di upload beberapa raja raja local yang selama ini terpendam. Kerajaan (keraton) Pajang di desa makam haji, kartasura, sukoharjo. Lalu ada lagi keraton Jipang di kecamatan cepu blora. Dua kerajaan yang sudah rata tanah semenjak munculnya Mataram dimunculkan kembali.
Mengaku sebagai keturunan Pajang dan Jipang membangun kembali kerajaannya. Ada pula kerajaan lain, tak tanggung tanggung namanya Kekaisaran Matahari dari Sunda di Bandung. Mungkin mengikuti pakem Jepang, kekaisaran artinya Kaisarnya keturunan Matahari. Barangkali akan ada kerajaan kerajaan lain yang bermunculan setelah terindentifikasi dan dalam sekejap tersebar di medsos oleh kecanggihan android.
Kerajaan dan Raja mendeklarasiikan diri sebagai raja jawa, keturunan kerajaan di zaman kuno yang sudah runtuh. Apa yang terjadi di tanah jawa?
Lakon pewayangan petruk dadi ratu mungkin cocok dijadikan pijakan awal melihat pengennya orang menjadi raja. Mengutip dalam lakon itu.
“Apakah menjadi orang biasa adalah hina? Apakah dengan menjadi raja, hina akan lenyap dengan sendirinya? "
Dengan nada sabar sang semar, ayah petruk bertanya ke petruk yang saat itu sedang memainkan perannya sebagai raja. Petruk gemas dengan perilaku orang orang yang gila jabatan, pangkat, gelar dan lainnya yang sejenis.
Gejala yang sudah meluas di negeri ini. Sudah banyak orang yang gila gelar, jabatan dari mulai gelar kerajaan sampai dengan gelar akademis. Comedian yang namanya menjulang tinggi karena usaha dan semangatnya menghibur khalayak ramai. Dengan atau tanpa ijazah dan embel embel gelar mampu mempesona. Itu dianggap kurang memuaskan, masuk menjadi wakil rakyat, seolah dengan menjadi bagian dari wakil rakyat dia akan mampu menghibur atau menguatkan powernya mengangkat harkat martabat rakyatnya. Itu tak terjadi. Dia malahan tenggelam. Berubah arah, masuk dalam dunia akademis, entah maksudnya butuh pengakuan bahwa dirinya adalah orang pintar? Lalu menempuh cara yang tidak elegan. Komedian itu memalsukan gelar, sebagai syarat mutlak masuk dunia akademis. Ketauan akhirnya namanya tenggelam, sungguhan tenggelam di telan penguasa bumi Antereja.
Kasus menipu diri sendiri dan orang lain semacam ini banyak terjadi. Untuk tetap dipandang, berstatus tinggi, bukan orang biasa, mempertahankan reputasinya di bidang akademis. Apapun cara ditempuh untuk status yang besar pasak daripada tiang. Dunia akademiss sering mengalami, pengajarnya memalsukan karya tulisnya, menjiplak, copy paste punya orang lain. Menerbitkan karya itu mengklaim menjadi karyanya. Beberapa ketauan, mungkin juga banyak yang tak ketahuan. Ambisi membuatnya terjungkal.
Orang-orang entah dari asal usul antah berantah, tiba tiba mengaku punya hubungan darah dengan keraton. Tiba tiba pula mendapat gelar Raden mas, raden ayu, raden ajeng. Pasti gelar itu membanggakan dirinya sebab, di papan nama yang ditempel di dinding teras depan rumahnya ada nama sekaligus gelar kebangsawanan. Tak perlu disangkal. Gelar bangsawan membuat bangga. Sama halnya dengan gelar kesarjanaan.
Tetangga menghabiskan dana yang besar hanya mau menelusuri jejak nenek moyangnya, yang katanya masih ada darah keraton. Memperlihatkan foto dan dokumen seadanya pada orang orang yang dianggap tahu asal usulnya. Asal usul punya implikasi berhak atau tidaknya dia menyandang gelar kebangsawanan. Datang ke keraton Mataram, Solo dan Jogya, mungkin juga membongkar arsip arsip keraton. Tujuannya satu. Apakah dia berdarah biru.
Petruk jadi raja adalah bentuk refleksi penyadaran. Petruk yang semula adalah punakawan, berubah menjadi raja. Sakti mandraguna. Seumur hidupnya dia mengabdi dan tahu seluk beluk kelakuan para tuan tuannya yang sering kali konyol tak masuk akalnya. Petruk paham arti kekuasaan, dan tahu siapa saja yang dianggap bertanggungjawab atas kesemrawutan pemerintahan.
Dia bukannya tak punya kesaktian, bahkan kesaktiannya jauh melampaui para tuannya. Dewa dewa kahyangan dibikin kocar kacir. Dia memporakporandakan, menjungkirbalikan anggapan bahwa penguasa dapat bertindak semuanya. Petruk mengubah dirinya menjadi Raja untuk menghancurkan tatanan yang dianggap ngawur. Raja tidak bisa semaunya. Raja harus menjalankan titahnya demi kepentingan rakyatnya. Petruk tak mau rakyat menjadi korban ngawurnya para tuan. Petruk harus berubah menjadi raja untuk menghancurkan para tuan yang berbuat semaunya.
“saya harus berubah menjadi raja, untuk menghancurkan raja raja yang memerintah seenak udelnya. Kalau hanya punakawan, tidak akan berubah."
“sadarkah kau turut melanggengkan status para tuan. Dengan mengubah status menjadi tuan kau berbuat semaunya.”
“ Kenapa kau tidak menjadi dirimu sendiri.”
“apakah hina menjadi orang biasa?” Semar menutup dialog dari seorang ayah kepada anaknya.
Mereka berdua lalu bersenandung lagu karya saudara jauh, Louis Amstrong “What a Wonderful World.
Tas
Segala merek ada. Kios jual aneka tas keperluan olahraga; badminton, soccer, basket, gym, jogging, ternama dunia ada disini. Sebut saja, Addidas, Nike, black alligator untuk golf. “tapi ini jarang laku, nggak dipajang, tapi kalo ada yang nanya, ada stok.” Kata pemilik. Katanya orang yang belanja di sini gak ada yang minat golf.
Tas keperluan sekolah, kuliah, kantor juga tersedia. Kebanyakan milih tas ransel, merek merek ternama, misalnya gearbag, neosack, sampai tas merek local seperti eiger, consina.
Tunggu saja kalau keluar iklan tas di televise atau di medsos, dalam hitungan hari sudah bergelantungan, bertumpuk, berjejal barang itu di kios.
Harga? Soal harga disesuaikan kemampuan konsumen.
“Ini asli? Kok murah?”
“Ini asli, hanya bahannya yang diganti dengan bahan yang lebih murah. Kalau mau yang mahal juga ada.”
“Ini mereknya asli?”
“Asli. Merek gak bisa dicopot. Jaitannya kuat.”
Konsumen yang datang ke tempat ini dari penjuru jabodetabek. Ada yang beli untuk keperluan sendiri, adapula untuk dijual. Tahun pelajaran baru, panen buat para pedagang di sini.
Asli atau palsu tak kentara, yang penting bahagia pemakai dan tak kecewa.
Kerajaan Baru
Bayan, tempat lahirnya kerajaan Agung Sejagat mengingatkan bacaan sejarah dan fiksi sejarah. Entah kenapa langsung teringat Tumapel asal muasal Singosari. Tokoh tokoh seperti Ken Arok, Ken Dedes, Tunggul Ametung, Mpu Gandring, Anusopati berada dalam lingkaran kerajaan di sekitaran Malang, Kediri.
Kerajaan yang sejarahnya penuh dengan ambisi berkuasa. Bunuh membunuh, kutuk mengutuk, ramal meramal menjadi bagian pengetahuan buddaya dalam rangka memapankan kekuasaan. Cara cara licik melicinkan jalan kekuasaan dipaparkan dalam kitab sejarah secara transparan.
Raden Wijaya yang juga keturunan kesekian dari kerajaan singosari, tak tahan melarikan diri ke daerah timur, konon menyeberang ke pulau di utara Jawa Timur yang disebut Madura. Dia kembali ke Singosari ndompleng tentara Cina dan Mongol, menghantam raja singosari.
Kekuatan tentara dari utara itu sulit dibendung oleh raja singosari yang sibuk dengan urusan mendamaikan pemberontakan sana sini. Bisa diperkirakan serangan dari luar dan dalam dalam sekejap meruntuhkan singosari. Entah bagaimana ceritanya, R Wijaya lalu menjadi raja, membuat kerajaan baru di daerah lebih ke utara jawa timur menamakan kerajaannya Majapahit.
Kabarnya nama itu berasal dari buah maja yang ditemui raden Wijaya,kemudian memakannya. Buah maja pahit rasanya. Lalu di klopkan menjadi sebuah nama kerajaan yang dibangun dari reruntuhan Singosari. Namanya Majapahit.
Sementara raja baru ini melihat dominasi tentara cina yang masih bercokol di kerajaan Majapahit sebagai duri dalam daging. Sebelum menjadi besar dan kuat harus diusir. Kapan? Sekarang juga. Semakin cepat semakin baik. Rencana disusun rinci rigit, langsung menyerang dan sekaligus mendesak tentara cina sampai pesisir, kepepet terperangkap, yang jalan satu satunya adalah kluar dari daratan. Kocar kacir karena serangan darat dan angkatan laut majapahit menjepit kapal kapal laut cina, dengan kecepatan penuh mereka melarikan diri.
Majapahit Berjaya, belajar dari kerajaan cina yang punya kekuatan angkatan laut, kerajaan ini membuat ibukota baru di dataran rendah, membuat pelabuhan yang banyak sepanjang pesisir utara jawa, mengirim kapal kapal nya menjelajah nusantara dari barat sampai ke timur. Menjaga perdagangan di lautan nusantara. Menaklukan kerajaan kerajaan di seberang, daerah lain. Membangun benteng darat dan laut.
Membuat ibukota yang indah dengan system pertanian dengan kanal kanal yang mampu mengaliri air kebutuhan sawah lading. Sistem transportasi penunjang untuk produksi dibangun dari sentra produksi ke pelabuhan untuk eksport. Transportasi dari ibukota ke pelabuhan dibuat mulus. Barak barak tentara kerajaan dibuat dengan sangat efisien dan efektif untuk menangkal serangan mendadak, atau melakukan ekspansi ke daerah lain. Kekuatan sipil dibangun dengan kuat, kekuatan militer tidak boleh ikut campur dalam urusan politik kerajaan.
Majapahit Berjaya mengandalkan kekuatan darat dan laut. Lautan yang luas menuntut kekuatan angkatan laut yang harus kuat. Membangun kapal besar dan kecil, membangun angkatan laut yang tidak saja mumpuni dalam navigasi pelayaran, tetapi juga mengamankan daerah pantai. Pasukan semacam marinir tugasnya mengamankan daerah pantai sejauh dua ratus mil. Perhitungan agar pendaratan kapal saat ekspansi terjamin sebelum mendirikan barak, gudang senjata di pesisir sebelum menyerang daerah pedalaman.
Masa kejayaan majapahit menurut catatan pada saat Raja Hayam Wuruk dengan patihnya yang terkenal Gajahmada. Konon kabarnya Majapahit dengan kekuatan militer dan system administrasinya menguasai nusantara.
Sayangnya masa kejayaan kerajaan ini tidak sampai lima puluh tahun. Tidak ada catatan yang menunjukkan system penggantian yang ajeg yang hanya disebut pengganti raja adalah anak raja, tak perduli apakah dia mempunyai kecakapan dan pengetahuan mengatur kerajaan. Tak peduli apakah penggantinya mempunyai sifat pemimpin yang bernegara.
Penggantinya terlampau lemah untuk membendung pemberontakan sana sini. Perpecahan internal sepertinya menjadi khas kerajaan kerajaan di nusantara. Majapahit tak terkecuali. Rebutan kekuasaan, menganggap paling benar, berakibat perpecahan. Keturunannya memisahkan diri, mendirikan kerajaan baru. Demak yang berada di pantai, menccoba mengembalikan kejayaan pendahulunya, tetapi gagal, malahan makin menjadi pecah mengecil.
Pemberontakan di Demak terjadi, rebutan anak dan mantu. Adiwijaya dan Aryo penangsang. Dua kekuatan yang saling berebut. Yang satu memerintah kerajaan Pajang, yang lain Jipang. Sama sama ambisi menguasai Jawa. Pajang berkuasa setelah melumpuhkan Jipang. Kerajaan ini juga tak lama. Mungkin karena jadi raja terlampau keenakan lalu lupa pada visi misinya.
Terjadi pemberontakan, yang paling Nampak adalah kerajaan di pedalaman yang dipimpin oleh saudara sekaligus komandan kerajaan Pajang. Bahkan anak, Sutawijaya, ikutan memberontak. Pajang kalah, rakyat lebih memilih kerajaan baru yang dianggap membawa perubahan. Daripada Pajang yang status quo. Alas Mentaok diubah menjadi daerah yang subur menjadikan landasan pertumbuhan kerajaan Mataram. Ini pun tak berlangsung lama, kembali pecah, ada Surakarta dan ada Jogyakarta.
Terus begitu, pemberontakan demi pemberontakan. Kerajaan demi kerajaan dibangun lebih pada memenuhi ambisi pribadi. Memanfaatkan kekuatan asing menyerang saudaranya sendiri. Mengubah kerajaan menjadi Republik bukan berarti semua urusan pertentangan konflik internal selesai. Masih banyak persoalan yang mesti diperbaiki. Masih saja menyisakan perilaku politik yang hanya berambisi pada kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Munculnya kerajaan baru yang bernama Agung sejagat bisa diambil positifnya. Adanya pembentukan kerajaan baru yang konon meneruskan kejayaan Majapahit, mau tak mau membuat kita merefleksi pada apa yang telah terjadi ratusan tahun lalu.
Menampilkan kembali jejak sejarah para elite yang menjadi kunci berjalan tidaknya kerajaan. Kalau mereka yang menjadi kunci pemegang kekuasaan sudah lupa dengan visi misi mensejahterakan rakyatnya, membangun kekuatan menghadapi persaingan global , bisa diperkirakan tak akan lama bertahan. Kalau dalam hati pemegang kunci itu mendasari cara berpikir yang penuh kelicikan, kedengkian, benci , tak diragukan bakalan terjungkal. Pemegang kunci kerajaan jangan selalu bicara soal cinta kerajaan, keutuhan wilayah kerajaan, kesejahteraan rakyatnya tapi tak pernah menerapkan visi misi dalam kegiatan yang nyata dan operasional. Itu artinya hanya lips service saja, kalau demikian maka sejarah akan terus menerus berulang dengan pergumulan yang penuh darah rakyat yang tak berdosa.
Kerajaan baru bukan pamer gelar raja dan ratu, bukan sekedar deklarasi, bukan memoles tentara dengan pakaian mentereng, bukan membuat prasasti prasastian, bukan menengok sejarah sebagai tujuan, Kerajaan dibangun dengan kekuatan rakyat yang sejahtera yang semua elite politik bersatu padu memastikan perbedaan pendapat, bersikap ksatria melaksanakan tujuan bersama menjadikan kerajaan yang bernama Republik Indonesia menatap masa depan dengan lebih baik.
What You See is What You Get
Kalau dulu, pertengahan tahun 80an WS adalah singkatan dari Wordstar. Itu aplikasi pengolah kata yang paling laris di Indonesia, merajai dunia ketik mengetik berbasis komputer. Membuat laporan, pakai aplikasi ini lebih cepat berkali lipat dibanding mesin tik. Begitu mudahnya. Salah ketik jangan khawatir, tinggal blok kata yang salah lalu del. Menghapus kata atau kalimat salah juga bisa pake kursor langkah mundur. Sekejap kata atau kalimat yang salah hilang dari layar monitor.
Saking terkenalnya, istilah aplikasi ini sampe hapal dan kadang dijadikan bahasa sehari hari. Mau keluar, bilangnya kontrol K D, dan lainnya. Motto yang terkenal aplikasi Wordstar adalah What You See is What You Get (wyswyg) dibaca wiswig. Apa yang ada di layar monitor, akan sama setelah dicetak di kertas kuarto.
Seminggu ini WS lebih dikenal sebagai komisioner KPU yang keciduk menerima suap dalam bentuk uang dolar singapore. Berita resminya adalah KPK menangkap beberapa orang, termasuk oknum KPU. Dia diduga menerima suap untuk mengutak-atik kursi anggota DPR Dapil Sumatera Selatan Satu. WS lalu resmi mengundurkan diri sebagai anggota KPU periode 2017-2022 setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap.
