Monday, 9 March 2020

Banda Naira

Banda Naira
Baru hari ketiga, di pagi hari rombongan kami, beneran menjelajah dan menikmati kepulauan Banda Naira. Hari pertama, siang hari mendarat di Ambon, masuk hotel, jalan jalan sekitar ambon melihat pengrajin tenun, berkeliling makan makanan khas Maluku, mampir di toko cinderamata, mutiara dalam ragam anekanya. Pagi hari sudah berangkat dengan kapal cepat menuju banda naira yang makan waktu lima jam, menghabiskan siang hari dengan berkeliling diseputaran Banda Naira untuk mengunjungi situs-situs budaya peninggalan masa lalu. Rumah Sjahrir, rumah Hatta, museum, rumah saudagar rempah Belanda, pasar, pelabuhan, gereja yang sekelilingnya ada bangunan kuburan tua. 

Hari ketiga yang sesungguhnya merupakan wisata sejarah, politik dan budaya. Dengan perahu kecil bermotor, ke Banda Besar, bagian dari gugusan kepulauan Banda. Sandar di Dermaga, memasuki wilayah desa Lonthoir, deretan rumah kiri kanan, utaranya gunung, selatannya laut. Hanya dengan jalan kaki  pemukiman tak padat penduduk sudah dijelahahi sepanjang siang. 

Lonthoir atau Lonthar, atau Lontar, yang mana yang benar entahlah, caranya menyebut dan berbunyi sama. Daerah yang bernilai penting dalam sejarah. Daerah yang  menjadi sumber percekcokan, konflik antarbangsa Eropa dan bangsa Eropa dan bangsa Banda. Sumbernya adalah Pala, rempah yang amat mahal harganya di pasaran Eropa. 

Pulau ini seluruhnya adalah tempat tumbuhnya pohon Pala yang sekarang dibudidayakan dengan pengaturan penanaman bersanding dengan pohon Kenari. Pala dan Kenari ditanam berdampingan. Kabarnya kenari adalah tanaman yang dapat melindungi tanaman pala dari panas matahari dan curah hujan yang langsung. Pala tidak dapat tumbuh subur bila langsung di bawah sorotan matahari. Intrusi sinar matahari yang masuk dari cela pepohonan bagus sebagai spot foto. 

Lonthoir jadi incaran  Belanda, atau para saudagar Belanda. Berduyun duyun menumpang kapal menjalin hubungan bertemanan, dagang, dengan penduduk lokal. Bukan cuma Belanda, dan memang bukan Belanda yang pertama masuk ke Banda Naira. 

Bangsa Portugis yang pertama masuk ke kepulauan Banda Naira, menjadi bangsa Eropa pertama ke daerah itu. Portugis puluhan tahun sebelumnya sudah jadi rekanan dagang dengan bangsa bangsa di dunia di daerah Selat Malaka yang kala itu jadi pusat perdagangan di Asia (Tenggara). Komoditas rempah, biji dan bunga pala jadi bagian dan penting dalam perdagangan di situ. 

Beberapa pejabat tinggi portugis mencari tahu asal usul komoditas itu, lalu mengajak, mungkin juga mamaksa setelah penaklukan,  militer (kemungkinan dari Batavia ke daerah timur, Banda Naira utamanya. Berdagang di sana beli rempah di sana, jual di Eropa, entah Portugis setengah hati, sebab  kongsi dagang portugis tak bertahan lama. Mereka lebih memilih berdagang jual beli rempah di Malaka yang wilayah Portugis daripada di timur yang tak dapat dikontrol, atau kemungkinan daerah maluku memang tak aman buat berdagang. Jadi memilih Malaka, walau mahal tapi mudah.

Catatan dari portugis membenarkan bahwa ada jaringan perdagangan dari utara ternate tidore sampai ke Banda, dengan  produk utama rempah dan cengkeh, yang ditukar dengan produk pakaian peralatan (1512). Jaringan itu yang mengikat utara tengah dan selatan, dengan bahasa dagang, bahasa lingua franka. Orang Ternate Tidore kerja di Banda Naira, juga sebaliknya. 

