Monday, 9 March 2020

Bukan Sembilan Naga

"Haaaiiiiittt!!",."Hiaayaaaahhh!" Kui Eng Bun Hong teriak menyambut gerakan pengeroyok lebih dari dua puluh orang.Sementara Beng Han kakak tertua bersedakep, jaga jaga menyaksikan dua adiknya mengeluarkan gerakan ilmu silat tangan kosong Kong-jiu-jip-pek-to at atau Tangan Kosong Serbu Ratusan Golok dan Sin-liong-haon-sin Naga Sakti Berjungkir Balik. Dengan sekali gerakan mereka menangkis, sekaligus merampas golok dengan gerakan cepat, berkelebatan seperti tiga naga sakti mengamuk.  

Sekejap terdengar pekik kesakitan susul menyusul, golok beterbangan delapan penjuru.Pemimpin dan anakbuahnya rebah terkapar dalam keadaan tertotok, terpukul dan tertendang yang tak mungkin bangkit dalam waktu cepat. 

Petilan atau sebagian dari kisah dunia Kangouw tentang kehebatan tiga pendekar naga karangan penulis legendaris Kho Ping Ho. Naga adalah makhluk legenda dari budaya Cina yang melambangkan kekuatan dan bertuah. Naga itu sakti sekaligus dianggap menjaga manusia baik melawan segala bentuk perilaku jahat. 

Barangkali itu yang membuat sembilan orang terkaya di Jakarta, dan bahkan di Indonesia disebut Sembilang Naga.  Terkenal, beken di Jakarta, dan dianggap mengkhawatirkan dunia usaha. Bahkan salah satu isu kampanye adalah tidak boleh membiarkan sembilan naga makin menancapkan kuku pengaruhnya. “ akan kami buat dunia usaha tidak dikuasai oleh mereka, tetapi banyak naga naga yang lain.” Demikian bunyi kampanye.  Intinya dunia usaha harus lebih berkeadilan. 

"apa ada hubungannya dengan sembilan naga koh?" suatu sore duduk ngobrol bareng asun di gang depan kiosnya di pasar pagi lama.  Sebab nama kiosnya “Naga Sakti” 

"wah nggak lah, tapi itu yang kasih nama orangtua saya." kata si engkoh buru buru. "jauh banget kios saya dibanding para orang orang di sembilan naga". sambil menunjukkan barang yang dijualnya.

Sundjaya alias Asun, namanya masih menggunakan ejaan lama, mestinya dia lahir belum ada penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD.  Berdagang sudah tiga generasi di situ, jualan Alat tulis Kantor atau ATK, stationary dan segala keperluan kantor . 

Kios warisan peninggalan bapaknya. Ada tiga kios di beda tempat, satu untuk dia, satu untuk cici (kakak perempuan) nya,  satu lagi kios tempat usaha ibunya. Cicinya pegang kios di jembatan lima jualan perabot rumahtangga, ibu nya buka warung bakmi dekat situ. 

“saya sekarang hanya jaga kios aja, anak saya yang urus jual beli barang.” Pekerjaan yang dilakoni setiap hari dari pagi sampai petang jaga kios, pegang kasir, hitung pemasukan setiap hari. Semua untuk kebutuhan rumah dan keluarga kata Asun. Sementara Hendra, anaknya berhubungan dengan konsumen, suplier dan tetek bengek urusan pihak luar. Dia sore itu memang sibuk di kios melayani pembelian grosiran dan eceran siang itu. Anaknya sudah ikut dia di kios sejak masih SD. Pulang sekolah mampir di kios bantu bapaknya berjualan. Sudah waktunya anaknya ambil alih usaha.  

Hendra sudah dibiarkan menghitung anggaran belanja, mencari terobosan, inovasi berkreatif. Bahkan pengakuan Asun, Hendra jauh lebih hebat dari dia. Menghitung anggaran rinci, tidak gelondongan, jadi tahu apa saja yang dibelanjakan dan keuntungannya. Lebih mudah melakukan pengawasan kalau ada barang yang hilang, sengaja atau tak sengaja. Dua karyawannya tak berkutik, terpaksa melakukan gerak jujur, sebab bos muda nya itu tahu barang yang laku dan yang masih tersimpan. 

Pelanggannya sekarang bukan saja dari Jakarta, tetapi sudah jawa. Jawa harus dikuasai. Kira kira itu yang ada dalam visi misi Hendra. Memakai teknologi canggih online, media sosial untuk menjangkau pelanggan. Dengan media online kios naga sakti mempunyai langganan tetap di Bogor dan Bekasi.Rencana mau merambah daerah lain.  Bersaing, tentu saja, kata Hendra. Bergerak jujur dan mendapat kepercayaan pelanggan adalah modal utama, dan harga yang dipertaruhkan dalam bisnis ini. 
Kalau memang niatnya kuat, apalagi masih muda, kemajuan bisnisnya bakalan terjadi. Sudah nampak depan mata, pemilik generasi ketiga itu tak pernah berhenti duduk manis. Tak ada yang belanja, adalah waktu menghitung sisa barang yang ada. Pekerjanya disuruh membuat daftar barang yang sudah habis atau nyaris habis, untuk segera mengusulkan pembelian. 

“sebenarnya enak bekerja dengan bos muda, kita bisa belajar. Capek seperti tanpa istirahat, tetapi penting suatu saat kalo mau buka usaha, sudah tau apa yang dilakukan.” 
Kata  Hendra, dia tidak menginginkan anakbuahnya terus bekerja di situ, hanya terima gaji saja sampai tua. Di kios ini bukan kantor kementerian, bekerja seperti birokrat, datang pagi duduk duduk sore pulang. Di sini tidak mengenal duduk manis terus terima pensiun.  

Tidak perlu kampanye membuat dunia usaha berkeadilan, yang lebih perlu dan penting adalah bekerja keras, meraih kepercayaan. Suatu saat nanti tidak Cuma sembilan naga, tetapi ratusan naga berkeliaran tidak saja di Indonesia, tapi di dunia.

No comments:

Post a Comment