Oknum ketangkap langsung di"aman" kan, kantornya ditutup, digeledah sana sini, petugas keluar dari kantor itu seperti biasa pakai topi, masker, menyeret koper berisi barang bukti masukan ke bagasi mobil menuju kantor kPk. lalu jubir KPK menjelaskan peristiwa OTT, ada tanya jawab, sekalian menggelar barang bukti.
Semoga segera dibawa ke pengadilan supaya jelas. Jangan dibiarkan kasus ini jatuh ke tangan politikus, bisa digoreng, diframing entah dibikin apa saja yang malahan nggak jelas. Partai yang tersangkut maupun yang tidak, bakalan lebih senang kalau masalah ini tak bertele tele. Semua elite kan selalu bilang menjunjung tinggi dan hukum. Jadi sederhana saja jangan biarkan masalah ini jadi bola liar, nanti malahan berita dengan kenyataan bisa beda.
Saya salut sama teman yang percaya bahwa hukum kita harus seperti wordstar. Bukan karena dia hapal perintah mengetik di komputer dengan aplikasi itu tapi karena motto Wordstar "What You See is What You Get". Berita yang kita lihat di layar monitor tv akan sama dengan kenyataan.
Sejak sekutunya yang raja nya raja dijatuhkan, Amerika selalu menganggap tidak ada yang baik dari Iran. Iran susah gaul, Iran mengucilkan diri sendiri, tapi herannya kalau suruh main ke rumah iran, enggak pernah mau.
Ada saja alasannya, masih belum ada waktu yang cocok, masih sibuk nyelesain tugas, rumahnya jauh, faktanya amerika memang gak pernah mau main ke rumah Iran. Sebaliknya Iran juga nggak ada niatan ngundang Amerika main ke rumahnya.
Pokoknya dua orang ini Amerika dan Iran dulunya pernah bersahabat, mesra, kalo Iran dicubit, amerika turut merasakan. Sebaliknya juga demikian. Iran BAB amerika bisa cium baunya. Saking deketnya. Jangan coba coba ngompas dagangan Iran, sekejap amerika belain, dihajar yang ngompas.
Sudah lebih empat puluh tahun nggak bertemen, amerika dan iran tetep belum damai. Bahkan hubungannya cenderung saling curiga. Setiap Iran kasih sumbangan dibilang mendanai preman, ada bis kecemplung jurang, katanya rem nya disabot iran. Sebaliknya iran ngomel gara gara langganan dagangnya disabot amerika. Gak boleh dagang di pasar, jadinya gelar dagangan di trotoar.
Kalo dulu, makanan Iran dibilang makanan paling enak di Timur Tengah. Sekarang, dibilang kelewat manis. Amerika gak cocok selera manis. Iran kesel, bales ngatain, makanan amerika, kelewat asin, bikin darah tinggi, bikin cepet marah.
Ada pihak ketiga yang coba damaikan suasana. "Kalo selera makan, ya masing masing aja. Kalau diajak makan di rumah Amerika, ya makan saja. Sebaliknya juga demikian. Nggak perlu ngedumel. Nggak perlu ikut ikutan ngatur selera orang" Kata pihak ketiga.
"Kalo ditonjol tonjolin pengennya di rumah amerika ada makanan manis, ya susah ketemu. Makanya cari santainya aja, dapet manis syukur, gak dapet ya disyukuri saja, daripada nggak makan. " Pesen pihak ketiga lewat Whatssapp.
"Mau manis mau asin, kan dua orang ini benernya seneng masakan rada pedes. Cari sama nya aja, jadi bisa klop." Gitu kata juru damai. Kan kalo sesama pedagang ribut, pasar jadi ikutan ribut, pembeli dan pelanggan gak dateng, pasar jadi sepi.
Kenapa sih masalah gitu aja dibikin ribet, kayak anak kecil aja. Anak kecil aja musuhan gak selama itu. Pagi rebutan mainan, siangnya udah main dan makan bareng dengan mainan dan makanan yang sama.
Makanan kiriman Nieke Jahja beberapa tahun lalu. Uenak tenan.
Jacob menggiring bola, masuk jantung pertahanan musuh, kotak katik, mencari kawan di sana, ah terlampau lama menggoreng keburu dicocor lawan. Kali ini gagal serangan, demikian Komentator Sambas, suaranya bergetar, saat kegagalan serangan. Gaya suara ketahuan kalau terdengar sedih dan gembira. Gaya yang selalu memberi semangat pada pemain dan minta doa kepada seluruh penonton di tanah air
Lagi komentarnya "Bola melambung dari tendangan penjaga gawang lawan, langsung mendarat dikuasai kembali. Kali ini dari sayap kiri, Kadir berlari kencang, masuk daerah kota pinalti, umpan lambung, Soetjipto Soentoro berdiri bebas langsung menyundul, dan gol." Stadion berkapasitas seratus ribu langsung sunyi. Tak habis pikir tim nya harus menerima kebobolan demi kebobolan. Hanya suara Sambas yang terdengar keras dan tegas.
Seperti tak percaya ketika pluit ditiup panjang tiga kali, tanda akhir pertandingan. Kita menang telak 5-0 atas kesebelasan Inggeris Raya. Prestasi yang luar biasa dari tim kita. Kerja keras, disiplin, kerjasama tim, Ausdauer menyatu menjadi satu ditunjang strategi menyerang cepat gaya Inggeris dan pertahanan mengadopsi gaya catenaccio Italia. Bagi tim kita pertandingan final ini harus total football. Beneran total, nggak boleh mikir lainnya, but football.
Supporter kita paling banyak sepuluh deret bangku di stadion wembley, lainnya supporter tuan rumah. Kebanyakan pelajar yang sekolah di Inggeris dan sebagian Eropa, ada dari London, Liverpool,Manchester.
Berita dari koran setempat, personel the beatles dan Rolling Stones menyaksikan di antara ribuan penonton.
Televisi Inggeris menayangkan siaran langsung ke seluruh dunia. Ini partai final. Partai neraka kata komentator sepakbola. Beberapa pemain Inggeris diwawancara, kaptennya. David Beckham, pemain kawakan Gery Lineker dan Steven Gerrard
Saat haru ketika kapten kesebelasan Soetjipto Suntoro menerima piala dunia dari Presiden FIFA, Edson Arantes do Nascimento atau lebih terkenal dengan nama Pelé. Siapa yang tak kenal pemain legendaris asal Brasil itu, yang jadi warga kehormatan dunia karena kakinya yang membawa Brazil juara dunia tiga kali.
Soetjipto Soentoro sering disebut majalah soccer sebagai Pele nya Asia, karena kemahirannya menggocek bola, apalagi di daerah kotak pinalti. Dribblingnya unpredictable, lawannya sering terkecoh, tendakan dari segala posisi seperti geledek. Pernah saking keras tendakan itu, biar bola ketangkap kiper, malah kipernya terdorong masuk gawang. Dengan tiga gol, hatrik, dia mendapat bonus piala sebagai pemain terbaik.
Foto bersama seluruh tim mengangkat tinggi piala dunia, berlari keliling stadion lalu melambai tangan ke penonton sebelum lenyap dari pandangan. Sampai bertemu empat tahun mendatang, terbaca di billboard stadion.
Rumah adalah kebijakan penting pemerintah. Setiap warga negera harus mempunyai rumah. Ingat motto kita sandang pangan dan papan. Sandang Pangan terpenuhi, maka Papan (rumah) pun harus pula terpenuhi.
Rumah bukan Cuma untuk warga. Pompa air juga punya rumah. Sebab pompa tak boleh kehujanan, basah. Jadi penting pompa ada rumahnya. Seperti definisi rumah, yakni untuk melindungi penghuninya dari panasnya terik matahari dan basah di musim penghujan. Ada tipe tipe rumah pompa, ada besar kecil dan sedang. Apakah rumah pompa menggunakan ukuran seperti rumah warga, seperti tipe 18, 21, 36 dan seterusnya. Kurang menyimak.
Rumah pompa mendapat perhatian akhir akhir ini, tepatnya pas masuk tahun 2020. Hari hari penuh kesibukan konsentrasi pompa. Sebab musim hujan kali ini tidak seperti biasa. Hujannya ternyata ekstrim. Dari laporan atau berita media tidak disebutkan apakah hujan itu masuk ekstrim kiri atau kanan. “hujan kali ini ekstrim, hujan yang terjadi setiap seratus tahun.” Sebagai tambahan dikatakan pula bahwa akibat hujan seratus tahunan, menyebabkan banjir ekstrim ini terjadi seribu tahunan. Demikian penjelasan petugas ronda giliran di pos ronda beberapa hari lalu.
Ronda di kampong saya ada siklusnya, maksudnya tidak setiap malam orangnya sama. Setiap minggu ada siklus. Di kampong kami istilahnya rotasi, bergiliran ronda. Jadi ada saatnya petugas ronda tidak ronda pada waktu tertentu. Istilahnya diistirahatkan.
Demikian pula pompa, ada giliran jaga ada giliran istirahat. Koordinator yang mengatur, dan mensepakati sampai menjadi roster yang ditempel di pintu, dinding, bahkan wc. Tidak ada excuse, saat mau BAB di pintu masuk terpapar jadwal, pun petugas bisa liat jadwal saat nongkrong buang hajat.
Untung saja pompa punya rumah, kalo tidak bakalan kehujanan dan basah, susah berfungsi. Sebagian rumah bukan Cuma kehujanan tapi juga kebanjiran, atau istilah kampong kami, ada genangan air. Air tergenang bukan karena system pembuangan air tidak berjalan dengan baik, melainkan harus antri. Seperti diketahui, dalam tata norma antri, tidak boleh saling mendahului. Kalau dibelakang, maka tidak boleh nyelak ke depan apapun alasannya. Kampong kami memang berhasil mendidik kebudayaan antri. Tidak main main, segala ciptaan yang kuasa harus antri. Air adalah ciptaan penguasa alam. Manusia tidak bisa menciptakan air, hanya sebatas api saja.
Untuk memastikan bahwa rumah pompa dipelihara dengan baik, maka secara siklus dilakukan audit, dicek atau pekerjaan pengecekan yang dilakukan secara rutin. Lagi lagi tidak disebutkan apakah rutin itu dilakukan tiap jam, hari, minggu atau bulan atau tahunan. Sepertinya tidak usahlah tau rinciannya. “Biarlah itu jadi tanggung jawab kami.” Kata koordinator ronda. “jika anda puas beritahu teman, jika anda kecewa beritahu kami” sebut koordinator yang kesukaan makan masakan Padang. Intinya rumah pompa ada pekerjaan pengecekan.
Bukan Cuma rumahnya yang dicek, petugas penjaganya juga dicek. Apakah terus hadir di rumah pompa, bagaimana system giliran jaga pompa, apakah cukup jumlah orangnya, apakah perlu ditambah, kalau soal dana, tidak perlu khawatir, banyak anggaran taktis, strategis. Anggaran bisa diambil dari sana sini. Kalau perlu anggaran pribadi bisa digelontorkan untuk memastikan system siklus ronda jaga rumah pompa berjalan dengan aman dan terkendali.
Maju kotanya bahagia pompanya. Motto Ini harus tetap dipertahankan bahkan terus dikembangkan antisipasi memenuhi tuntutan zaman. Lega rasanya hasil survey di sosmed katanya menunjukkan bahwa semakin kesini semakin indah kota semakin puas warga dan terjamin berfungsinya pompa.
Foto: Mohamad Setiawan
Pompa yang dirawat secara rutin, memastikan tidak berkarat, karet klep klep tidak bocor, tidak gembos saat dikayuh. Pompa yang setiap saat bisa dipakai baik musim hujan maupun kemarau.
"Saudara melanggar kode etik." Ini artinya yang bersangkutan melanggar azas nilai tata aturan perilaku. Ada sanksi yang diatur pada pasal pasal turunannya.
Beda dengan kode buntut, yang populer saat togel meraja lela di masyarakat, mungkin juga sampe sekarang masih ada, sebab istilah ini berhubungan erat dengan judi, dan judi, kata orang bijak, sama usianya dengan umur manusia.
Judi buntut, menebak dua angka paling belakang. Makanya disebut judi buntut. Bisa nebak, bandar bayar, salah nebak, bandar untung. Judi itu katanya untung untungan. Ya namanya juga judi. Kan ada istilahnya berjudi dengan hidup. Banyak yang menentang cara berpikir begini. Soal keberuntungan memang rahasia ilahi, tapi manusia kan harus berusaha, untung untungan tapi pake perhitungan. Gitu gampangnya.
Iya, judi itu untung untungan pake perhitungan. Makanya ada kode; kode angka, narasi, supaya jangan asal nebak nomor. Supaya manteb, harus ada second opinion. Baca tanda alam, peristiwa, tafsir mimpi, lalu dicocokan dengan kode, lalu diputuskan pasang nomor. Di sini berpadu, teori probabilitas dan paranormal. Itung itungan matematis plus kekuatan paranormal mempengaruhi angka, dan jampi jampi doa supaya keluar angka menurut maunya. Science, magic dan kepercayaan menjadi satu. Antropolog sudah banyak menuliskan tentang hal ini, pelopornya Malinowski yang menulis etnografi berlandaskan catatan lapangan di gugusan pulau di Trobriand di wilayah Pacific.
Natuna
Natuna, sedang ramai dibicarakan, channel televisi, media cetak, med sosial, bahkan ada update peristiwa jam ke jam, hari ke hari.
Asal muasalnya, nelayan tiongkok ambil ikan, sambil dikawal oleh coast guard tiongkok. Sementara kata nelayan Natuna indonesia yang sering ambil ikan di sekitar situ, malahan diusir oleh Tiongkok.
Nelayan Natuna menyingkir, setibanya di darat buat pengaduan.
"kami diusir, padahal biasa ambil ikan di sana."
Dari laporan itu lalu rame. Media di Indonesia, lalu meliput, dengan keterangan mulai dari mencuri ikan sampai.tata aturan zona ekslusif. Lalu berdatangan kapal patroli Indonesia. Kurang ampuh rupanya. Didatangkan kapal perang siap tempur.
"kok bukannya skalian tembakin aja, mereka kan sudah melanggar kedaulatan Indoneaia" khalayak ramai berpikir demikian, sama seperti saya.
Saya tak paham soal hukum laut internasional. Menurut penjelasan yang ahlinya di televisi, Dua belas mil laut dari pulau terluar, adalah wilayah Indonesia, 200mil adalah batas zona ekslusif. Itu di luar kedaulatan Indonesia. Kapal boleh saja lewat bebas, tapi tidak boleh ambil harta yang ada di laut itu, hanya indonesia yang boleh, begitu menurut perjanjian internasional.
Tetapi Tiongkok punya pendapat lain, Natuna dan sekitarnya adalah wilayahnya, jadi nelayannya boleh ambil ikan di situ. Klaimnya berdasarkan fakta sejarah. Sejak era Dinasti Han pada tahun 110 Sebelum Masehi, para nelayan Tiongkok sudah beraktivitas bekerja dan menetap di wilayah tersebut. Diperkuat dengan mengeluarkan peta sembilan garis putus putus yang tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982 (Lembaga PBB).
Kalo soal klaim sejarah, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand, bahkan India juga bisa klaim, soalnya daerah ini memang lintasan perdagangan. Bahkan bahasa perdagangannya atau lingua franca adalah bahasa melayu. Gugusan kepulauan Natuna sebagai kabupaten menggunakan bahasa Melayu.
Bukti arkeologis juga ada, konon Nekara atau gendang perunggu, prasasti, toponim atau nama tempat, orang, identitas, menunjukkan jawa, nusantara sudah berhubungan dengan bangsa asing. Seribu tahun sebelum masehi. Nusantara adalah kawasan kontak kebudayaan: perdagangan dan persebaran agama hindu dan budha kemudian islam yang utamanya melalui jalur laut. Antropolog maritim, Arkeolog dan sejarawan mungkin bisa menjelaskan lebih komprehensif soal akulturasi di masa lampau.
Menjadi sulit kalau hanya mengandalkan klaim atas wilayah berdasar fakta sejarah. Sepertinya Indonesia dan negara Asean bakalan menentang klaim Tiongkok terus menerus. Barangkali karena itu, lahir aturan internasional zona ekonomi ekslusif sebagai win win solution.
