Monday, 27 February 2023

Oblok oblok

 Oblok oblok

(penggalan kisah ibu Anastasia)
Pagi itu pangkalan angkatan laut Belawan sudah ramai, para ibu di situ menyelenggarakan bazaar, salah satu kegiatan adalam mengorganisir lomba masak. Ibu saya ikut partisipasi. dia sejak pagi buta belanja bumbu dan bahan. Dia memasak, walau tidak ikut lomba. Dia memasak tujuannya mau memperkenalkan masakan jawa khas kepada mereka yang hadir di acara yang ramai itu yang bukan saja Jawa, tapi banyak suku se Indonesia.
Masakan khas Jawa yang mau dikenalkan adalah Oblok oblok. Masakan jawa yang pedas yang bahan dasarnya berupa sayur lodeh, kemudian dimodifikasi dengan tambah kacang merah tambah tempe potong dadu, diaduk bercampur sampai kuahnya menjadi relatif lebih kental daripada sayur lodeh.
Jadi begitulah, entah bagaimana para peserta lomba turut serta mencicipi sayur oblok oblok buatan ibu saya. Teras rumah di pangkalan iutu berubah jadi dapur umum. Tidak ada cerita apakah mereka yang bukan asal Jawa yang mencicipi memberi komentar suka atau malahan suka banget, memberi penilaian dengan mengatakan enak atau berkomentar enak banget.
Kisah itu adalah peristiwa masa muda, saat bapak dan ibu saya masih aktif di angkatan laut.
Bertahun kemudian ada kemenakannya marga rajagukguk bernama victor lamasi, karena satu dan lain hal, sering bertemu acara keluarga. Lamasi menjadi langganan makan oblok oblok buatan ibu saya. Dia menyebutnya inanguda ke ibu saya karena pertalian kekerabatan. Sedikit rumit menjelaskannya, yakni nenek Lamasi itu boru siahaan yang lebih tua dari nenek yang juga boru siahaan. Begitulah kait mengkait kekerabatan. Intinya Lamasi panggil ibu saya adalah inanguda.
Bang Lamasi menyebutnya "Olok olok" dan bukan Oblok oblok. Dia merasa lidahnya janggal menyebut oblok oblok, lebih familiar menyebut olok olok. Apapun sebutannya barangnya atau acuanya sama, yakni sayur lodeh yang dicampur campur. Dia suka sekali, sebab makanan itu pedas, pedas sekali dengan rawit yang melimpah dan sesuai dengan cita rasanya. Tiap kali ketemu dengan inangudanya, "olok olok" itu yang ditanyakan. Bertahun tahun setiap kali datang ke rumah, dia ingin mencicipi oblok oblok yang amat pedas buatan inangudanya. Keduanya sudah tidak ada lagi di dunia ini.
Semoga mereka bertemu di alam sana, Semoga Bang Lamasi bisa merasakan sepuasnya Olok Olok. Teringat semasa hidup bang lamasi mengusulkan buka warung masakan jawa khas "Olok Olok" di Medan. Aha Ada ada aja idenya. Ibu saya dan bang Lamasi tidak kembali ke Medan. Mereka dua meninggal di tanah Jawa. Mungkin mereka dua juga mengharap harap Siapa tau ada keturunannya yang balik Medan atau balik kampung buka usaha warung oblok oblok.
Mungkin gambar 1 orang dan dalam ruangan
Semua tanggapan:
Lamtiur Tampubolon, Ratna Agusta dan 45 lainnya
31
Suka
Komentari
Bagikan

No comments:

Post a Comment