Monday, 27 February 2023

Foto Lama

 Foto Lama

Foto yang kayak gini paling sulit ditebak. Di daerah mana dan lagi apa. Menurut Toha itu waktu kita di Tengger. O bisa jadi memang di Tengger. Tapi waktu di Tengger si Toked (Bambang Rudito) nggak ikutan ke Tengger. Pasti sebelum kami berada di Tengger.
Menurut Toked itu foto waktu di Ranupani. Masa sih, nggak terbayang rumah di Ranupani ada yang tembok. Apa iya ya di Ranupani. "Apa bener ked di Ranupani?.." Lama Toked jawab wa nya. Akhirnya menjawab " gw nggak inget ini di mana..". Mau tanya Konar udah susah komunikasinya harus nunggu dia ada waktu mbisikin.
Lalu balik lagi ke Toha. "Ha, emang bener ini di Tengger?" gw penasaran banget dengan foto ini. Ini pasti gw yang motret pake kamera Toha yang Canon terbaru zaman itu.
"Ah jangan jangan kamera gw yang juga Canon yang lebih kuno...nggak tau lah yang mana yang bener..pokoknya sudah jadi foto yang terlihat tiga orang duduk sepertinya pagi hari menikmati udara sejuk.
"Itu di Tengger tit..gw lupa nama pemilik rumahnya..pokoknya sejak pagi siang sore kita kedinginan.."
"Tapi nggak kelihatan kedinginan.."
"...Kita jalan mondar mandir naik turun terus duduk, makanya nggak keliatan kedinginan..malemnya kedinginan pake selimut tebel pinjem pemilik rumah..untungnya diajak makan sate dan sop kambing masakan Jawa Timur yang gurih..."
Iya kita makan sop dan sate kambing. Malem mau tidur pake selimut malahan gerah, dan bertiga dalam selimut malahan bau kambing. Nggak betah trus keluar rumah duduk di teras di malam hari di depan terminal Ngadisari.
Perjalanan ini dimulai dari Sukabumi-Pelabuhan Ratu, kemudian dengan bis "ngeteng" maksudnya dari Pelabuhan ratu sampai Cibadak, dari Cibadak sampai bandung, dari bandung sampai Solo. Entah apakah naik bis sekali saja dari Bandung sampai Solo, atau menclok menclok ke kota kota sepanjang sampai Solo?
Hanya satu malam di Solo, menikmati kota Solo yang indah. Gibran belum lahir, apalagi Kaesang. Tapi kota Solo di malam hari memang enak dan nikmat, duduk di trotoar tempat area jualan, makan kacang rebus dan wedang jahe, beberapa jajanan dari yang lembek sampai keras. Lupa nama nama jajanan itu.
Selama perjalanan dari Solo ke Malang, masih te ngiang ngiang lagu Solo di waktu malam hari, lantas koleksi lagi bertambah setelah lihat gadis di terminal bis yang jalannya lenggak lenggok seperti macan lapar.
Ranupani Ranukumbolo dan kemudian pisah kawan perjalanan. Belis (Arlizar) dan Toked (bambang Rudito) pulang ke malang terus kembali ke Jakarta. Konar Toha dan gw lanjut jalan nyebrangi lautan pasir, mampir di area "cibok pak Bima" istilah dongeng masyarakat sekitar tentang "Gunung Batok". Cibok sama dengan Gayung. Lalu kamu bermalam di Ngadisari, berguru tentang ritual Tengger.
Perjalanan lima teman, kata Toha bukan teman, tapi sahabat yang melekat, berakhir di Tengger. Setelah perjalanan pertama, dilanjutkan kedua dan ketiga ke Tengger.
Tengger dan Bromonya seperti misteri yang selalu pengen dikuak rahasianya. Belum banyak yang kami ketahui tentang Bromo dan Tengger. Dua Kawan kami dari lima kawan yang melakukan perjalanan dari tanah Banten, Pasundan, Mataram, Singosari, sampai turunan Roro Anteng Joko Seger yang konon berdarah Majapahit, telah tiada. Arlizar dan Konar telah berakhir di dunia ini, walau terus berkontak bathin dengan mereka dua.
Sayang kami berlima tidak punya kenangan menulis buku bersama tentang perjalan ini.

No comments:

Post a Comment