Foto: motret miniatur kapal di museum transportasi di Batu, Malang. Lebih keren kalo motret miniatur kapal di museum bahari, yang ada periodesasi kapal kapal yang pernah mondar mandir di jalur Nusantara.
Tukar Guling
Darsono punya kebun mangga, macem macem jenis mangga. Mula mula hanya sepetak saja, tapi karena rajin, mangganya laku keras, lalu beli lahan kebun lain di tanam mangga dan juga buah buah lain, seperti rambutan, nangka, cempedak, duku, manggis, dan lainnya. Bisnisnya laku, anak buahnya banyak.
“mulainya memang berat, harus ngajarin anak buah cara tanam, pembibitan, pupuk, panen dan sekitarnya. Sekarang sudah pada pandai, jadi nggak usah disuruh, sudah tau apa yang mesti dilakukan.”
Darsono hanya duduk, itung omzet, pengawasan melekat, gajian, fasilitas lain supaya anak buah betah, selebihnya anak buahnya yang urus. Neraca perdagangannya meningkat dari tahun ke tahun, sampai dia disebut Raja Buah.
Di kampong sebelah ada Rohmat, juga punya kebon dengan buah yang sama dengan darsono. Hanya lahannya lebih kecil. Hasilnya juga lebih kecil disbanding darsono. Tahun ke tahun hasilnya makin kecil, pasar rohmat makin lama makin dikuasai darsono. Akses transportasi makin sulit bagi Rohmat.
Dua saingain itu susah damai, satu menyalahkan yang lain. Kekuatan darsono terlalu kuat, sementara Rohmat sulit menjalankan bisnis kebunnya. Sana sini sudah di blokir. Akhirnya ada jalan damai.
“Mat, daripada saingan terus menerus, bisa bisa kita sama sama nggak untung, gimana kalo kebon milikmu saya tuker dengan lahan saya, belum ekonomis tapi punya masa depan yang bagus." Begitu rayu Darsono.
"Lokasinya di utara kampong ini.” lanjut Darsono, sambil cerita potensi lahan itu. Kurang lebih seperti itu ajakan Darsono kepada Rohmat. Rohmat menawar, rada gengsi kalo langsung terima.
"boleh gak kalo saya dapet kebon buah yang sama, biar rada jauh juga nggak apa apa.” coba nego ke Darsono.
Jangan lah, percayalah, lahan yang di utara lebih luas dan lebih bagus, pinggir pantai, bisa bangun toko, ruko, transportnya juga gampang.” Kata Darsono.
“Okelah, bikin surat segel, perjanjian tukar guling.” setelah Rohmat tak ada pilihan lagi.
Rohmat setuju. Dalam hatinya, berucap iya ya siapa tau rejeki bukan bisnis di kebon tapi di toko, sambil harap harap cemas.
Persetujuan kesepakatan dibuat di kelurahan, ada saksi saksi yang juga tanda tangan. Rohmat meninggalkan kebonnya, lalu pergi ke Utara untuk mulai harapan baru.
Demikianlah cerita sederhana perbandingan tukar menukar bisnis antara perusahaan Belanda dan Inggeris yang berebut kebun Pala di Banda Neira, Maluku Tengah di Timur Indonesia. Inggeris menyerahkan pulau Run, salah satu pulau dalam gugusan kepulauan Banda Neira. Sebagai gantinya Inggeris mendapat lahan milik Belanda di Manhattan lokasi yang sekarang menjadi negara Amerika Serikat.
Cerita yang masuk kategori Fiksi.
Gudeg-Kalimanggis
Rasa dan aroma bisa disamakan dengan Gudeg yang terkenal di kota Jogya. Lengkap, ada krecek, ayam, telor, persis seperti kalau bawa oleh oleh gudeg jogya. Bukan cuma itu, jajan pasar, klepon, lopis, wajik, bubur candil juga disajikan.
"banyak yang nanya, makanya skalian jualan aneka makanan dan jajan tradisional." kata bu Maryo sembari melayani pelanggan yang antri. Pelanggannya tinggal tunjuk, bu Mar ambil, masukan di daun, lalu bungkus. Ada yang membantu urusan bayar membayar.
"jual bakpia bu?"
"Nggak pak, repot nggak ada tenaga yang bantu."
"mas nya orang Sumatra senang gudeg?"
"bolak balik jogya bu, sekali kali pengen masakan jogya, kangen."
"jangan jangan suatu saat tempat ini dijuluki kampung gudeg"
"ah ya nggak lah mas"
"ini pake krecek dan telor ya" sambil menanya ke pembeli antrian terdepan.
Ibu Maryo mungkin gak nyadar, kan ada juga gudeg solo, gudeg semarang, pekalongan, wonogiri. Di Jogya juga ada gudeg Sleman, Bantul yang deket makam imogiri. Gudeg Gunung Kidul, gudeg Kulon Progo.
Di Jakarta ada gudeg cikajang, pejompongan. Siapa tau Gudeg Kalimanggis menjadi kesohor, didatangi pejabat, artis, selebritis. Namanya bisa disejajarkan oleh penjual gudeg pendahulunya yang sudah beken.Jadi penjual, pengusaha harus optimis dan kreatif. Pakem menunya adalah gudeg, ayam, krecek, telor, bisa dimodifikasi tidak melulu klasik, lalu optional sausnya santen, tahu dan tempe bacem, dan pastinya lombok (cabe) rawit. Nulis gini jadi laper.
Kapal Induk USS Bobby Fischer dan Kapal Selam Tenaga Nuklir Russia Boris Spassky lego Jangkar di luar Pelabuhan Tanjung Priok. Kapten dan awak kapal berdiri berbaris di geladak, dengan pengeras suara mengucapkan Selamat Tahun Baru pada warga DKI.
Dengan tatakrama internasional dua negara adidaya itu berpidato silih berganti. Agak sulit menerjemahkan kata demi kata, tapi intinya diakhir pidato minta maaf, seharusnya mereka tiba pas tanggal 1januari, tetapi karena masalah teknis baru tiba sekarang.
Dengan kapal kecil perwakilan dua negara itu sandar di pelabuhan. Ngobrol resmi dan tak resmi. Wartawan yang sejak beberapa jam menunggu, tak sabar mewawancarai mereka.
"Sir, kenapa telat, orang bule biasanya tepat waktu.?"
"Sebenernya kita udah nyampe dari semalem, tapi tiba tiba kitiran macet, kapal mogok"
Lalu, menurut cerita kapten kapal suruh periksa sana sini dari ruang ke ruang, ruang mesin, ruang nahkoda, aman, sampe keliatan lampu merah nyala kedap kedip di bagian kitiran diiringi bunyi det..det..det. kapten segera tahu masalahnya, kemudian beliau beritahu ke komandan pasukan, komandan perintahkan pasukan katak, satu kompi nyelem, benerin kitiran.
"Kalo anda masalahnya apa, kok juga telat, barengan lagi dengan kapal Induk?" tanya wartawan rada curiga, jangan jangan ada konspirasi.
Pake bahasa Russia, untungnya wartawan kita lahir gede di moscow, jadi ngerti bahasa Moscow kota dan kampung.
"problem ogut sokam jae, kitiran tiba tiba bampet, nggak biasanya sih." Katanya setelah dicek, dengan alat deteksi canggih, emang keliatan kitirannya belibet sesuatu yang macet, " lama juga benahin, komentar komandan pasukan katak, udah kayak benang kusut."
"tadinya kirain ada oktopus raksasa, ternyata bukan."
"jadi, sampe kitiran macet penyebabnya apaan?"
"Sampah Plastik" berbareng mereka menjawab.
Pompa
Sementara pak Jokowi meninjau pompa di Pluit, saat yang bersamaan saya meninjau pompa dragon yang lokasinya berada di pekarangan belakang rumah, dekat dapur di Kalimanggis.
Menurut berita, presiden kita ini mau memastikan pompa berjalan normal. Sementara saya mau memastikan pompa bekerja baik bila sewaktu waktu diperlukan.
Fungsi pompa pluit dan pompa Kalimanggis sama, memindahkan air dari satu tempat ke tempat lain. Pompa pluit digerakan tenaga listrik, pompa kalimanggis tenaga manusia. Mau flashback sejenak soal apa dan bagaimana pompa sejenis kalimanggis yang pernah dioperasionalkan puluhan tahun silam.
Kalo dulu di rumah bak mandi kosong, anak laki tugasnya isi air di bak mandi. Artinya jam yang ditentukan, sudah siap mengayuh pompa air, lalu air yang keluar dari pompa harus dipastikan mengalir ke bak mandi.
Sore jam tigaan sampe jam lima, agak susah main keluar rumah. Itu waktu isi bak mandi. Kalau ada temen yang manggil manggil ngajak keluar. Langsung bilang, teriak.
"nggak bisa, lagi ngompa, bak kosong."
Rumah di Jakarta zaman 60-70an pasti ada pompa, merek dragon. Terkenal banget, sampe sampe kalo mau beli pompa, bilangnga beli dragon. Semua tau, acuannya satu dan satu satunya. Pompa air. Alat ini pengganti "nimba" di sumur. Fungsinya sama, memindahkan air dari bawah ke atas. Sumur sudah nggak mungkin dibuat di rumah rumah tengah kota, makanya ganti pompa dragon itu. Sumur hanya ada di pinggiran Jakarta.
Orang Jakarta seminggu terakhir paling sering bicara soal pompa, bukan pompa dragon, tapi pompa yang bisa menyedot area tergenang lalu dipindahkan ke sungai. Semakin canggih pompanya semakin cepat surut tempat yang banjir. Dengan perhitungan derasnya air masuk seimbang dengan kekuatan sedot pompa. Begitu cara mikir yang sederhana.
"bukan itu soalnya, pompanya canggih, tapi gak dirawat. Pompa penuh sampahan, mampet gak bisa nyedot, atau kekuatan nyedotnya tidak maksimal. Kalau kejadiannya seperti itu, perlu waktu dibersihin pompa" begitu kata ahlinya. Jelas lah pekerjaan tukang pompa, menjelang musim hujan, mesti dicek untuk memastikan pompa oke.
O pantes, para pejabat bolak balik bicara, "pompa aman, semua titik rawan banjir sudah disediakan pompa yang bekerja dengan baik."
Baru saja berita televisi menyatakan pompa aman, underpass cawang banjir, kendaraan dari jakarta arah bogor tak bisa lewat, sebab sedang dalam pengerjaan penyedotan. Nggak tau apakah pompanya yang tak bekerja baik atau saluran pembuangannya mampet. Alhasil semua kendaraan dialihkan ke jatinegara, putar balik, naik tol dalam kota ambil arah jagorawi, pastinya padat dan macet penuh kendaraan, tapi aman, petugas jalan raya bekerja mengatur lalu lintas. Dalam waktu cepat sudah di jagorawi di arah yang benar.
Menurut pengamatan pompa Kalimanggis- dragon di rumah sudah karatan, diayun atas ke bawah, lalu balik bunyinya kriyek....kriyekk, seperti tongkat pengayuhnya mau patah. Beberapa komponen mesti diganti. Ini yang dikhawatirkan, saat dibutuhkan tak mampu bekerja sempurna. Bisa berakibat meluas, tak ada air buat MCK, kalau sudah begitu, perlu juga ember bersih. Ember yang ada sudah dipake untuk adukan semen. Apa masih ada yang jual pompa jenis ini? Takutnya pas mati listrik, suka gak suka mesti "ngompa." jinjing air diember isi bak, sediakan ember di samping wc. Mungkin juga perlu peralatan lain yang tak terpikirkan. Yang pasti ritme jadi berbeda. Semoga tak terjadi kekhawatiran saya, semua tetap aman terkendali.
Sate dan Kere dua kata yang terpisah. Masing masing mengandung makna. Sate, potongan kecil daging sapi atau ayam ditusukan ke sebatang bambu sebesar lidi, lalu dibakar panggang di bara api. Kere maknanya lain lagi. Mengacu pada golongan miskin, bahkan miskin banget. Dua kata itu disatukan dimaknai menjadi makanan (sate) untuk golongan miskin.
Barangkali karena bahan atau dagingnya berkualitas rendah dan menjadi murah harganya, bisa dijangkau oleh kalangan bawah.
"Itu bukan daging" kata kawan saya yang sering nongkrong sepanjang Malioboro.
"Itu oyot dan gajih" katanya melengkapi keterangan soal daging sate. Gajih maksudnya adalah lemak. Jadi bukan beneran daging. Barangkali orang Jakarta menyebutnya tetelan.
Apakah sate kere hanya dikonsumsi golongan kere? Nggak juga. Kata kawanku, rombongan turis sekeluar dari pasar Bringharjo menyerbu sate ini. Entah karena kelaperan berlama lama di dalam pasar, entah memang ramuannya, membuat aroma wangi sate menyebar kemana mana mengundang selera.
Memang cocok jualan sate di pelataran depan pasar itu. Sepertinya penjual punya instink, di tempat itu sangat strategis berjualan. Penjualnya perempuan, ibu, duduk di dinklik, menghadap bakaran bara arang, mengipasi, sampai sate siap makan.
Katanya ada sate jenis lain, namanya sate Plero. Belum pernah coba, hanya diberitahu lagi lagi oleh kawan saya yang sering mondar mandir motrwt di trotoar Malioboro. Apakah di Malioboro tersedia, sate deriji, khasnya tusuk satenya dari jari jari roda sepeda. Khas banget yogyakarta.
Trotoar jadi tempat berjualan bukan cuma sate, ada aneka makanan siap saji khas Jawa. Gudeg Krecek, pecel, telor, tahu tempe yang dibacem alias warnanya coklat tua. Minuman wedhang ronde, es dawet, kopi teh di gerobak angkringan. Penjualnya menggerombol depan gerbang pasar Bringharjo yang menyediakan perangkat pakaian, kain blankon, surjan, beskap, aksesoris, barang antik tradisional, jamu, akar dan daun herbal pun tersedia, dari kelas mahal sampai murah. Pasar "one stop shopping" yang terkenal sejak zaman dahulu kala.
Foto: Mohamad Setiawan
Sampah lagi lagi jadi bahasan di kampung saya. Soal ini mula mula diinisiasi oleh Armen, di pos ronda. Dua tiga malam lalu, dia marah dengan tetangga yang tinggal di bagian atas. Katanya rumah rumah bagian atas buang sampah di got.
“Sampah dibuang ke got, bikin banjir rumah yang di bawah."
"Kalo cuman sampah daun sih masih gampang, diserok angkat ke atas taro di pekarangan bisa jadi pupuk”
“Ini yang banyak sampah plastik. Gak ancur, gak bisa jadi pupuk.”
Sampah plastik dari tetangga Armen di bagian atas dianggap jadi sumber mampetnya got depan rumah Armen. Karena Tiap hujan rumah armen yang berada lebih rendah dari permukaan got depan rumahnya jadi kena banjir. Bukan cuma rumah, bangunan serba guna punya masjid juga tergenang. Tiap musim hujan ada pekerjaan ekstra, serokin sampah di got. Sampai dia geram.
Armen mengusulkan ada pertemuan lingkungan RT dan RW. Melalui media sosial minta ke ketua RT membuat rapat bahas soal sampah.
“Soal sampah dan banjir sudah berkali kali rapat. Tahap berikutnya yang susah. Tahap perilaku buang sampah sembarangan yang tak berubah sejak dulu”
Berulang kali Pak RT di WA mengingatkan jangan buang sampah sembarang, apalagi sengaja ke got. Menggerakan, mobilisasi kerja bakti warga, setiap dua minggu sekali, bisa jadi sia sia.
“Hanya sehari dua hari bersih, lalu got kembali berisi sampah plastik.”
Selama perilaku tak berubah, susah mengharapkan got tak mampet yang bikin genangan air makin meluas. Apalagi berharap tak banjir di rumah rumah bagian bawah. Benar kata Pak RW, mentalitas mau enak sendiri masih jadi karakter warganya.
“warga kita masih jauh punya rasa tanggungjawab sosial. Bagi orang orang seperti itu, asalkan sampahnya tidak di depan rumahnya berarti aman.” Harus ada revolusi mental,lagi lagi kata pak RW yang sudah beberapa kali mendapat kursus karakter bangsa.
Pendadaran revolusi mental di jajaran pejabat dari lingkungan terendah di Kelurahan masih nggak mempan mengatasi soal sampah. Ada rencana dari kelurahan menyediakan bak sampah dan pengangkutannya, setelah pelebaran got dan menutup atasnya dengan beton agar tak masuk sampah. Kabar gembira ada fasilitas yang lama ditunggu.
