Sunday, 8 March 2020

Kerajaan Baru

Kerajaan Baru

Bayan, tempat lahirnya kerajaan Agung Sejagat mengingatkan bacaan sejarah dan fiksi sejarah. Entah kenapa langsung teringat  Tumapel asal muasal Singosari. Tokoh tokoh seperti Ken Arok, Ken Dedes, Tunggul Ametung, Mpu Gandring, Anusopati berada dalam lingkaran kerajaan di sekitaran Malang, Kediri. 

Kerajaan yang sejarahnya penuh dengan ambisi berkuasa. Bunuh membunuh, kutuk mengutuk, ramal meramal menjadi bagian pengetahuan buddaya dalam rangka memapankan kekuasaan. Cara cara licik melicinkan jalan kekuasaan dipaparkan dalam kitab sejarah secara transparan. 

Raden Wijaya yang juga keturunan kesekian dari kerajaan singosari, tak tahan melarikan diri ke daerah timur, konon menyeberang ke pulau di utara Jawa Timur yang disebut Madura. Dia kembali ke Singosari ndompleng tentara Cina dan Mongol, menghantam raja singosari.

Kekuatan tentara dari utara itu sulit dibendung oleh raja singosari yang sibuk dengan urusan mendamaikan pemberontakan sana sini. Bisa diperkirakan serangan dari luar dan dalam dalam sekejap meruntuhkan singosari. Entah bagaimana ceritanya, R Wijaya lalu menjadi raja, membuat kerajaan baru di daerah lebih ke utara jawa timur menamakan kerajaannya Majapahit. 

Kabarnya nama itu berasal dari buah maja yang ditemui raden Wijaya,kemudian memakannya. Buah maja pahit rasanya. Lalu di klopkan menjadi sebuah nama kerajaan yang dibangun dari reruntuhan Singosari. Namanya Majapahit. 
Sementara raja baru ini melihat dominasi tentara cina yang masih bercokol di kerajaan Majapahit sebagai duri dalam daging. Sebelum menjadi besar dan kuat harus diusir. Kapan? Sekarang juga. Semakin cepat semakin baik. Rencana disusun rinci rigit, langsung menyerang dan sekaligus mendesak tentara cina sampai pesisir, kepepet terperangkap, yang jalan satu satunya adalah kluar dari daratan. Kocar kacir karena serangan darat dan angkatan laut majapahit menjepit kapal kapal laut cina, dengan kecepatan penuh mereka melarikan diri. 

Majapahit Berjaya, belajar dari kerajaan cina yang punya kekuatan angkatan laut, kerajaan ini membuat ibukota baru di dataran rendah, membuat pelabuhan yang banyak sepanjang pesisir utara jawa, mengirim kapal kapal nya menjelajah nusantara dari barat sampai ke timur. Menjaga perdagangan di lautan nusantara. Menaklukan kerajaan kerajaan di seberang, daerah lain. Membangun benteng darat dan laut. 

Membuat ibukota yang indah dengan system pertanian dengan kanal kanal yang mampu mengaliri air kebutuhan sawah lading. Sistem transportasi penunjang untuk produksi dibangun dari sentra produksi ke pelabuhan untuk eksport. Transportasi dari ibukota ke pelabuhan dibuat mulus. Barak barak tentara kerajaan dibuat dengan sangat efisien dan efektif untuk menangkal serangan mendadak, atau melakukan ekspansi ke daerah lain. Kekuatan sipil dibangun dengan kuat, kekuatan militer tidak boleh ikut campur dalam urusan politik kerajaan. 

Majapahit Berjaya mengandalkan kekuatan darat dan laut. Lautan yang luas menuntut kekuatan angkatan laut yang harus kuat. Membangun kapal besar dan kecil, membangun angkatan laut yang  tidak saja mumpuni dalam navigasi pelayaran, tetapi juga mengamankan daerah pantai. Pasukan semacam marinir tugasnya mengamankan daerah pantai sejauh dua ratus mil. Perhitungan agar pendaratan kapal saat ekspansi terjamin sebelum mendirikan barak, gudang senjata di pesisir sebelum menyerang daerah pedalaman. 

Masa kejayaan majapahit menurut catatan pada saat Raja Hayam Wuruk dengan patihnya yang terkenal Gajahmada. Konon kabarnya Majapahit dengan kekuatan militer dan system administrasinya menguasai nusantara.

