Sepanjang perjalanan panjang dari utara menuju Jawa, Putri Kerajaan Campa sudah sakit sakitan. Tubuh putri tak kuat lagi, minta turun di satu pulau yang terlihat. "Itu bukan jawa,"
Tak perduli, pokoknya mau turun." Kata puteri.
Perdebatan terjadi antara nakhoda dan perwira navigasinya. Kira kira dialognya begini
"Nanggung, bentar lagi juga nyampe jawa."
"Tapi tuan puteri sudah bosan nggak kuat. Biar dia diobati di darat, siapa tau lebih nyaman." Begitu kata nahkoda.
Nanggung gak nanggung akhirnya komando kapten kapal perintahkan kapal berlabuh. Kapal sandar di satu pulau yang menurut hitungan para ahli navigasi di kapal itu tak akan lebih dari satu hari mencapai pelabuhan kerajaan Jawa.
Maksud hati nahkoda dan kru kapal Ingin cepat sampai tujuan tapi tak berani menentang perintah puteri. Puteri kerajaan terlalu penting untuk diabaikan, kalau terjadi sesuatu pada putri itu, bakalan berakibat fatal pada nakhoda dan anakbuahnya. Jadwal tiba di Jawa tertunda, putri singgah di pulau, mendapat pengobatan yang intensif dalam suasana yang lebih nyaman tak ada goyangan ombak dan gelombang.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, pengobatan tak menyembuhkan putri. Ia meninggal dunia lalu dimakamkan di pulau itu. Demikian kisah cerita rakyat setempat, dengan macam macam versi yang menyebabkan pulau ini disebut pulau putri.
Mungkin saja cerita rakyat itu adalah fakta, mengingat lingkungan kerajaan, raja, pangeran banyak menikah dengan putri Champa. Apalagi saat itu perdagangan intensif terjadi antara Kerajaan di jawa Sumatra dan indocina. Persekutuan di antara kerajaan salah satunya melalui Ikatan perkawinan.
Kemungkinan pulau berpenghuni setelah jadi bagian dari kerajaan di Jawa yang kemudian di kendalikan oleh raja dari Bangkalan, Cakraningrat turun temurun. Ini yang membuat penduduknya mayoritas dari daerah Bangkalan khususnya Madura umumnya. Ada yang menyebut memang penduduk mayoritas Madura, tetapi bahasanya campur aduk (kreole) campuran dari Madura, Jawa, Melayu (Palembang).
Orang Kemas atau pedagang-saudagar Palembang konon banyak berdatangan ke pulau ini bertemu dengan para pejabat kerajaan Bangkalan. Membawa warna bahasa Melayu di pulau itu. Bahkan katanya ada campuran Inggeris akibat banyak orang di situ yang merantau puluhan tahun di singapore atau Malaysia lalu kembali ke pulau membawa bahasa campuran inggeris melayu.
Belanda, tepatnya VoC waktu itu menguasai pulau dari raja Bangkalan dan menyebutnya pulau Lubeck, ada juga yang menyebut Baviaan, mungkin banyak lagi nama sebutan pulau itu, tapi tidak ada dalam catatan dokumentasi.
Entah apa pentingnya pulau ini bagi VoC. Sebab pulau itu gersang dan tak menghasilkan sumber alam yang potensial untuk devisa. tidak ada informasi alasan VoC membuat gudang militer di situ. Mestinya pulau ini penting secara militer. Pulau yang penting dipertahankan sebagai benteng menangkis serangan atas pusat ekonomi pulau jawa. Dalam hal strategi militer, pulau ini pernah disebut sebagai tempat berkumpulnya (atau mungkin tempat persembunyian) armada kapal laut sekutu untuk membendung serangan angkatan laut Kekaisaran Jepang tahun saat perang di laut Jawa.
Tapi armada sekutu pimpinan Laksamana Muda Karel Doormann itu kocar kacir, bahkan Si laksamana tenggelam bersama kapalnya. Mungkin pulau itu memang penting bagi benteng pertahanan Jawa mengingat hanya 120 kilometer utara gresik, jawa timur.
Pulau gersang tak punya hasil alam yang potensial saat sekarang cikal bakal wisata maritime dunia, ratusan Yacth dalam wonderful sail to Indonesia, mampir di pulau ini. Wisata pantai pulau dengan fauna babi rusa yang unik hanya ditemukan di pulau itu.
Gubernur, bupati dan pejabat teras propinsi Jawa Timur bangga dengan terpilihnya pulau Putri atau Lubeck yang tak lain adalah Bawean, pulau yang semula tak penting menjadi destinasi wisata. Flora fauna dan khas kebudayaan Bawean dipertontonkan kepada dunia. Kalau VoC zaman dahulu membangun gudang militer, kalangan pebisnis Jawa Timur membangun wisata pulau Bawean menjadi salah satu potensi poros kebudayaan maritim dunia.
No comments:
Post a Comment