Optimis rencana kelurahan itu bakalan menjadi kenyataan. Fasilitas tambahan untuk problem sampah menemukan titik terang. Hanya diingatkan oleh Pak RW, fasilitas itu hanya pendukung, yang utama adalah sikap perilaku warganya.
Soal sampah bukan monopoli kampung kami, di kampung sebelah yang kompleks perumahan juga resah dengan banyak sampah plastik. Yang mereka tahu tukang sayur keliling kompleks itu banyak memakai plastik, jadi bak sampah setiap rumah di kompleks itu jadi penuh sampah plastik.
“Ngeri begitu banyaknya kami konsumsi plastik, untuk bungkus ini itu. Tanpa kami sadari.” Pengakuan ibu pekerja, yang mengandalkan manajemen rumahtangga ke pembantu yang dipercaya.
Menurut si ibu itu, pengurus RT sudah melarang tukang sayur membungkus sayur, ayam, ikan dengan plastik. Konsumen diharuskan menyediakan tas belanja supaya tukang sayur langsung masukan belanjaan ke tas itu.
“Ada yang patuh, lebih banyak yang belum. Majikan seolah gak punya waktu mengajari pembantunya jangan konsumsi plastik berlebihan.”
Problem sampah plastik yang utama adalah sikap dan perilaku. Kalau majikan masa bodoh, jangan harap pembantu akan patuh mengurangi konsumsi plastik.
“Setiap minggu supermarket masih menyediakan plastik kresek untuk belanjaan. Ini karena konsumennya tidak bawa tas belanja. Kadang pelayan menawarkan pakai kardus, dan tak semua orang ditawari, hanya pada orang yang biasa minta kardus.”
Konsumen, pelayan supermarket punya tanggungjawab yang sama soal penggunaan tas plastik,kata seorang fasilitator kelurahan.
Di Bali, semua supermarket tidak menyediakan tas plastik. Kalau tak bawa tas, diwajibkan membeli tas kain. Ini mesti ditiru, sebab dengan cara ini perilaku sedikit demi sedikit bisa berubah. Berkali kali diberitahu bahwa tumpukan sampah plastik potensi menyumbat got. Bisa dibayangkan sumbatan itu membuat air mengalir ke bukan salurannya, apalagi di musim hujan yang ekstrim.
Empat kali pertemuan lingkungan tempat beribadah membahas soal sampah plastik. Mulai dengan mengutip ayat pada Kitab Suci yang intinya kewajiban manusia memelihara, merawat, menjaga lingkungan yang telah diberi Tuhan kepada umatnya. Dari konsep yang abstrak itu salah satunya menjadi jangan buang sampah sembarangan.
Seorang ibu peserta pertemuan membantu pemulung mengumpulkam sampah di lingkungan perumahannya. Pemulung disuruh memisahkan sampah yang masih bisa didaur ulang dan yang beneran sampah. Dia juga mengumpulkan sampah eletronik, batere, disuruh pemulung mengumpulkan dibeli, lalu dikirim ke salah satu lapak elektronik.
“Daripada saya nganggur di rumah, ya mending bantu yang bermanfaat bagi orang banyak.” Sudah lebih lima tahun kegiatan dilakukan. Katanya, apa yang dilakukan hanya memberi efek palingan satu lingkungan RT. Ia optimis, biar lingkup kegiatannya hanya satu rt, kalau lingkungan lain juga melakukan hal yang sama, efeknya akan berlipat lipat.
"walaupun warga rt tak seluruhnya patuh, saya tetap berusaha dan berdoa." katanya perjalanan program sampah masih membutuhkan waktu dan semangat. Dari tempat sampah dapur, dikumpul di tempat sampah depan rumah, diangkut truk sampah, lenyap dari pandangan, tapi belum tentu menyelesaikan soal sampah, semoga saja setelah itu tidak menciptakan masalah di tempat lain. Lebih baik mengikuti semangat dan sikap ibu itu yang optimis.
"Harus mulai menapaki, tanpa itu mana mungkin mencapai perjalanan yang masih panjang." Kata Ibu itu mengikuti semangat filsuf Cina Lao Tzu.
Istirahat sebentar monitor banjir Jabodetabek. Mau kirim cerita dari jogyakarta, soal Malioboro yang tidak pernah kering cerita. Kali ini mengenai tukang becak yang lalu lalang, ngetem, istirahat di becak, tidur, sekedar leyeh leyeh, menawarkan tur keliling malioboro, keraton, pusat perbelanjaan, oleh oleh, dst. Persis seperti Foto seri tukang becak oleh Mohamad Setiawan plus keterangan di bawahnya "Becak sebagai alat sarana mencari uang sekaligus tempat tidur, tanpa perlu menyewa kamar lagi. Becak menjadi bagian hidupnya sehari hari, menyatu dengan diri."
Cerita tempat makan yang enak, terkenal, yang mahal murah dan sedang menjadi bagian dari cerita pak Cip yang menjadi temen ngobrol.
"Pak nggak narik becak lagi?"
"Sudah narik dari pagi, sudah cukup, sekarang istirahat dulu, nanti sore sampe malem mulai lagi" Katanya.
" Kalau mau cari makan, tinggal kasih tau makan apa, mau yang mahal atau murah, nanti saya antar." Kata pak Cip menawarkan becaknya.
Biasanya pak cip mengantar turis keliling sekitar malioboro, keraton, belanja kaos, pasar bringharjo, bahkan sampai ke daerah utara, jalan Solo, kampus UGM dan sekitarnya. Mau wisata kuliner juga oke.
"Sekarang sudah nggak banyak lagi orang naik becak. Mereka pilih naik gojek. Lebih cepat." Becak makin lama makin terdesak setelah menjamurnya gojek di kota Jogyakarta. Sepertinya belum ada aturan yang membatasi wilayah operasi gojek di malioboro. Entah mungkin ada mungkin juga tidak. Yang jelas selain gojek dan becak, juga ada andong yang fungsinya relatif sama.
Becak jadi salah satu komponen pendukung penuh industri pariwisata kota ini. Dia jadi pemandu turis yang handal. Bisa jadi mereka mendapat pelatihan soal promosi turis. Ini dugaan saja. Kabarnya tukang becak yang bisa membawa wisatawan ke salah satu pusat belanja oleh oleh, warung restoran, atau tempat wisata lainnya mendapat kompensasi uang dari pedagangnya.
"Mas kalau mau cari gudeg yang nggak terlalu manis, bisa saya antar." Katanya serius sambil senyum. Memang keluhan orang luar Jogya soal gudeg karena rasanya manis, terlalu manis buat makanan.
"Atau mau cari gudeg atau Brongkos, sate kambing, tongseng, atau makanan murah lainnya. Saya tau tempatnya. Ayok saya antar." Lanjut menjelaskan. " Saya hanya menggeleng kepala saja. "Saya lebih senang jalan kaki sepanjang malioboro, dan masuk masuk gang, sambil ngobrol siapa saja yang mau diajak ngobrol.
Sulit membayangkan mengenal Jogya tanpa becak dan pengendaranya. Seolah mereka hadir untuk mengenalkan kota ini dengan lebih dalam. Sebab mereka bukan saja mengayuh becak atau mengemudi becak motor, tapi membawa wisatawan lebih mengenal jogya melalui informasi tatap muka. Sulit juga membayangkan tanpa penjual, pedagang kakilima, warung, restoran, pengamen, hotel, homestay, bahkan mahasiswa sukarela menjelaskan soal wisata. Jangan jangan memang semua yang ada di malioboro punya kemampuan mengenalkan jogya lebih dalam. Gaya hidup orang orang di Malioboro seperti terpusat pada industri wisata. Namanya industri, maka orang orang di situ sekaligus mengambil maanfaat kehadiran wisata.
Setiap bulan, malioboro steril dari kendaraan bermotor, kata pak Cip. Katanya Ada karnaval sepanjang jalan itu dari pagi sampai malam. Berbagai kesenian tumpah ruah di sana, kesempatan pula bagi tukang becak memanfaatkan momen itu.
Kadang pengen duduk di situ, lihat penjaja menjalankan kapal klotok di ember berisi air. Anak anak duduk dekat ember, mengeliling sambil tanya tanya pak penjual itu. Ya, di teras pasar PD Pasar Jaya, tak jauh dari rumah. Mainan kapal klotok otok otok, kapal digerakan dengan minyak kelapa/goreng diberi sumbu ujungnya sulut api, bunyinya ya seperti namanya, kolotok otok otok.
Masa lalu ini salah satu mainan favorite. Sediakan ember lebar isi air lalu taro kapal itu. Dia akan jalan mengelilingi ember. Goyangkan air seolah ombak, makin seru. Kapal akan tergoncang seolah kena ombak dari depan, belakang dan samping.
Yang paling nikmat dari permainan ini adalah duduk atau jongkok bahkan tiduran menempatkan pandangan sejajar dengan tinggi air. Lalu berkhayal menjadi kapten kapal. Sendiri, ngomong sendiri, cerita kesibukan di kapal. Imajinasi, berkhayal membuat permainan, mainan jadi seru.
Pekuncen
Foto foto dari mas Mohamad Setiawan
Kawan saya mengupload foto foto ziarah ritual. Foto foto berseri yang menggambarkan suatu cerita yang menampilkan orang orang berseragam gelap, menempuh perjalanan panjang, tua-muda, lelaki dan perempuan. Foto foto itu menarik minat saya untuk membaca tulisan yang bersumber dari wikipedia yang juga diupload bersamaan dengan foto-foto karya kawan saya itu.
Ceritanya demikian, ada satu peristiwa yang dikenal dengan nama Perlon Unggahan yaitu suatu bentuk ritual sebelum Ramadan, dilaksanakan warga desa Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Barangkali kisahnya jauh lebih kompleks dari tulisan ini. Saya membayangkan ada ritual persiapan, ada pemimpinnya, ada benda benda yang dipakai dalam ritual, ada waktu waktu yang harus dikerjakan orang tertentu atau secara bersamaan, kapan, di mana dan seterusnya. Semua itu mengandung simbol yang bermakna sakral.
Tulisan itu menyebut Pekuncen, saya tak tau apakah istilah ini sama artinya dengan kucen. Kuncen yang saya pahami bukan sekedar jabatan juru kunci atau orang atau pihak yang menjaga dan memelihara makam, melainkan juga orang atau sejumlah orang yang dianggap mengetahui seluk beluk riwayat tempat keramat yang dijaganya. Apakah seluruh warga adalah pekuncen, atau kalau ditelusuri bisa jadi ada stratanya, dari pekuncen biasa sampai pekuncen teratas, yang menjadi tokoh sentral dalam prosesi ritual.
Ritual ziarah ke makam Bonokeling dengan prosesi menjinjing 'Ambeng' dengan kaki telanjang. Berdoa kusyuk pada enam Kasepuhan yakni Kyai Mejasari, Kyai Padawirja, Kyai Wiryatpada, Kyai Padawitama, Kyai Wangsapada dan Kyai Naya Leksana. Para Kyai yang dianggap leluhur warga desa itu, leluhur yang disucikan yang diyakini menjaga identitas dan solidaritas keturunannya. Ada identitas yang ditunjukkan melalui simbol simbol ziarah, doa, pakaian, kaki telanjang. Entah apakah ada semacam kyai siapa yang lebih dahulu diziarahi atau didoakan. Yang pasti, para sesepuh kuncen yang mengatur tatacara itu.
Lepas ritual lalu makan bersama warga sekitar. Tak sembarang makanan. Ada syaratnya, Harus ada nasi bungkus, serundeng sapi dan sayur becek (berkuah) disajikan lelaki dewasa, sesuai jumlah sapi yang disembelih. Membawa makanan bersama, makan bersama adalah ekspresi penting sebagai ikatan solidaritas, ikatan seketurunan. Sah, legitimate menjadi warga yang menjunjung kesakralan leluhurnya. Peristiwa yang dilakukan secara rutin tahunan menjelang ramadhan memperkuat, mengingatkan terus menerus jati diri atau siapa sesungguhnya warga di situ.
Peristiwa Bonokeling adalah salah satu dari sistem keyakinan-kepercayaan lokal. Umatnya adalah satu kerabat berdasarkan keturunan dan perkawinan, barangkali juga ikatan kampung kampung di sekitar situ. Kepercayaan yang abstrak jadi nampak konkrit dalam ritual yang untuk menunjukkan terima kasih manusia, warga desa Pekuncen yang lemah serba terbatas, dengan alam lingkungan yang memberi hidup turun temurun. Akhirnya ritual itu adalah bentuk sikap hormat warga di situ kepada sang pencipta.
Mekare Kare alias tradisi perang pandan adalah atraksi puncak usaba sambah, upacara tahunan utama masyarakat desa adat tenganan Karang Asem. Perang pandan ini dilaksanakan oleh para Truna atau Taruna atau Pemuda dengan senjata seikat daun pandan berduri dalam genggaman tangan kanan dan tameng diselipkan dilengan kiri sebagai alat pelindung diri terbuat dari anyanan ata (sejenis rotan).
Upacara Mekare-kare ini diiringi dengan music khas Tenganan Pegringsingan yaitu Selonding atau musik gamelan.
"Musik dengan alat logam yang mistis beda dengan Bali umumnya." Kata salah seorang warga Tenganan. Terus terang saya sulit membedakan selonding dengan musik gamelan Bali umumnya. Hanya anggukan terus menerus seolah paham, padahal bingung.
Pemandu yang juga warga situ menjelaskan bahwa dalam duel satu lawan satu petarung saling sering dan berusaha melukai lawan dengan senjata ikatan potongan daun pandan yang berduri tajam, luka dan darah menetes dari ppunggung yang luka akibat goresan pandan berduri. Mereka yang banyak tergores jelas kalah. Beberapa kali pemandu itu harus berhenti menjelaskan tentang perang pandan karena sibuk mengurus kepanitian upacara setahun sekali.
Acara perang pandan para teruna (pemuda) akhirnya mulai, setelah terlambat satu jam. Duel dilakukan di panggung setinggi satu meteran agar semua penonton, terutama di bagian belakag dapat melihat. Acara mulai dengan pidato, kemudian orangtua2 (atau para senior membagikan ramuan diwadahi daun pisang ke setiap lelaki di situ kemudian acara dimulai, ditampilkan dua laki-laki satu dari sisi selatan dan yang lain dari sisi utara, terus menerus berlaga kira2 5 menit, berurutan. Terus menerus berlaga sampai sore hari.
Laga antarteruna diakhiri, setahu saya tidak ada pengumuman pemenang. Mungkin karena tidak tahu makna dari duel itu kecuali dianggap perwujudan nilai ksatria, kejujuran, dan keberanian. Selesai duel itu, punggung para teruna yang ikutan duel, penuh goresan dan titik rembesan darah. Tapi tidak satupun kelihatan mereka kesakitan, tetapi justru mempertontonkan punggungnya yang penuh guratan ke penonton.
Rasa rasamya tak ada tradisi seperti duel, di Bali umumnya. Mungkin justru beda itu bikin turis berbondong penasaran datang ke Tenganan.
Terima kasih kepada mbak Wieke Dwiharti
Mulyawan Karim, yang mengajak jalan jalan bersama antropolog Tjunggozali Joehana, Anggraito Sumrahadi, Gigin Praginanto ke Bali Age beberapa tahun silam.
30 December 2019
10:31
Rambut cepak, kacamata item, sepatu jenggel, kaos tshirt item rada melar, satu nomor di bawah ukuran badan, biar ketat, dan keliatan bodynya celana jins model baru, ngerucut ujung rada dilipet biar sepatu muat.
Robin, jagoan tua, pengalaman puluhan tahun bagian keamanan. Masa muda ikut jadi keamanan Kalijodo, lalu pindah. Pindah bukan karena daerah itu disulap Ahok jadi Taman hiburan. Jauh sebelum itu, sekitar tahun 70an awal. Dia pindah jadi keamanan tempat hiburan daerah Mangga Besar, lalu beralih jadi satpam setelah tempat hiburan itu dibongkar jadi kantor. Kerjanya tetap sama yakni keamanan. "Sekali keamanan tetap keamanan." Katanya sambil tertawa.
Walau tua, gaya berpakaian tak pernah berubah. hanya gaya rambut berubah,masa muda gondrong, masa tua cepak. Kaos rapih, masuk celana sehingga gesper keliatan. Memang gesper itu yang dipamerkan. Katanya gesper punya sejarah. Barang itu dikasih bos nya dari Singapore. Di kepala gesper ada tulisan love dengan huruf yang kata Robin, zaman tahun 70an gak ada yang menyamai.