Sayangnya masa kejayaan kerajaan ini tidak sampai lima puluh tahun. Tidak ada catatan yang menunjukkan system penggantian yang ajeg yang hanya disebut pengganti raja adalah anak raja, tak perduli apakah dia mempunyai kecakapan dan pengetahuan mengatur kerajaan. Tak peduli apakah penggantinya mempunyai sifat pemimpin yang bernegara. 

Penggantinya terlampau lemah untuk membendung pemberontakan sana sini. Perpecahan internal sepertinya menjadi khas kerajaan kerajaan di nusantara. Majapahit tak terkecuali. Rebutan kekuasaan, menganggap paling benar, berakibat perpecahan. Keturunannya memisahkan diri, mendirikan kerajaan baru. Demak yang berada di pantai, menccoba mengembalikan kejayaan pendahulunya, tetapi gagal, malahan makin menjadi pecah mengecil. 

Pemberontakan di Demak terjadi, rebutan anak dan mantu. Adiwijaya dan Aryo penangsang. Dua kekuatan yang saling berebut. Yang satu memerintah kerajaan Pajang, yang lain Jipang. Sama sama ambisi menguasai Jawa. Pajang berkuasa setelah melumpuhkan Jipang. Kerajaan ini juga tak lama. Mungkin karena jadi raja terlampau keenakan lalu lupa pada visi misinya. 

Terjadi pemberontakan, yang paling Nampak adalah kerajaan di pedalaman yang dipimpin oleh saudara sekaligus komandan kerajaan Pajang. Bahkan anak, Sutawijaya, ikutan memberontak. Pajang kalah, rakyat lebih memilih kerajaan baru yang dianggap membawa perubahan. Daripada Pajang yang status quo. Alas Mentaok diubah menjadi daerah yang subur menjadikan landasan pertumbuhan kerajaan Mataram. Ini pun tak berlangsung lama, kembali pecah, ada Surakarta dan ada Jogyakarta. 

Terus begitu, pemberontakan demi pemberontakan. Kerajaan demi kerajaan dibangun lebih pada memenuhi ambisi pribadi. Memanfaatkan kekuatan asing menyerang saudaranya sendiri. Mengubah kerajaan menjadi Republik bukan berarti semua urusan pertentangan konflik internal selesai. Masih banyak persoalan yang mesti diperbaiki. Masih saja menyisakan perilaku politik yang hanya berambisi pada kepentingan pribadi dan kelompoknya. 

Munculnya kerajaan baru yang bernama Agung sejagat bisa diambil positifnya. Adanya pembentukan kerajaan baru yang konon meneruskan kejayaan Majapahit, mau tak mau membuat kita merefleksi  pada apa yang telah terjadi ratusan tahun lalu. 

Menampilkan kembali jejak sejarah para elite yang menjadi kunci berjalan tidaknya kerajaan. Kalau mereka yang menjadi kunci pemegang kekuasaan sudah lupa dengan visi misi mensejahterakan rakyatnya, membangun kekuatan menghadapi persaingan global , bisa diperkirakan tak akan lama bertahan. Kalau dalam hati pemegang kunci itu mendasari cara berpikir yang penuh kelicikan, kedengkian, benci , tak diragukan bakalan terjungkal. Pemegang kunci kerajaan jangan selalu bicara soal cinta kerajaan, keutuhan wilayah kerajaan, kesejahteraan rakyatnya tapi tak pernah menerapkan visi misi dalam kegiatan yang nyata dan operasional. Itu artinya hanya lips service saja, kalau demikian maka sejarah akan terus menerus berulang dengan pergumulan yang penuh darah rakyat yang tak berdosa. 

Kerajaan baru bukan pamer gelar raja dan ratu, bukan sekedar deklarasi, bukan memoles tentara dengan pakaian mentereng, bukan membuat prasasti prasastian, bukan menengok sejarah sebagai tujuan, Kerajaan dibangun dengan kekuatan rakyat yang sejahtera yang semua elite politik bersatu padu memastikan perbedaan pendapat, bersikap ksatria melaksanakan tujuan bersama menjadikan kerajaan yang bernama Republik Indonesia menatap masa depan dengan lebih baik.

No comments:

Post a Comment