Istirahat sebentar monitor banjir Jabodetabek. Mau kirim cerita dari jogyakarta, soal Malioboro yang tidak pernah kering cerita. Kali ini mengenai tukang becak yang lalu lalang, ngetem, istirahat di becak, tidur, sekedar leyeh leyeh, menawarkan tur keliling malioboro, keraton, pusat perbelanjaan, oleh oleh, dst. Persis seperti Foto seri tukang becak oleh Mohamad Setiawan plus keterangan di bawahnya "Becak sebagai alat sarana mencari uang sekaligus tempat tidur, tanpa perlu menyewa kamar lagi. Becak menjadi bagian hidupnya sehari hari, menyatu dengan diri."
Cerita tempat makan yang enak, terkenal, yang mahal murah dan sedang menjadi bagian dari cerita pak Cip yang menjadi temen ngobrol.
"Pak nggak narik becak lagi?"
"Sudah narik dari pagi, sudah cukup, sekarang istirahat dulu, nanti sore sampe malem mulai lagi" Katanya.
" Kalau mau cari makan, tinggal kasih tau makan apa, mau yang mahal atau murah, nanti saya antar." Kata pak Cip menawarkan becaknya.
Biasanya pak cip mengantar turis keliling sekitar malioboro, keraton, belanja kaos, pasar bringharjo, bahkan sampai ke daerah utara, jalan Solo, kampus UGM dan sekitarnya. Mau wisata kuliner juga oke.
"Sekarang sudah nggak banyak lagi orang naik becak. Mereka pilih naik gojek. Lebih cepat." Becak makin lama makin terdesak setelah menjamurnya gojek di kota Jogyakarta. Sepertinya belum ada aturan yang membatasi wilayah operasi gojek di malioboro. Entah mungkin ada mungkin juga tidak. Yang jelas selain gojek dan becak, juga ada andong yang fungsinya relatif sama.
Becak jadi salah satu komponen pendukung penuh industri pariwisata kota ini. Dia jadi pemandu turis yang handal. Bisa jadi mereka mendapat pelatihan soal promosi turis. Ini dugaan saja. Kabarnya tukang becak yang bisa membawa wisatawan ke salah satu pusat belanja oleh oleh, warung restoran, atau tempat wisata lainnya mendapat kompensasi uang dari pedagangnya.
"Mas kalau mau cari gudeg yang nggak terlalu manis, bisa saya antar." Katanya serius sambil senyum. Memang keluhan orang luar Jogya soal gudeg karena rasanya manis, terlalu manis buat makanan.
"Atau mau cari gudeg atau Brongkos, sate kambing, tongseng, atau makanan murah lainnya. Saya tau tempatnya. Ayok saya antar." Lanjut menjelaskan. " Saya hanya menggeleng kepala saja. "Saya lebih senang jalan kaki sepanjang malioboro, dan masuk masuk gang, sambil ngobrol siapa saja yang mau diajak ngobrol.
Sulit membayangkan mengenal Jogya tanpa becak dan pengendaranya. Seolah mereka hadir untuk mengenalkan kota ini dengan lebih dalam. Sebab mereka bukan saja mengayuh becak atau mengemudi becak motor, tapi membawa wisatawan lebih mengenal jogya melalui informasi tatap muka. Sulit juga membayangkan tanpa penjual, pedagang kakilima, warung, restoran, pengamen, hotel, homestay, bahkan mahasiswa sukarela menjelaskan soal wisata. Jangan jangan memang semua yang ada di malioboro punya kemampuan mengenalkan jogya lebih dalam. Gaya hidup orang orang di Malioboro seperti terpusat pada industri wisata. Namanya industri, maka orang orang di situ sekaligus mengambil maanfaat kehadiran wisata.
Setiap bulan, malioboro steril dari kendaraan bermotor, kata pak Cip. Katanya Ada karnaval sepanjang jalan itu dari pagi sampai malam. Berbagai kesenian tumpah ruah di sana, kesempatan pula bagi tukang becak memanfaatkan momen itu.
No comments:
Post a Comment