Nama sebenarnya Sobirin, tapi sudah keburu dikenal Robin, ya jadi keterusan dipanggil Robin.
"bagus juga nama robin, temennya Betmen" begitu saja komentar ketika ditanya soal nama.
Kalau soal asal usul agak misterius, ada yang bilang dia orang Cirebon, ada yang bilang dia orang Garut, Tasik, Banten. Tak ada yang cari tahu siapa dia sesungguhnya. Tak ada yang peduli asal usulnya dan identitas lainnya, Temen temennya setuju, dia orang gaul, enak ngobrol, hangat, seimbang antara bicara dan mendengar. Tapi kata kawan akhir akhir ini dia lebih banyak mendengar, mungkin karena usianya yang pertengahan enampuluhan.
Kalau belum kenal pasti menganggap dia serem bengis, apalagi kalau kenalan sewaktu muda, ada bekas codet panjang di bawah cambang, bikin serem. Sekarang, wajahnya sudah tertutup kerutan dahi, keriput di leher, jalan agak membungkuk, pagi siang sore malam beredar di sekitaran Sawah Besar.
29 December 2019
07:21
Kober
Seingat saya, dulu di daerah jalan Prapanca ada nama gang Kober. Gang sempit bersebelahan dengan Tempat Pemakaman Umum Blok P. Di situ ada tempat hiburan malam, ada psk, ramai setiap malam, kecuali malam jumat tutup, hanya kegiatan "nebar" sesajen. Kabarnya setelah dirazia, psk tidak lagi berada di sana, kemudian digantikan dengan waria. Apakah masih ada gang kober, psk atau waria di situ, entahlah, boleh jadi sudah digusur.
Kober artinya adalah tempat pemakaman atau bahasa sehari harinya kuburan. Tempat pemakaman di prapanca sudah dibongkar, sudah berubah fungsi menjadi kantor Walikota Jakarta Selatan. Tempat ini menyisakan cerita seram, angker misterius. Sewaktu ada kasus mobil yang terjun bebas di parkiran, cerita itu dikaitkan dengan kisah angkernya tempat ini.
"malam tertentu, masih tercium bau kembang,ada penampakan makhluk halus" kata penjaga parkir perkantoran. Tentu saja sulit percaya dengan informasi seperti itu, sebab pemakaman itu sudah lama sekali dibongkar dan tidak ada lagi penguburan di situ. Namun cerita soal kuburan atau kober selalu seram mistis yang membuat bulu kuduk berdiri.
Di pemakaman petamburan, saat ziarah Sabtu kemarin, ada anak anak di situ sedang latihan pencak silat. Mungkin karena nggak ada tempat lain sehingga tempat pemakaman menjadi pilihan latihan anak gang kober. Latihan pencak silat dari anak anak sampai muda mudi. Anak anak pagi hari, muda mudi malam hari. Hanya sekali seminggu.
"masih saja orang takut kalo disuruh berlatih sendiri malam hari, padahal tak sendiri karena ada senior yang mengawasi dari jauh." Kata salah satu pelatih senior.
Masuk akal atau tidak, kuburan, menjadi tempat yang menakutkan. Saking menakutkan, menimbulkan hawa seram, menjadi inspirasi seorang mpu ahli buat keris dengan nama setan kuburan.
Konon keris itu dipakai dan dijadikan senjata andalan Adipati Jipang. Keris dengan julukan Brongot Setan Kober, punya sifat seram dan menebar hawa panas, membuat pemakainya mudah marah, sekaligus membuat lawan ketakutan sebelum bertarung.
Konon menurut cerita sejak kekalahan perang tanding Aryo Jipang lawan Danang Sutawijaya, keris Brongot Setan Kober lenyap tak tentu rimbanya. Ada yang bilang pusaka itu dihancurkan karena dianggap membawa hawa panas dan amarah penggunanya, seperti halnya Aryo Jipang yang terkenal pemarah.
Sayang sekali kalau keris itu dilenyapkan. Semoga berita itu tak benar, semoga keris masih tersimpan dalam koleksi istana Mataram di Surakarta atau Jogyakarta bersama keris pusaka Nagasasra, Sabuk Inten, Sengkelat, yang legendaris. Keris bukan sekedar pajangan, tetapi sebagai penjaga kekuatan spiritual raja dan kerajaan.
Kisah kober, seperti juga tempat, benda keramat, makhluk halus, dunia roh, yang semuanya dipercaya hanya dirasakan melalui kekuatan bathin. Sebagai bagian dari cerita rakyat, dunia gaib dan nyata menjadi bagian dari dongeng inspiratif yang terus menerus terpelihara dalam tradisi kebudayaan di Indonesia.
Bupati Karanganyar beli Rubicon 1,9m dari dana apbd. Apa yang dipikir oleh bupati kok sampe memutuskan beli? Kata Bupati, dia sudah melakukan kebijakan efisien selama ini.
"kalau bukan hal penting saya tidak akan menyetujui pengeluaran dana (apbd)" demikian yang dikatakan bupati.
Ini artinya bahwa mobil merek rubicon itu amat penting. Sebab dengan harga dalam kategori mewah saja dia tetap membeli.
Apa pentingnya mobil rubicon? Alasannya mobil itu untuk digunakan medan terjal, atau bahasa otomotifnya, off road.
" kalau naik gunung kemana mana sesuai,tepat, bagus itu," demikian kata Bupati Juliyatmono.
Mungkin maksud bupati dengan kata efisien sebab mobil baru, mesin matik, beli di dealer, tidak membutuhkan perawatan khusus. "Nanti kita coba di Waduk Jlantah, Jatiyoso, di Segorogunung." Tambahan penjelasan Bupati seolah janji akan keliling meninjau wilayah yang terjal.
Dari sisi warga yang beberapa diwawancarai, perihal arti pentingnya Rubicon. Mobil kelas mewah tidak penting, apalagi memakai uang apbd, yang artinya uang rakyat. Bupati dinilai tidak punya empati terhadap kondisi warganya yang masih ada (entah banyak atau sedikit tak tahu) yang miskin. Miskin dengan mengacu pada kualitas fisik rumah warganya yang berdinding bilik dan beralas tanah.
Sepertinya belum ketemu atau sependapat antara Bupati dan rakyatnya soal pentingnya beli mobil wrangler Rubicon. Bagaimana gubernur? bagaimana Menteri Dalam Negeri? Kalau DPRD tentunya sudah menyetujui sebab sudah ada mata anggarannya di apbd, bahkan kabarnya sudah dianggarkan 2,1m.
Membayangkan pak Bupati kunjungan ke medan terjal, perbukitan, pegunungan, mobil terlonjak lonjak akibat jalan tak rata, berlubang, duduk tak nyaman. Supaya hilang penat sambil nyanyi lagu masa kecil
Naik naik kepuncak gunung
Tinggi tinggi sekali
Kiri - kanan kulihat saja
banyak pohon cemara
Kiri - kanan kulihat saja
banyak pohon cemara
Natalan, kumpul di rumah, seperti tahun sebelumnya. Menu rawon dengan telor asin, sambel terasi, bawang goreng. Rawon gaya Surabaya-Mojokerto. Hitam pekat dengan potongan daging bentuk dadu yang sudah menghitam berendam semalam di kuah daging, campuran kluwek.
Somay, kentang, tahu dan pare satu paket di dandang kukus di atas kompor mini, membuat makanan itu selalu hangat. Ayam bakar, spagheti.
Pelepas dahaga menjelang gerhana matahari tersedia di meja minuman ringan berupa christmas squash alias kelapa, sari lidah buaya, nutrijel, diguyur sunquick dan sprite.
Pukul duabelas pas, sudah sampai di Pringgodani, mereka konco lawas, pernah satu masa bersama di bangku kuliah, di taman kampus, teater, di tempat tongkrongan anak muda mahasiswa tahun 70an.
Nongkrong, diskusi, dan bernyanyi seperti satu paket. Diskusi dulu lalu menyanyi, atau menyanyi dulu baru diskusi. Semangat merdeka berpikir bebas, textbook, dan juga teks lirik lagu jadi hapalan dan mendalami maknanya.
Setelah lebih dari empat puluhtahun kami masih tetap berusaha ngumpul. Semakin bertambah usia, semakin niat menggebu ngumpul bareng teman sebaya. Seperti yang terjadi hari ini, duduk mengelilingi meja dan mendengar ahli Papua berargumen
,seru dan rasanya lama sekali nggak mencium aroma diskusi. Diskusi yang membela manusia terjejas. Rindu.
"Sadarkah cara hidupmu
Yang hanya menelan korban yang lain Bintang jatuh hari kiamat
Pengadilan yang penghabisan"
(Black Brothers)
Malam natal malam yang spesial. Yang datang jauh lebih banyak dari misa kudus setiap minggu. Ada hal yang dianggap penting untuk selalu hadir pada peristiwa penting ini. Memperingati kelahiran Jesus Kristus yang dalam kisah lahir di kandang, dibungkus kain lampin atau semacam popok bayi, dibebat di tubuh menjaga agar anak baru lahir itu hangat. Lalu dibaringkan di palungan kayu berlekuk biasanya untuk tempat makanan atau minuman ternak.
Dalam misa malam tadi, suasana di kandang itu diperingati dengan berdoa sambil membayangkam peristiwa kelahiran di suatu tempat yang tak lazim. Perwakilan umat mendekat kandang, anak anak, remaja, dewasa, orang tua, laki, perempuan, bapak ibu, oma opa, menyampaikan doa natal, berucap terima kasih dan harapan permohonan hari hari ke depan.
Natal adalah peristiwa sakral dengan tahap prosesi ritual di rumah ibadah atau gereja. Peristiwa yang selalu diperingati setiap tahun. Natal juga suatu peristiwa solidaritas, menjadi momen berkumpul bagi kerabat, sahabat dan handai taulan merayakan Natal dengan semangat sukacita. Natal sesungguhnya menjadi milik semua orang.
Selamat Hari Natal 2019
Pasang pohon natal sudah lama, sudah lebih dari dua minggu yang lalu. Pohon natal sudah dihias, pernak pernik aksesoris satu paket dengan lampu terpasang dengan sempurna. Uji coba sudah dilakukan, yakni pasang lampu kedap kedipnya. Hampr sempurna. Seluruh lampu dinyatakan lulus, kecuali satu arus yang entah kenapa tak menyala. Tak mengapa, hanya beberapa lampu saja yang mati, tidak mengurangi keindahan pohon natal dengan lampu kelap kelip.
Selain di pohon natal ada hiasan lain, ada kertas mengkilat warna warni berbentuk seperti rantai disampirkan di setiap kusen pintu. Hiasan kertas warna warni juga ditempatkan di teras depan dan belakang. Hanya kali ini tidak ada lampu hias. Tahun ini banyak lampu hias yang tak menyala. Jadi teras depan dan belakang tak lagi dihiasi lampu kelap kelip.
Hari ini, batas akhir untuk segala perhiasan pohon natal dan segala yang berkait dengan kemeriahan hiasan berikut lampunya. Untung pekerjaan hias menghias akhirnya selesai. Beberapa hiasan sempat berantakan karena hembusan angin kencang yang datang mendadak. Hanya dalam beberapa waktu, hiasan sudah diperbaiki. Antisipasi angin kencang lagi, pemasangan dibuat dengan lebih kuat.
Pohon natal selesai, dengan hiasan beraneka dan lampu warna warni kelap kelip indah dipandang mata. Pasang pohon natal setahun sekali untuk menyambut kelahiran Sang Juru Selamat Dunia.
Standar minimal Pedagang Kaki Lima musti punya gerobak dorong-tarik. Apalagi di daerah pusat kegiatan dagang. Ini penting sebagai antisipasi adanya sidak satpol pp, yang datang pergi sulit diprediksi. Karena pengalaman diciduk, dirazia di "aman" kan PKL makin lama makin handal dalam hal antisipasi razia.
Pasang mata dan telinga, sambil terus ramah dengan pembeli. Katanya berita pembersihan tak selalu menjadi kenyataan. Apalagi kalo beritanya dari orang yang tak dikenal, huh tak digubris. Mana ada pedagang yang off gara gara berita hoaks. Kalau soal satpol pp yang bolak balik lewat, sudah biasa. Mereka itu hanya lewat, tidak melakukan razia.
"ada waktu tertentu merazia PKL. "
"Saya nggak tahu kapan waktunya, dan semua juga gak ada yang tau kapan pastinya."
"hanya berita mulut ke mulut dan wa, berita dengan segera tersebar."
Cepat pula antisipasi, seperti terjadi beberapa saat lalu, "di depan bank itu sudah ada dagangan yang diangkut truk bak terbuka", lalu sekejap saja para PKL mendorong atau menarik gerobaknya, menjauh dari jangkauan operasi. "paling sejam dua jam, setelah razia selesai, PKL kembali lagi."
Tentu saja mereka tak mau pergi. Tempat dagang itu adalah sumber penghasilannya. Walau digusur terus menerus, selagi masih bisa bertahan, tak bakalan pergi. Tidak rumit kok, sebab itu rumus hidup.
Lama tak lihat ini, jual mainan dari bahan bambu. Di trotoar Malioboro Jogyakarta, di pusat keramaian dan salah satu tujuan orang berwisata kota ini. Motto, tidak ke malioboro tidak ke jogya, atau bukan ke jogya kalo nggak ke Malioboro. Dibolak balik, permainan merangkai kata supaya indah, enak dicerna dan mudah.
Mainan bahan bambu macem macem di satu atau dua pikulan. Gasing yang nampaknya banyak dipajang. Gasing bambu. Mainan mambu yang bagus bila mendengung dengan bunyi yang keras saat berputar. Khas sekali sebagai mainan daerah Jawa. Di Jakarta gasing berbeda. Gasing dari bahan kayu berbentuk mengerucut yang ujungnya ada besi seperti paku. Bunyi bukan ukuran bagus tidaknya mainan itu.
Kalau dulu yang jualan biasanya lelaki tidak muda tidak pula tua. Duduk dengan dingklik di ruang terbuka kampung, tak lama dikelilingi anak anak. Penjual in action dengan memainkan gasing, satu dua seolah menunjukkan perbedaan suara dengungan. Konsumen tinggal memilih mana yang ia suka. Di Malioboro, yang jualan perempuan, ibu ibu, duduk menunggui dagangannya. Tidak sempat menunggu ibu ibu menunjukkan kebolehan main gasing bambu. Semenit dua menit di depan penjaja itu lalu berlalu melihat dagangan yang lain di sepanjang trotoar jalan yang amat terkenal itu.
Gasing asli dari Jawa?. Nggak juga. Konon Cina dan Asia Tenggara umumnya mengenal gasing. Ada proses enkulturasi atau mengambil mencangkok pengetahuan dari budaya lain kemudian mengembangkam sendiri dengan cara setempat. Akhirnya bisa menghasilkan macam dan permainan gasing, yang bisa jadi beda dari daerah asalnya.
Orang Jogya menyebut main gangsingan. Mungkin asal muasal dari bunyinya yang mendengung desis sing sing jadilah disebut gangsing. Katanya ini salah satu permainan tertua, mesti tanya sama ahli arkeologi yang biasa melakukan ekskavasi. Entah benar tua atau tidak, yang jelas permainan ini butuh latihan dan ketrampilan supaya menghasilkan bunyi yang lebih menawan.
Melahirkan, menamai, merawat, membesarkan, mengajari mulai dari mandi, menggosok badan menggosok gigi, cuci kaki tangan naik tempat tidur, bangun pagi sudah tersedia sarapan. Siapkan bekal sekolah.
Tas besar isinya macem macem, segala keperluan anak ada di situ, peniti, gunting kuku, handuk kecil, banyak yang lainnya, dan uang receh untuk antisipasi anak minta jajan.
Cuci, setrika, masak, bikin kue saat natal dan lebaran, jualan untuk tambahan penghasilan. Buat prakarya, tugas sekolah di handlenya, dengan santai. Sering dilabelkan dengan status, tidak bekerja. Sebab pekerjaannya tidak menghasilkan uang.
Selamat hari Ibu, karena hampir seluruh pekerjaannya adalah menyiapkan anak untuk masa depannya. Sebuah sumbangan yang yang susah diukur dalam itung itungan matematis. Sumbangan yang hanya bisa dirasakan betapa besar jasa Ibu. (22Desember 2019)
Akhirnya buku yang diberi judul "Tiga Macan Safari" terbit. Saya dan beberapa teman antropolog, ikut ambil bagian dari penulisan buku Sejarah Taman Safari Indonesia. Ada belasan orang ikut dalam proyek yang dipimpin Rudy Badil. Dia yang mengajak saya dan teman antropolog lain. Dia senior sekaligua guru saya dalam banyak hal. Dia sekaligus yang selalu memberi inspirasi dalam setiap ngumpul ngobrol-diskusi.
