Monday, 9 March 2020

Kopi Robusta

Memang jodoh nggak kemane. Mampir kafe, pesen kopi robusta, tak diduga ternyata ada. Tadinya sudah siap siap, ngeloyor pergi. Kafe di mall jarang tersedia kopi rubusta.
  
Pernah ada kafe ternama menyediakan kopi robusta, menggunakan istilah kopi tubruk. Harganya terpampang sepuluh ribu rupiah. Kopi paling murah disbanding deretan jenis minuman hangat yang ditawarkan kafe itu yang rata rata, tiga puluh ribu sampai lima puluh ribu.  Sayangnya, entah kenapa tak pernah ada lagi kopi tubruk di kafe itu, jangan jangan pelanggannya hanya satu orang. 

"Saya pesan kopi robusta. Ada?" Di kafe pelataran lantai dua, salah satu mall jakarta selatan. 

" Kopi robusta. Ada om, tiga belas ribu rupiah om"

"Oke, pesen satu, kopi hitam. kopi robusta kan ya, gulanya dipisah."

"Siyap om".  Lalu  Saya keluarkan uang lima puluh ribu, dari dompet, berikan ke kasir. Tradisinya minum kopi di cafe mall adalah bayar dulu baru dapet kopi.

"Ada uang pas om? Gak ada kembalinya." Setelah liat uang lima puluh ribuan. Wah belum dapat kopi aja udah ribet soal bayar membayar. 

Uang lima puluhribu rupiah saya kantongi lalu saya  memberi Dua puluh ribu.

"kembali tujuh ribu om."

" Eh  saya pesen aqua ini ya" sambil nunjuk botol beling isi aqua. 

"harga delapan ribu, om. Jadi  kurang seribu. " Saya berikan dua ribu. 

" kembaliannya uang receh ya om." Hari gene tidak mudah dapat selembar seribuan.

Saya mengangguk, dia beri uang dua ratus rupiah koin yang ditumpuk dan disolatip bening. 

Lalu menyuruh pegawainya bikin kopi pesanan saya, sambil ketak ketik, mesin kasir bunyi, jegrek laci otomatis terbuka, nongol di layar total yang harus dibayar 21 ribu rupiah. Lalu otomatis keluar nota lunas, lalu menyerahkan tanda bukti ke saya. Dia menatap dan senyum lebar sambil bilang "kami hanya jual kopi satu jenis saja. Robusta.”

Iseng pengen liat cara bikin kopi, nggak repot soalnya. Pertama, sipembuat isi teko tanpa penutup dengan isi air panas, dimasukan kopi bubuk, lalu teko ditaro di tungku, yang atasnya ada wadah seperti penggorengan berisi pasir. Teko dipendam separo di pasir panas itu, teko digeser sana sini. lalu di tuang di gelas, lalu siap saji. 

"Kok proses bikin kopi rumit amat bro?"

Ini kopi robusta, jadi harus dimasak di atas pasir panas supaya aroma kopinya keluar."

Saya mendekatkan diri ke tungku mencoba membaui Kok nggak kecium wangi kopi. Cuma bau biasa saja, . Bau kopi apek yang kelamaan disimpen di karung. 

Memang kopi robusta kalah jauh dengan Arabika dalam hal harum aroma kopi.  Kalau liat iklan kopi di televisi pasti itu kopi arabika, sebab ekspresinya tersenyum senang. Kalau soal mau tahan nggak tidur, minumnya Robusta. Sebab kopi ini mengandung kafein yang dua atau tiga kali lebih tinggi dibanding arabika. Katanya karena kafein tinggi, makanya rasanya pahit. Sederhananya, robusta pahit, kafein tinggi, bau biasanya aja, Arabika rasa asam., kafein rendah, bau harum. Kalangan pebisnis biasanya mencampur dua jenis kopi itu untuk mendapat pahit, asam dan aroma kopi yang wangi.  

Namanya pebisnis, sungutnya tajam,  tau isi hati pelanggan. Tau apa maunya pelanggan. Dia tidak menawarkan yang ekstrim sebab  pelanggan umumnya gak suka suka yang ekstrim. Nggak suka pahit banget, nggak suka asem banget. Solusinya ya memang mencampur dua jenis kopi itu, hasilnya nggak pahit amat, nggak asem banget.

No comments:

Post a Comment