Walau membangun benteng portugis di sana, tetapi perang terus menerus tak sehat untuk berdagang, apalagi sejak pembangunan benteng bukannya lebih damai tapi jadi bibit permusuhan dengan penduduk setempat. Serang menyerang yang melelahkan bertahun tahun. Sejak saat itu, orang-orang Portugis jarang mengunjungi pulau-pulau lebih suka membeli pala dari pedagang di Malaka. 

Sepertinya Portugis tidak ada niat membangun koloni di Banda Naira, tidak serius bangun pelabuhan, apalagi mendirikan pemerintahan di sana, atau karena penolakan terus menerus dari orang Banda, mulai dari tak rela Portugis membangun pos permanen. 

Lain halnya dengan Belanda, kosongnya kontrol akan kepulauan itu, menjadikan belanda.masuk ke situ, berdagang, daripada dagang di daerah utara, ternate tidore. Perdagangan Belanda lebih langgeng walaupun sejak awal hubungan sosialnya saling menghindar, cenderung membenci. Hubungan dagang tapi tak saling percaya. Belanda menyalahkan Banda yang tak taat kesepakatam dagang, sementara banda menyalahkan Belanda yang menjual komoditas yang tak diperlukan. Kabarnya orang Banda atau Maluku umumnya oke saja  berdagang dengan siapa saja, yang tak disenangi adalah rempahnya ditukar dengan bahan komoditas yang tidak biasa. Orang Banda menjual rempah dari pedagang portugis, india, arab dan jawa, mendapat peralatan tembaga, obat obatan, porselein yang berharga. 

Sulit negosiasi harga bukan saja dengan penduduk lokal, juga dengan sesama saudagar belanda, sampai satu titik harga komoditas tak mampu menutupi ongkos transportasi. Pendek cerita semua pedagang belanda yang ke sana sering rugi. Lalu antarpedagang sepakat membentuk kongsi dagang VoC. Dengan kongsi dagang bersama, harga stabil, pengiriman barang lancar, jalur transportasi Eropa Banda.Naira terjamin, sepertinya masa ini semua pihak sama senang. Ada Lembaga dagang, ada penanggung jawab belanda di tempatkan di sana, ada elite banda yang memerintah. Perwakilan dagang belanda dan elite banda bergaul punya kepentingan beda. Ini perlu referensi kenapa bisa langgeng. 

Masa itu rempah jadi sangat mahal dan dibutukan bukan cuma.eropa. bahkan india.import dua kali lebih banyak dari eropa. Konon kabarnya Belanda mulai tidak telaten dengan kerjasama.dagang dengan Banda, dia mau monopoli. Keuntungan berlipat ganda di depan mata bikin mata gelap. Prinsip perdagangan diabaikan. Membujuk elite (pedagang) banda teken kontrak kesepakatan membiarkan belanda monopoli beli rempah. Sebagian sepakat, walau belum tentu paham, sebagian lainnya tak setuju. Mereka yang tak setuju ini dipakai Belanda untuk mendatangkan pasukan menjaga (perdamaian) perdagangan (monopoli). Alasan Belanda saat itu ada pemberontakan elite yang menyebabkan puluhan warga Belanda tewas. Seperti apa ceritanya perlu baca refensi lebih banyak. 

(Kisah Ini diambil kebanyakan dari google. Masih bersambung menyambung dengan petilan kisah lain di Banda Naira. Keliatan dimanapun, kapanpun, saudagar, elite politik dan penguasa bisa mencapai kesepakatan dengan cara lembut, sogok menyogok, pergaulan, bisa cara keras, ancaman todongan senjata) -- bersambung

(Cerita berseri jilid I)

No comments:

Post a Comment