Menggarap gagasan berkesan bosenan. Seringkali cepat pindah gagasan yang belum digarap tuntas. "kita bikin cerita asal mula ciliwung. Ini kan hulunya, sambil menunjuk sungai samping camping ground." Lalu ngobrol ngalur ngidul lagi. Sehabis makan siang dia bilang. " Kita bikin pesta tahunan, undang menteri, para dedengkot pecinta alam." Bulan berikutnya dia punya ide napak tilas, arca ganesha, nanti dibantu para arkeolog." Banyak ide yang lain, lupa saking banyaknya. Tapi satupun ide itu terwujud, karena ide ide memang enak diobrolin. Itulah Badil "satu belum selesai, sudah pindah ke yang lain."
Tulisan ini sebagian menceritakan soal Taman Safari, soal proses membuat buku, dan dalam gagasan saya, rasa rasanya lebih bicara pada sepenggal cerita Badil ketika mengajak ngobrol dongeng berkisah selama ketemu dua mingguan dalam periode setahun di Rumahdua.Taman Safari Indonesia. Di bawah ini saya tulis pandangan sejengkal dan sepenggal tentang Badil.
Badil yang penuh siasat
Hanya butuh beberapa detik memutuskan ikut bantu Badil meregistrasi mereka yang mau ikutan kursus jurnalistik.
"Maksimal tiga puluh orang bro."
"Waktu secepatnya, tempatnya di Taman Safari."
"Tidak bisa langsung masuk. Kalo peserta datang mesti tunggu di parking lodge. Nanti ada mobil yang jemput."
"Kita kumpul di rumahdua" rumah kayu semacam bangsal yang biasa dipakai untuk acara training, outbound dan sejenisnya. Di dalam area taman safari, tempat penangkaran macan tutul jawa. Jelas tempatnya, waktunya sudah fixed dengan hari H yakni sabtu minggu depan.
Tunggu punya tunggu, pas hari H nya tak ada satupun yang hadir walau janjinya ada tigapuluh yang akan datang. Soal alasan, terlalu banyak untuk dimuat dalam kisah ini.
"Nggak ada yang minat dil(badil)." maksudnya minat training jurnalistik. Nggak enak juga rasanya, dilimpahi tugas ngajak para insan antropolog, senior junior maupun mahasiswa, ternyata tak satupun nongol.
"Oke bro, gak masalah."
Rencana bikin training berobah seratus delapan puluh derajat, menjadi rencana bikin filem atau video. Bikin filem dokumenter, bikin visual antropologi, bikin photo series. Segudang ide Badil, lalu gayung bersambut, makin seru, makin panjang diskusi, makin serupa dongeng, enak didengar dan dikhayalkan, bagai mimpi makin bludak dituang bersama dalam satu malam di rumah kayu, di area Taman Safari. Akhir kisah, dari dongeng diwujudkan jadi lebih konkrit; membuat filem pendek.
"Bikin stok filemnya dulu, nanti editan sambil jalan."
"Jangan cuman filem, foto juga, kalo gak ada stok filem, bisa pake foto untuk perkuat dokumen."
Namanya ide, ngacak, ngaco, ngocol gak masalah. Pelan, tapi pasti akhirnya bikin filem pendek soal Kerak Telor. Skrip selesai termasuk anggaran. Diskusi kalangan terbatas. Masih belum konkrit. Lalu ketemuan dengan Badil untuk legitimasi proposal. "Asal Badil setuju, kita maju cari donatur." Begitu inti kesepakatan kami, termasuk ahli visual antrop yang sudah pernah buat dan publikasi filemnya di manca negara.
"Kita bikin filem soal burung bro."
Hah! Kita semua bengong saling liat liatan, waktu suatu hari sabtu bikin ketemuan. Lalu filem kerak telor jadinya gimana? Dengan berbagai argumen, Badil mengurai pentingnya buat filem burung. Ilutrasi jalak bali yang dilepas di sekitaran taman safari membuat harga jalak tidak lagi membumbung tinggi. Orang bisa punya dan pelihara jalak. Jalak banyak didapat. Jalak tal lagi barang langka. "Kita harus bikin filem burung untuk sosialisasi ke masyarakat pecinta burung. Jadilah buat filem tentang burung. Dengan kata lain, filem kerak telor gagal tidak jadi. Istilah Badil "kita tunda dulu yang itu".
Ketemu minggu berikutnya, filem burung diubah. Ganti. Tidak bikin filem. Pembicaraan soal bikin majalah burung. Setumpuk majalah tentang burung tergeletak, cetakan mewah, sudah menerbitkan delapan edisi dalam dua tahun. Ngotot bikin majalah karena kata "ajudannya" sehari sebelumnya Badil ketemu seorang penggemar aneka burung, kaya raya, menawarkan buat majalah.
Otak kita switch dari filem ke majalah. Gak masalah? ya masalah, harus berpikir ulang lagi. "kerangka pikirnya kan sama saja" kata Badil. Saya sih ngangguk aaja sambil mikir, lebih banyak nggak ngertinya daripada paham.
Begitu kira kira apa yang ada di pikiran kami. Lalu mulai bikin rencana, beberapa orang dari pecinta alam ikutan. Dua kali pertemuan tentang rencana buat majalah burung, hasilnya adalah ide Badil lagi yakni membuat buku tentang sejarah Taman Safari Indonesia. Lagi lagi kami dibuat bengong dengan gaya pindah gagasan yang cepat. Kalo dirunut maka mulai rencana bikin training, lalu bikin filem lalu bikin visual antriopologi, lalu bikin majalah, akhirnya bikin buku. Hanya satu yang penting di sini, kemampuan Badil mensiasati, mengikat orang orang "dekat" nya ikut dalam proyek angan angannya.
Untung saja angan angan itu ada yang jadi kenyataan. Gak tanggung tanggung, ada belasan orang yang ikut terlibat dalam proyek pembuatan buku sejarah Taman Safari. Gak tanggung tanggung, saya berkenalan dengan anggota tim yang sama sekali baru.
Tim dibagi jadi dua, penulis dan dokumentasi. Ketua tim alias team leader adalah Badil. Tiga bulan, sudah separo jadi. Data sudah relatif lengkap, pembabakan oke, hanya layout dan editing yang makan waktu lama. Kemudian harus ditambahkan data tentang sirkus masa kini. Tim mengirim beberapa orang ke sumatra mengikuti safari sirkus dr palembang ke lampung. Tim juga ke Jawa Timur ke Safari Prigen, bagian dari perluasan di Cisarua Terakhir melakukan observasi sirkus di Cibinong.
Tuntas sudah seluruh pengumpulan data. Dengan membagi cerita diawali dengan pengusaha tukang obat, buka praktek berobat lalu buat sirkus akrobat, lalu membuat kebon binatang, mengembangbiakan hewan dan tanaman, menjadikan tontonan hewan dengan mobil, aneka atraksi hewan, melibatkan masyarakat lokal dan luas ambil bagian manfaat dari TSI.
Siapa dibalik berdirinya TSI adalah fokus dari buku yang barusan, 14desember 2019 diluncurkan di central Park Mall. Bukan sekedar menampilkan nama nama mereka -Hadi Manansang, dengan tiga anaknya, Jansen Manansang, Frans Manansang dan Tony Sumampouw juga evolusi pemikiran dan kerja amat sangat keras dari mereka yang penuh inspiratif. Makanya buku diberi judul "Tiga Macan Safari." Dengan gaya khasnya, Badil membuat sub judul yang lugas berkelas, yakni bab I Sirkus ngamen menuju permanen, bab II kebun teh jadi kebun binatang, bab III safari menuju konservasi, dan terakhir bab iv mensafarikan masyarakat memasyarakatkan safari.
Akhirnya rampung proyek buku. Semua yang terlibat dari awal proyek buku, diundang oleh pembuat sejarah; Macan Satu, Macan Dua dan Macan Tiga. Semoga bukunya bermanfaat bagi banyak orang, apabila ingin tahu bagaimana perpaduan bisnis dan konservasi bisa belajar di Taman Safari Indonesia. Sukses buku ini yang melalui perjalanan panjang tak menentu, namun beruntung berkenalan dengan sahabat sahabat baru dalam tim buku. Memang itu gaya Badil yang menggalang pertemanan lintas angkatan, melontar ide terus menerus, diterima syukur, gak diterima bikin ide lagi. Sayang beliau tak menyaksikan karya, yang sering dia katakan "karya terakhir".
Cumi asin
Cukup dua atau tiga potong kecil dengan nasi ukuran sebungkus di warung Padang, mampu membawa semangat jalan jalan keliling Jakarta. Apa saja ragam masaknya, mau cumi asin balado, cumi asin tumis cabe ijo sama enaknya. Kalo soal ini, menikmati makannya yang pas ya di warteg.
Banyak macam masakan cumi asin yang terhidang di balik etalase standar warteg. Apapun, bisa warteg kelas bawah yang pelanggannya tukang bangunan, sampe kelas atas yang konsumennya karyawan kantoran. Kalau yang kelas bawah palingan hanya satu macam masakan cumi asin. Kalau kelas atas ada dua atau tiga macam. Ada cumi asin bumbu padang, cumi asin asem manis, cumi asin goreng tepung. Dengan kutak katik sedikit, kombinasi sana sini, campuran bahan lain, macam masakan cumi asin bisa berkali lipat dari yang disebut di atas. Hampir yakin saya bahwa cumi asin adalah bahan yang biasa ada di setiap warteg. Ketrampilan juru masak yang membuat tampilan menu cumi asin beda setiap hari
" Beli satu dua ons setiap belanja, cukup untuk dua atau tiga jenis menu cumi asin." Iya. Cumi asin potong kecil kecil, campur dengan cabe ijo, cabe kriting dengan bumbu lainnya, sudah jadi satu menu. Cumi asin tumis dengan potongan tahu dan kacang panjang atau buncis, jadi menu lain.
Apalagi dengan sayuran pendamping yang pas. Sayur asem salah satu yang paling disukai. Ada lagi sayuran kacang panjang tumis maupun berkuah. Soal selera variasi. Konsumen bebas memilih, mencampur menu yang tersedia di warteg.
Kadang tak penting juga menamai menu cumi asin di warteg. Yang makan di situ tak menyebut nama menunya, hanya menunjuk saja makanan yang disuka. Pelayan akan mengikuti instruksi konsumennya.
"Minta yang ini mbak." Sambil menunjuk cumi asin yang satu, lalu "minta yang itu juga mbak" menunjuk cumi asin jenis masakan lain. Iya juga, selagi pesan makan di warteg nama tak lagi penting. Lagi pula orang makan di warteg hanya butuh sepuluh menit, lalu bayar, lalu keluar. Apa yang dimakan pun kadang lupa.
"Makan apa tadi"
"Sayur asem, cumi asin"
"Cumi asinnya diapain"
"Balado campur campur"
"Campur apa"
"Ya campur sambel campur sayur asem"
Soal selera, nampak tak banyak berubah. Ratusan bahkan ribuan tahun, bahan makanan dengan pengawet tetap jadi pilihan. Bahan makanan yang diawetkan dengan garam adalah salah satu metode pengawetan paling tua.
Mau pengawetan dengan pendingin juga bisa, hanya membutuhkan peralatan yang lebih kompleks. Pengawetan dengan diasapi juga jadi makanan yang digemari. Pengawet dibutuhkan agar makanan menyerupai aslinya. "Nggak dapet yang asli, minimal dapet yang KW dengan cita rasa asli." Begitu kata Maryono, pengamen yang biasa mangkal depan salah satu warteg kesohor. Memang Itulah guna akal budi mencari solusi dari bahan yang ada.
Wayang Orang
Pernah membaca di Kompas.com tentang pertunjukan Wayang Orang Bharata di gedung di jalan Kalilio, sekitaran Pasar Senen, Jakarta Pusat. Penontonnya selain melepas rindu akan seni tradisional jawa yang semakin tergerus hiburan lain, juga menjadi wahana berkumpul, semacam reuni sesama penggemar seni Jawa.
Menariknya, banyak di antara penonton yang sengaja membawa anak-anaknya. Sepertinya mau mengenalkan pada generasi mendatang mengenalkan wayang sejak usia dini. (kompas.com minggu 1mei 2016).
Penting gak sih mengenalkan pada anak anak sejak dini. Ya penting. Seni seperti halnya permainan tradisional amat penting bagi tumbuh kembang anak. Selain untuk rekreasi, seni yang tumbuh sebagai tradisi berfungsi untuk menanamkan nilai yang dapat menjadi pedoman adaptasi, menyiapkan anak agar dapat hidup bermasyarakat. Mengenal apa yang baik dan buruk, suci dan tak suci, menghormati dan lainnya.
Guru saya pak Jimmy, saya menyebutnya demikian, nama lengkapnya James Danandjaja, guru besar Antropologi UI mengatakan seni tradisi adalah folklore bagian dari kebudayaan, kolekfif, diwariskan turun temurun, lisan dan dengan bantuan gerakan isyarat untuk mempertegas bahasa lisan.
Folklore bisa jadi berupa bahasa rakyat, ungkapan, cerita, musik, guyon, cerita menjelang tidur, juga yang lebih formal seperti teater. Folklore berupa kegiatan fisik yang setiap detik gerak dan ucapan mempunyai makna dan dimaknai. Seni tradisional apapun itu sama dengan memetakan jaringan simbol. Satu bagian hilang bisa jadi tak lagi punya makna.
Sama saja kalau kita tak paham makna permainan sepak bola. Itu permainan gila, 22 orang berebut satu bola. Sudah dapat bulanya, malahan ditendang.
Tak perlu banyak kotbah, berwacana terus menerus tanpa akhir, dan sering menggurui. Ajak anak anak mengenal seni sejak dini, seperti yang dilakukan para penonton wayang orang di Bharata.
Foto: Mohamad Setiawan
Banda Naira
Baru hari ketiga, di pagi hari rombongan kami, beneran menjelajah dan menikmati kepulauan Banda Naira. Hari pertama, siang hari mendarat di Ambon, masuk hotel, jalan jalan sekitar ambon melihat pengrajin tenun, berkeliling makan makanan khas Maluku, mampir di toko cinderamata, mutiara dalam ragam anekanya. Pagi hari sudah berangkat dengan kapal cepat menuju banda naira yang makan waktu lima jam, menghabiskan siang hari dengan berkeliling diseputaran Banda Naira untuk mengunjungi situs-situs budaya peninggalan masa lalu. Rumah Sjahrir, rumah Hatta, museum, rumah saudagar rempah Belanda, pasar, pelabuhan, gereja yang sekelilingnya ada bangunan kuburan tua.
Hari ketiga yang sesungguhnya merupakan wisata sejarah, politik dan budaya. Dengan perahu kecil bermotor, ke Banda Besar, bagian dari gugusan kepulauan Banda. Sandar di Dermaga, memasuki wilayah desa Lonthoir, deretan rumah kiri kanan, utaranya gunung, selatannya laut. Hanya dengan jalan kaki pemukiman tak padat penduduk sudah dijelahahi sepanjang siang.
Lonthoir atau Lonthar, atau Lontar, yang mana yang benar entahlah, caranya menyebut dan berbunyi sama. Daerah yang bernilai penting dalam sejarah. Daerah yang menjadi sumber percekcokan, konflik antarbangsa Eropa dan bangsa Eropa dan bangsa Banda. Sumbernya adalah Pala, rempah yang amat mahal harganya di pasaran Eropa.
Pulau ini seluruhnya adalah tempat tumbuhnya pohon Pala yang sekarang dibudidayakan dengan pengaturan penanaman bersanding dengan pohon Kenari. Pala dan Kenari ditanam berdampingan. Kabarnya kenari adalah tanaman yang dapat melindungi tanaman pala dari panas matahari dan curah hujan yang langsung. Pala tidak dapat tumbuh subur bila langsung di bawah sorotan matahari. Intrusi sinar matahari yang masuk dari cela pepohonan bagus sebagai spot foto.
Lonthoir jadi incaran Belanda, atau para saudagar Belanda. Berduyun duyun menumpang kapal menjalin hubungan bertemanan, dagang, dengan penduduk lokal. Bukan cuma Belanda, dan memang bukan Belanda yang pertama masuk ke Banda Naira.
