Lumpia
Lumpia semarang memang tiada duanya. Kulit tepung tipis digoreng sampai kecoklatan dan renyah. Dengan isi rebung campur telur dan ayam-udang membuat aroma mengundang selera tak tertahankan untuk mencicipi.
Tambahan daun bawang beberapa helai, acar timun yang dikupas kulitnya, dan cabe rawit hijau, bukan Cuma pemantas, agar Nampak pantas. Mengunyah lumpia bersamaan dengan daun bawang bikin rasa tambah marem.
Ikon semarang salah satunya adalah lumpia. Sudah terkenal sejak zaman dahulu kala. Konon makanan ini popular sejak ada Ganefo, barangkali juga jauh sebelumnya.
Lumpia asal semarang sudah bisa dibeli di Jakarta.
Beberapa lumpia semarang buka cabang, di hampir semua wilayah Jakarta dan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Mestinya di kota kota besar seperti itu harus ada lumpia semarang yang terkenal melebihi nama pejabat bahkan gubernur di Jawa Tengah.
Nama Lumpia semarang patut disejajarkan dengan nama gudeg Yogya, Dodol Garut, Pecel Madiun. Lumpia dan Semarang sudah menyatu.
Tante Lien, tetangga, acapkali kirim lumpia semarang yang enak rasanya. Katanya itu resep omanya. Dia tidak berjualan. “tak ada tenaga yang bantu” katanya. Sementara sehari hari dia sibuk membantu usaha suaminya. Dia dan suaminya om Hartono punya foto studio. Zaman itu afdruk, cuci cetak foto pasti ke om Har. Sebab hanya dia satu satunya yang punya studio di daerah kami. Ada juga kalau mau cetak di gerobak kakilima dengan mencetak klise di kertas foto dengan pemanas petromaks. Biasanya untuk pasfoto. Bisa tercetak sesuai permintaan. Kualitas hasil fotonya kelamaan akan menguning. Murah tapi rendah kualitas. Waktu itu disarankan kalau cetak foto untuk ijazah jangan cetak di kalilima yang menggunakan petromaks.
Suatu hari tante Lien kirim lumpia, mungkin hari itu sedang tak banyak pekerjaan, atau saat hari besar sehingga foto studio tutup, lupa. Intinya saat saat seperti itu tak perlu membantu suami urusan cetak mencetak foto.
“Mevrouw, ini saya kirim Loenpiya buatan saya buat coba coba”.
Demikian bunyi surat dari tante Lien yang mengeja lumpia sebelum pengumuman adanya EYD. Surat diantar oleh pembantunya ke rumah. Ada sepuluh buah,lengkap dengan saus sambal dan daun bawang. Memang enak buatan tante Lien, yang asli turun temurun dari Semarang. Tante Lien menikah dengan om Har asal Pekalongan. Mereka hijrah ke Jakarta pertengahan tahun 60 an, buka usaha foto studio.
Entah di mana sekarang tante Lien yang mengenalkan lumpia. Apa dan bagaimana rasa Lumpia seringkali mengacu pada cita rasa yang diperkenalkan oleh tante Lien. Tante Lien mengenalkan unsur kebudayaan, pengetahuan, teknologi dan bahasa yang sekarang menyatu dalam pikiran saya. Mengenalkan melalui resep makanan, cara buat dan makan, unsur pendukung makanan yang disebut layak disebut lumpia. Rebung sebagai Unsur penting untuk disebut Lumpia Semarang. Sebab tanpa rebung, bukan lagi lumpia Semarang. Itulah, Tante Lien yang menjadi salah satu agen promosi Lumpia Semarang hingga sekarang terkenal seantero Indonesia.
No comments:
Post a Comment