Bangsa Portugis yang pertama masuk ke kepulauan Banda Naira, menjadi bangsa Eropa pertama ke daerah itu. Portugis puluhan tahun sebelumnya sudah jadi rekanan dagang dengan bangsa bangsa di dunia di daerah Selat Malaka yang kala itu jadi pusat perdagangan di Asia (Tenggara). Komoditas rempah, biji dan bunga pala jadi bagian dan penting dalam perdagangan di situ.
Beberapa pejabat tinggi portugis mencari tahu asal usul komoditas itu, lalu mengajak, mungkin juga mamaksa setelah penaklukan, militer (kemungkinan dari Batavia ke daerah timur, Banda Naira utamanya. Berdagang di sana beli rempah di sana, jual di Eropa, entah Portugis setengah hati, sebab kongsi dagang portugis tak bertahan lama. Mereka lebih memilih berdagang jual beli rempah di Malaka yang wilayah Portugis daripada di timur yang tak dapat dikontrol, atau kemungkinan daerah maluku memang tak aman buat berdagang. Jadi memilih Malaka, walau mahal tapi mudah.
Catatan dari portugis membenarkan bahwa ada jaringan perdagangan dari utara ternate tidore sampai ke Banda, dengan produk utama rempah dan cengkeh, yang ditukar dengan produk pakaian peralatan (1512). Jaringan itu yang mengikat utara tengah dan selatan, dengan bahasa dagang, bahasa lingua franka. Orang Ternate Tidore kerja di Banda Naira, juga sebaliknya.
Walau membangun benteng portugis di sana, tetapi perang terus menerus tak sehat untuk berdagang, apalagi sejak pembangunan benteng bukannya lebih damai tapi jadi bibit permusuhan dengan penduduk setempat. Serang menyerang yang melelahkan bertahun tahun. Sejak saat itu, orang-orang Portugis jarang mengunjungi pulau-pulau lebih suka membeli pala dari pedagang di Malaka.
Sepertinya Portugis tidak ada niat membangun koloni di Banda Naira, tidak serius bangun pelabuhan, apalagi mendirikan pemerintahan di sana, atau karena penolakan terus menerus dari orang Banda, mulai dari tak rela Portugis membangun pos permanen.
Lain halnya dengan Belanda, kosongnya kontrol akan kepulauan itu, menjadikan belanda.masuk ke situ, berdagang, daripada dagang di daerah utara, ternate tidore. Perdagangan Belanda lebih langgeng walaupun sejak awal hubungan sosialnya saling menghindar, cenderung membenci. Hubungan dagang tapi tak saling percaya. Belanda menyalahkan Banda yang tak taat kesepakatam dagang, sementara banda menyalahkan Belanda yang menjual komoditas yang tak diperlukan. Kabarnya orang Banda atau Maluku umumnya oke saja berdagang dengan siapa saja, yang tak disenangi adalah rempahnya ditukar dengan bahan komoditas yang tidak biasa. Orang Banda menjual rempah dari pedagang portugis, india, arab dan jawa, mendapat peralatan tembaga, obat obatan, porselein yang berharga.
Sulit negosiasi harga bukan saja dengan penduduk lokal, juga dengan sesama saudagar belanda, sampai satu titik harga komoditas tak mampu menutupi ongkos transportasi. Pendek cerita semua pedagang belanda yang ke sana sering rugi. Lalu antarpedagang sepakat membentuk kongsi dagang VoC. Dengan kongsi dagang bersama, harga stabil, pengiriman barang lancar, jalur transportasi Eropa Banda.Naira terjamin, sepertinya masa ini semua pihak sama senang. Ada Lembaga dagang, ada penanggung jawab belanda di tempatkan di sana, ada elite banda yang memerintah. Perwakilan dagang belanda dan elite banda bergaul punya kepentingan beda. Ini perlu referensi kenapa bisa langgeng.
Masa itu rempah jadi sangat mahal dan dibutukan bukan cuma.eropa. bahkan india.import dua kali lebih banyak dari eropa. Konon kabarnya Belanda mulai tidak telaten dengan kerjasama.dagang dengan Banda, dia mau monopoli. Keuntungan berlipat ganda di depan mata bikin mata gelap. Prinsip perdagangan diabaikan. Membujuk elite (pedagang) banda teken kontrak kesepakatan membiarkan belanda monopoli beli rempah. Sebagian sepakat, walau belum tentu paham, sebagian lainnya tak setuju. Mereka yang tak setuju ini dipakai Belanda untuk mendatangkan pasukan menjaga (perdamaian) perdagangan (monopoli). Alasan Belanda saat itu ada pemberontakan elite yang menyebabkan puluhan warga Belanda tewas. Seperti apa ceritanya perlu baca refensi lebih banyak.
(Kisah Ini diambil kebanyakan dari google. Masih bersambung menyambung dengan petilan kisah lain di Banda Naira. Keliatan dimanapun, kapanpun, saudagar, elite politik dan penguasa bisa mencapai kesepakatan dengan cara lembut, sogok menyogok, pergaulan, bisa cara keras, ancaman todongan senjata) -- bersambung
(Cerita berseri jilid I)
Motret sebagian kota jakarta melalui jendela bis Trans Jakarta. Itu terjadi lebih dua tahun lalu. Sekitar pertengahan 2017, beberapa bulan setelah pasar senen ludes terbakar. Pembangunan MRT masih berjalan, beberapa ruas jalan di Sudirman Thamrin mengalami penyempitan karena bagian tengahnya sedang digali untuk jalan bawah tanah atau subway. Gubernur DKI masih Ahok yang lagi sibuk rencana penanggulangan banjir membangun banjir kanal timur dan barat, membangun waduk pluit.
Ternyata sudah lebih dua tahun seperti baru kemarin. Menikmati jalan jalan keliling Jakarta dengan Transjakarta, kendaraan super murah. Dengan tiga ribu lima ratus sudah bisa keliling Jakarta. Sampai sekarang masih tak berubah. Mungkin motto pejabat DKI adalah sekali tiga ribu lima ratus tetap tiga ribu lima ratus. Orang seperti saya akan menyambut dengan tempik sorak tak henti henti.
Menikmati pemandangan kota, tidak perlu turun dari bis, cukup liat ke kiri dan ke kanan, walau tak seperti pemandangan di lagu naik naik ke puncak gunung. Ya, tentu saja beda, lagu itu diciptakan pengarangnya membayangkan darmawisata atau jalan jalan ke gunung. Ini jalan jalan di kota. Entah apakah sudah ada lagu yang diciptakan untuk mereka yang menggunakan Trans Jakarta keliling kota? Yang jelas lagunya pasti beda banget bro.
Brangkat pagi, dan masih pagi di halte Cawang. Dari situ memilih rute Cawang Harmoni, melalui kampung melayu, jatinegara pasar senen. Sampai Harmoni, pindah rute Harmoni-Blok M. Rute yang banyak meninggalkan bangunan sejarah, sebagian masih berdiri kokoh sebagian sudah rusak tak terpelihara. Sebagian masih bersanding bangunan kuno dan moderen, sebagian besar sudah ganti total.
Beruntunglah warga jakarta sekarang. Ada kendaraan umum, harga sama dimanapun kita beli. Bayarnya pake kartu dapat dibeli di setiap halte. Apa nggak enak tuh, ringkes gak perlu kasih duit gede, dan bingung nagih kembalian yang lama nunggunya. Dulu banget, enggak.banget juga, naik bis kasih uang besar deg degan nunggu kembalian. Minta kembalian, kondekturnya jauh di bagian depan, susah ke depan karena penuh penumpang. Biasa harus teriak minta kembalian sebelum turun di halte berikutnya. Uang kembalian pun nggak sempat di hitung, keburu turun bis, dan bisnya langsung tancep gas. Tak jarang baru satu kaki menjejak aspal, bis udah jalan.
Lagi cerita dulu, ada halte bis, tapi bis berenti sebelum halte. Sopirnya liat, kalo di halte sepi sementara di tempat sebelum halte rame penumpang, sudah pasti bis berenti di rame penumpang. Ada istilah penumpang gelantungan di pintu bis, bisnya jadi miring, itu terjadi zaman Jakarta my lovely city. Biar brengsek transportasinya tapi orang tetap pakai transportasi itu. Jelas karena itu kendaraan satu satunya, jadi suka gak suka ya harus suka. Soal HAM hak Asasi Manusia waktu itu belum laku seperti sekarang. Yang jelas berangkat necis sampai tujuan kucel, akibat berhimpitan dalam bis sepanjang jalan. Ini sih subyektif saja, sekarang juga Trans Jakarta masih penuh sesak, bedanya dulu Angin Condition sekarang Air Condition dalam bis.
Melalui kaca jendela Trans Jakarta, menikmati kota Jakarta. Sambil bersenandung,
"ini dia si jali-jali
lagunya enak lagunya enak merdu sekali
capek sedikit tidak perduli sayang
asalkan tuan asalkan tuan senang di hati"
Bahkan melangkahkan kaki menuju area
parkir di lantai paling dasar, kami mampir di booth es krim merek ternama. Dua
kap saja. Itupun harusnya satu, tapi malam itu ada promo "buy one get one
free, alias beli satu gratis satu."
Mau tak mau, duduk di situ, lebih santai daripada menjilat
jilat es krim dalam mobil yang bergonjang ganjing akibat jalanan tak mulus.
Begitulah hari itu, selasa, sepuluh desember 2019. Dengan
rencana matang kami berempat mulai dengan rencana pertama yakni makan malam
seluruhnya rebus rebusan bergaya Jepang masa kini.
Acara sukses,
rencana sesuai dengan kenyataan. Walaupun berempat bertolak
dari tempat yang berbeda, tetapi berkat teknologi telpon semua bisa kumpul dan
menikmati malam indah bersama. Terima kasih bunda dan anak anak untuk malam
kebersamaan yang indah di ulangtahun ayah.
Makan siang, menu ayam woku. Rasanya pedas dan kentara aroma kemangi, nikmatnya seperti buru buru turun tangga kapal tampomas yang sandar pelabuhan Bitung.
Prianto sedang menggali septic tank di pekarangan rumahnya ketika menemukan arca yang tertimbun tanah. Tentu saja tanpa sengaja, saat cangkulnya membentur benda keras yang kemudian diketahui sebagai arca berbentuk gajah gendut berbelalai besar. Gempar warga Kediri.
Dimin warga Nganjuk menemukan patung yang berbentuk sama dengan yang ditemuian Prianto di Kediri. Seorang warga Malang pun demikian. Warga di Tiga daerah, Kediri, Nganjuk dan Malang menemukan arca setinggi Tiga puluh sentimeter, lebar dua puluh sentimeter berbentuk patung gajah berbelalai. Dalam sejarah persebarannya barangkali banyak bagian lain di Jawa Timur ditemukan arca ganesha atau arca dewa Hindu yang lain.
Temuan arca zaman Hindu atau Budha di nusantara masih memerlukan kajian serius untuk merekonstruksi seperti apa Jawa dan nusantara saat itu. Itu jelas kerjaan yang nggak singkat dan perlu tenaga ahli dan biaya yang besar.
Lalu Ganesha itu apa? Dia adalah salah satu dewa terkenal dalam agama dan budaya Hindu. Ganesha simbol dewa pengetahuan dan kecerdasan, dewa pelindung, dewa penolak bala/bencana dan dewa bijaksana.
Dewa ini idola banget, cerdas, pengetahuan luas, bersifat melindungi dari bencana, jadi tameng tolak bala, dan bijak dalam mengambil keputusan. Luar biasanya dewa ini.
Sayang dewa Ganesha tak pandai berpolitik, tak pandai ngeles, berkelit bicara seolah sedih, marah, kadang perlu membentak, kadang perlu meneteskan air mata. Sayangnya dewa ganesha tak berprinsip kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah. Kalau ditanya yang mudah, jawabnya harus rumit, harus mampu bicara sana sini, membelok kanan kiri, melingkar lingkar, seperti coratan anak paud di dinding rumah, ruwet tak ada ujung.
Dalam kapasitas yang minim politik, dewa Ganesha atau semacamnya jelas tidak bakalan laku dan jangan bermimpi dipuja puji
Cahaya
Cahaya yang memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda di sekitarnya. Cahaya adalah komponen penting dalam fotografi. Cahaya juga dipakai untuk mengukur jarak dari pusat galaksi bimasakti ke bintang. Saking jauhnya bintang, sulit atau ribet menghitung dengan satuan kilometer. Lalu para ahli menggunakan satuan cahaya . Seperti apa satuan cahaya dan bagaimana menghitungnya kurang paham. Pokoknya Satu tahun cahaya sama dengan berjarak 9triliun kilometer. Kalau bintang yang paling deket jaraknya empat tahun cahaya, berarti jauh banget benda itu.
Cahaya memang luar biasa, visioner, jangkauannya melampaui zaman. Karena itu nama cahaya jadi prioritas memilih tempat. Masalahnya ada dua nama tempat yang mengandung arti cahaya. Pertama adalah Nur Mala ada unsur makna cahaya. Satu lagi secara tegas dan lugas bernama cahaya. Kalau dari satuan jarak Nur Mala lebih dekat dibanding cahaya dari rumah tempat tinggal. Tetapi pilihan saya pada tempat yang bernama Cahaya.
Dikelola oleh dua orang muda, usia tak lebih dari tiga puluh tahun asal Tasikmalaya, pangkas rambut Cahaya sudah cukup dikenal di kampong kami. Kabarnya, seperti pengakuan dari pemangkas di situ pemiliknya adalah orang Garut. Bagaimana pembagian keuntungan dan modal yang diinvestasikan pada pangkas rambut Cahaya di jalan utama ini, tidak menjadi bahan obrolan.
“model potong rambutnya gimana pak?”
“seperti potongan rambut kamu boleh juga.”
“berarti pendek pak.” Langsung mengganti gunting dengan alat cukur. Mulai mencukur sisi kiri, dari samping kuping, cepat sekali dalam waktu singkat seluruh rambut bagian tepi sudah terpapas. Dengan gunting mulai menggarap bagian atas. Dalam waktu kurang lima belas menit drama cukur mencukur selesai.
“cambang dikerik pak?”
“Iya dong.” Langsung saja, keluarkan pisau setajam silet, asah dengan kulit yang digantung dekat cermin, lalu mulai mengkerik. Sebentar saja selesai. Lalu membuka kain penutup badan sebagai penyangga jangan sampai sisa rambut mengotori pakaian. Menyisakan handuk kecil merek good morning di leher, pemangkas mengeluarkan keahlian memijat. Mulai pijat pelan kepala, lalu turun ke leher, bahu, dilakukan berulang ulang dan selesai.
“Berapa pak?”
“delapan belas ribu.”
“kembali dua ribu pak”
“gak usah simpan kembaliannya.”
“Terima kasih pak.”
Pamitan, keluar pekarangan pangkas rambut Cahaya, menuju parkiran, lalu starter sepeda motor, putar balik, on the way ke rumah. Panas sekali siang itu.
Deposit e-money sisa empat ribu rupiah, mesti beli lagi. Buru buru ke terminal, di situ sudah sepi, para aneka pedagang makanan, pakaian, aksesoris sebagian sudah bebenah mau tutup, dan sebagian besar sudah tutup. Cepat cepat ke loket.
“maaf pak, loket sudah tutup jam 22.00”
“nggak bisa isi deposit lagi pak” tanya saya berharap.
“petugas sudah pulang. Saya nggak wewenang. Tapi kalo masih sisa empat ribu masih bisa kok.”
“rute blok m manggarai sudah nggak ada. Tinggal blok m kota. Nanti bapak turun di bendhill dan sambung lagi jurusan pgc. Masih ada untuk jurusan itu.”
“oke pak, terima kasih”
Berlari ke pintu masuk, scan kartu e money, rasanya agak lambat respon scan nya, tapi syukur bisa lolos, dengan langkah cepat naik tangga dua tingkat, ke halte jurusan blok m kota yang letaknya paling pojok dan di atas.
Untung saja masih ada bis. Katanya jurusan ini sampai jam 24.00. duduk menunggu, akhirnya bis berangkat.
Tak berjejal jejalan dalam bis, hampir jam 11 malem, sudah tak banyak penumpang. Tak lama sampai benhil, memang tak macet jalur busway. Yang lama jalan kaki dari bendhil ke halte semanggi. Jalan panjang di jembatan yang menghubungkan benhil dan semanggi. Ngos ngosan sesampai di halte itu.
Tak lama bis Pluit-PGC sampai, langsung naik. Ternyata dalam bis padat penumpang tak kebagian tempat duduk. Ah gak akan makan waktu lebih dari sejam. Masih kuat berdiri. Turun di halte UKI, setelah dapat info dari kondektur, jurusan cibubur sudah tak ada lagi, jurusan itu terakhir jam 10.30. sudah tahu, tapi tetap saja kecewa karena berharap masih ada sisa bis jurusan sana. Harusnya satu halte lagi setelah uki- halte bkn- yang membawa bis jurusan cibubur.
Naik taksi dari UKI, rileks saja, menunggu sopir merokok. Dia sudah siap anter saya setelah hisapan terakhir yang rokoknya masih cukup panjang.
“mari pak. Silahkan”
Taksi langsung melaju melalui jalan tol jagorawi. Tanya dulu apakah punya e-money untuk bayar tol. Siyaap katanya. Duduk depan, stel bangku agar mundur, turunkan sandaran, lalu merem sejenak. Ngantuk ngantuk, diajak ngobrol sopir, menanyakan arah setelah keluar tol cibubur.
“ isteri saya, hamba Tuhan. Dia jadi pendeta GBI” terus saja dia cerita, saya hanya mendengarkan. Gerejanya di Kampung Rambutan. Belum banyak jemaatnya, semakin hari semakin banyak.
“nanti putar balik ya bang.” Setelah keluar dari pintu tol, ambil jurusan cileungsi. Putar balik yang kedua. Lalu masuk ke jalan samping studi Karnos. “o saya tahu itu”
Sampai di rumah dengan selamat. Perjalanan panjang dari Blok M sampai Cibubur. Kalau saja, pulang tak terlampau larut, bisa sambung menyambung dengan Trans Jakarta. Ongkos murah, hanya tiga ribu lima ratus bisa keliling Jakarta. Asalkan tak keluar dari halte.
System transportasi Jakarta sudah mulai ditata dengan baik. Setiap halte ada informasi di monitor. TJ yang akan datang atau masuk di halte itu apa saja dan waktunya sudah kelacak. Setiap bis sudah dilengkapi dengan GPS yang bisa diketahui posisinya. System sudah oke, rasanya hanya perlu menambah armada untuk trayek yang beroperasi tengah malam.
Jakarta kan nggak ada matinye, warga yang tinggal di pinggiran Jakarta juga pengen menikmati dengan ongkos murah.
Ansje Suurbier puas jalan jalan di kota tua, ke sana kemari foto foto bangunan museum, atraksi, penyanyi, musik jalanan. Menjajal sepeda warna warni, berfoto bersama orang yang seluruh badannya dicet abu abu gelap. Tanya macem macem soal bangunan. Siapa punya, kapan dibangun, sekarang jadi apa.
Wisatawan asal Belanda usia 40 tahun bersama suaminya Wiem, sudah dua hari keliling kota jakarta. Ikut dalam rombongan wisata keliling Jakarta. Hari ini setengah hari saja, karena mereka mau ke Bogor, liat kebun raya dan Istana Bogor.
"Bogor kota indah" begitu kata oma dan opanya yang pernah tinggal di Bogor. Konon buyutnya salah satu insinyur yang ikut dalam proyek bikin rute kereta api kota-Jatinegara-depok-bogor. Ia penasaran pengen merasakan perjalanan jakarta bogor dengan kereta api. Konon Pembangunan rel kereta api lintas Jakarta-Bogor selesai akhir abad 19 oleh perusahan swasta Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Lebih dari seratus tahun semenjak dibangun dan menjadi transportasi utama jakarta bogor. Ansje dan Wiem, sudah duduk manis di kereta, bukan kereta tenaga diesel, tapi kereta tenaga listrik KRL yang jadwalnya setiap 15menit sekali. Kereta listrik yang juga dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menghubungkan dua istana gubernur jenderal Batavia dan Buitenzorg.
Tiba di bogor, stasiun bagus, lalu mengambil foto beberapa bangunan stasiun dan sekitarnya. Para pedagang, toko toko, mirip seperti gambaran cerita neneknya tentang bogor. Mungkin neneknya waktu itu menggambarkan bogor yang masih lengang. Belum banyak pedagang kakilima, mungkin waktu dulu hanya toko kelontong saja. Tapi gambaran pedagang buah, makanan, menawarkan kepada orang yang lewat depannya masih ada. Tetapi tidak banyak lagi yang berpeci dan sarungan seperti kata neneknya.
Sedikit sedikit mencoba komunikasi dengan pedagang itu, dengan bahasa tubuh, menebar senyum ke pedagang yang menyapanya. Ada pedagang mangga, yang dibakulnya ada tumpukan buah itu, satu dua yang dikupas memperlihatkan isinya berwarna kuning kemerahan. Tidak beli tapi berjanji dalam hati mau coba buah itu setelah di hotel. Mangga kesukaan neneknya, katanya mangga indonesia yang paling enak di dunia.
"Yang penting jadwal kita liat istana dan kebun raya kita." Wiem hanya mengangguk, naik angkot ke sana, semula mau naik gojek, tapi ansje bersikeras angkot, biar merasakan ramainya kota bogor.
"Sudah terlampau sore untuk masuk botanical garden" kata Wiem. "Besok saja". Dua orang itu hanya mengelilingi istana, liat dari luar, sampai depan pasar pecinan, suryakencan, menelusuri trotoar, cari makanan mengisi perut yang sudah keroncongan.
Duduk di situ, baca tourist guide tentang Bogor yang dibawanya dari kampungnya di Belanda. Mereka rencana menghabiskan waktu di kota ini. Bermalam di hotel Salak yang konon, hotelnya elite Belanda di Batavia yang berlibur di Buitenzorg. Kepengennya di hotel Bellevue yang indah dengan view lembah, sungai Cisadane dan gunung salak, sayangnya sudah dihancurkan ganti bangunan lain.
Selamat datang di kota Bogor welkom, yang tertulis di papan bilboard ketika masuk lobby hotel pas hujan deras di kota itu, kota yang populer disebut kota hujan.
Selagi nggak ada pelanggan yang datang, ngobrol dengan Denny, anak muda, Sales mobil merek Amerika di Mall besar dan eksklusf. Eksklusif karena Mall nya relative terpencil dari rute kendaraan umum.
“Den, tinggal di mana?”
“saya kos di Pondok Indah”
“keren dong, kos nya pondok indah.”
“Nggak om, numpang sama temen, yang nge kos di situ. Bukan pondok indah beneran om, pinggiran pondok indah.”
Saya nggak nanya lebih lanjut, hanya menduga duga saja, mungkin di sekitaran pondok pinang dan jalan kebayoran lama.
“lumayan lah gak jauh dari sini.”
“iya om, nggak jauh juga dari kantor. ”
“Kalo dari rumah kejauhan. Dulu dari rumah pake (sepeda) motor, tiap hari, lama lama nggak sanggup.”
“ harus masuk kantor absen jam 8 pagi, berarti dari rumah mesti subuh.”
“emang rumah di mana Den?”
“Di Bogor om “
“Kenapa nggak naik kereta aja, kan banyak kereta. Emang bogornya di mana Den?”
“Leuliwiang om, ciampea masih ke sana lagi, masih jauh. Antara Leuwiliang-leuwisadang. “
Supaya gampang memang bilang saja rumahnya di Bogor kata Denny. Padahal bogor ke rumahnya si Denny nggak dekat.
Saya ngangguk saja mendengar keterangan lokasi rumah Denny. Belum bisa membayangkan seberapa jauh dan seberapa susah akses kereta atau transportasi public untuk pulang pergi kantor- rumah. Menurut Denny masih dua puluan kilometer dari kota Bogor. Kalau malam katanya lebih cepat, tetapi kalau subuh, karena barengan dengan orang orang yang ke Jakarta, lebih lama, jalanan padat.
“transport ditanggung perusahaan?”
"Nggak om, transportasi, konsumsi tanggung sendiri, makanya saya numpang saja ke tempatnya temen, irit ongkos dan tenaga.”
Bukannya promo dan menjelaskan mobil amerika, Denny malahan cerita soal pengunjung di sini.
“pengunjungnya tidak saja orang yang tinggal deket sini saja, tapi banyak dari tempat yang jauh.” Kata Denny. Katanya dalam seminggu ini calon pembeli Danny banyak yang dating dari Bogor, Tangerang dan Bekasi.
“Kemarin ada orang yang tinggalnya di Cikeas, Kota WIsata”.
Bukan Cuma Denny yang harus mondar mandir untuk bekerja di Jakarta. Pagi harus ke kantor, lalu ke tempat pameran untuk menawarkan produk barang atau jasa. Biasanya di Mall di berbagai macam lokasi di Jakarta. Beruntung kalau Mall nya dilalui oleh bis tiket murah, semacam Trans Jakarta atau Commuter line alias KRL Jabodetabek. Tak beruntung kalau tempat kerjanya beberapa kali naik kendaraan umum dengan ongkos mahal.
Belum lagi urusan makan. Para pekerja harus menghemat, sekali dua kali bisa saja makan di resto resto yang tersedia di mall. Tetapi sehari hari kebanyakan makan di kantin pegawai yang tersedia, kadang di basement, kadang di building yang berbeda. Kalau terlambat makan, makanan kantinpun sudah habis atau pilihan terbatas. Warung warung dekat situ kadang saja ada, beberapa mall saking eksklusifnya steril dari warung makanan murah.
Begitulah bekerja di kota besar, saya percaya ahli tata kota dikerahkan bukan Cuma menata bangunan, tapi juga menata akses bagi warga dan pekerjanya, termasuk urusan transportasi, akomodasi dan konsumsi. Cuma solusi soal ini dari tahun ke tahun belum memberi harapan yang cerah.
Memang jodoh nggak kemane. Mampir kafe, pesen kopi robusta, tak diduga ternyata ada. Tadinya sudah siap siap, ngeloyor pergi. Kafe di mall jarang tersedia kopi rubusta.
Pernah ada kafe ternama menyediakan kopi robusta, menggunakan istilah kopi tubruk. Harganya terpampang sepuluh ribu rupiah. Kopi paling murah disbanding deretan jenis minuman hangat yang ditawarkan kafe itu yang rata rata, tiga puluh ribu sampai lima puluh ribu. Sayangnya, entah kenapa tak pernah ada lagi kopi tubruk di kafe itu, jangan jangan pelanggannya hanya satu orang.
"Saya pesan kopi robusta. Ada?" Di kafe pelataran lantai dua, salah satu mall jakarta selatan.
" Kopi robusta. Ada om, tiga belas ribu rupiah om"
"Oke, pesen satu, kopi hitam. kopi robusta kan ya, gulanya dipisah."
"Siyap om". Lalu Saya keluarkan uang lima puluh ribu, dari dompet, berikan ke kasir. Tradisinya minum kopi di cafe mall adalah bayar dulu baru dapet kopi.
"Ada uang pas om? Gak ada kembalinya." Setelah liat uang lima puluh ribuan. Wah belum dapat kopi aja udah ribet soal bayar membayar.
Uang lima puluhribu rupiah saya kantongi lalu saya memberi Dua puluh ribu.
"kembali tujuh ribu om."
" Eh saya pesen aqua ini ya" sambil nunjuk botol beling isi aqua.
"harga delapan ribu, om. Jadi kurang seribu. " Saya berikan dua ribu.
" kembaliannya uang receh ya om." Hari gene tidak mudah dapat selembar seribuan.
Saya mengangguk, dia beri uang dua ratus rupiah koin yang ditumpuk dan disolatip bening.
Lalu menyuruh pegawainya bikin kopi pesanan saya, sambil ketak ketik, mesin kasir bunyi, jegrek laci otomatis terbuka, nongol di layar total yang harus dibayar 21 ribu rupiah. Lalu otomatis keluar nota lunas, lalu menyerahkan tanda bukti ke saya. Dia menatap dan senyum lebar sambil bilang "kami hanya jual kopi satu jenis saja. Robusta.”
Iseng pengen liat cara bikin kopi, nggak repot soalnya. Pertama, sipembuat isi teko tanpa penutup dengan isi air panas, dimasukan kopi bubuk, lalu teko ditaro di tungku, yang atasnya ada wadah seperti penggorengan berisi pasir. Teko dipendam separo di pasir panas itu, teko digeser sana sini. lalu di tuang di gelas, lalu siap saji.
"Kok proses bikin kopi rumit amat bro?"
Ini kopi robusta, jadi harus dimasak di atas pasir panas supaya aroma kopinya keluar."
Saya mendekatkan diri ke tungku mencoba membaui Kok nggak kecium wangi kopi. Cuma bau biasa saja, . Bau kopi apek yang kelamaan disimpen di karung.
Memang kopi robusta kalah jauh dengan Arabika dalam hal harum aroma kopi. Kalau liat iklan kopi di televisi pasti itu kopi arabika, sebab ekspresinya tersenyum senang. Kalau soal mau tahan nggak tidur, minumnya Robusta. Sebab kopi ini mengandung kafein yang dua atau tiga kali lebih tinggi dibanding arabika. Katanya karena kafein tinggi, makanya rasanya pahit. Sederhananya, robusta pahit, kafein tinggi, bau biasanya aja, Arabika rasa asam., kafein rendah, bau harum. Kalangan pebisnis biasanya mencampur dua jenis kopi itu untuk mendapat pahit, asam dan aroma kopi yang wangi.
Namanya pebisnis, sungutnya tajam, tau isi hati pelanggan. Tau apa maunya pelanggan. Dia tidak menawarkan yang ekstrim sebab pelanggan umumnya gak suka suka yang ekstrim. Nggak suka pahit banget, nggak suka asem banget. Solusinya ya memang mencampur dua jenis kopi itu, hasilnya nggak pahit amat, nggak asem banget.
Kue mangkok, apalagi warna pink, sejak dulu jadi favorit. Ukuran besar, kecil, sedang, sama rasanya. Tinggal perut muat apa nggak. Lebih nikmat kalo dibarengi teh hangat atau kopi.
"Jajanan kue lain?"
Namanya jajan pasar semua enak. Ada lemper, cucur, arem arem, nagasari, serabi, banyak lainny. Pas banget. Ada manis, asin, pedes. Ada yang dikunyah bunyi kriuk kriuk. Kalo soal jajanan sorga banget.
Sorga memang diciptakan manusia melalui jajanan. Jajanan orisinil yang bertahun tahun tak banyak mengalami perubahan. Jajanan yang sudah mengalami evolusi sampai gak ketahuan lagi asal usulnya.
"Jangan salah" dibalik jajanan itu mengandung aneka resep, dibalik aneka resep mengandung pengetahuan, pikiran, eksperimen, tukar tukaran pengetahuan, coba sana sini, adu kreatif. Dibalik semua, ada perubahan kebudayaan melalui evolusi dan difusi enteng entengan
Walau mengalami keuntungan besar dalam satu minggu ini, dan bahkan diproyeksikan meningkat dengan margin error kurang dari satu persen, tetapi dia terkejut dengan berita media. Koleganya di salah satu pusat perbelanjaan rugi besar. Konon sok pilih pilih pelanggan.
Dia beruntung dan tetap percaya bahwa dalam bisnis kuliner harus melakukan 3 hal, yakni. Rasa, Resik dan Ramah. Dia menggunakan istilah Tri Azimat, istilahnya Bung Karno.
Syukur sampai sekarang bisnisnya masih eksis, bahkan makin lama makin merambah ke tempat tempat lain.
“Dalam bisnis itu pelanggan tidak boleh dibeda bedakan. Ini prinsip.” Katanya di sela sela kesibukan melayani tamu.
“pake telor, tempe orek, tongkol balado, terus apa lagi” mengulang permintaan pelanggan.
“sayurnya kacang panjang atau sayur asem?”
“Lebih dari delapan tahun saya terapkan Tri Azimat” Dari prinsip ini katanya anak anak sudah tamat universitas, rumah di kampong sudah jauh lebih baik, dan banyak lainnya. “Dari bisnis ini hidup saya menjadi lebih baik.”
“sampe sekarang saya menolak ditawari bisnis bakeri” katanya sambil cuci piring. “hanya ada jajanan pasar saja di sini. Itu juga titipan orang.”
Menutup obrolan, dia mengatakan terus terang, konsumennya tidak terlalu suka dengan roti.istilahnya “nggak nendang”. Lebih baik bisnis warteg, maju bisnisnya, bahagia pelanggannya.