Bimbang: perpanjangan jabatan atau penundaan pilpres.
Akhirnya Presiden Joko Widodo atau lebih populer dipanggil Pak Jokowi
angkat bicara soal isu perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu. Ini beruntung atau tidak, ini membuat isu polemic
tetap berlanjut atau tidak, entahlah, sebab tidak berkeinginan melakukan survey
atau penelitian mendalam.
Apa yang
terlihat di permukaan adalah para menteri di kabinet Pak Jokowi dilarang
bicara soal isu perpanjangan masa jabatan dan juga isu penundaan pemilihan
presiden. Para menteri Jokowi diwajibkan atau harus fokus pada pekerjaannya.
menyelesaikan masalah yang dihadapi,
memberi penjelasan periodik kebijakan kebijakan yang dilakukan agar rakyatnya
paham, kenapa melakukan ini atau itu.
"Jelaskan situasi global yang sedang
sangat sulit, sampaikan dengan bahasa rakyat dan langkah-langkah yang sudah
diambil pemerintah itu apa dalam menghadapi krisis dan inflasi," begitu
kata Presiden Jokowi di
depan para menterinya dan para petinggi lainnya.
Jokowi meminta para menteri tidak membuat
polemik di masyarakat. Larangan itu termasuk soal polemik penundaan pemilu dan
perpanjangan masa jabatan presiden.
"Jangan menimbulkan polemik di
masyarakat, fokus pada bekerja dalam penanganan kesulitan yang kita
hadapi," ucap Jokowi dengan nada tegas.
Begitulah Jokowi berpidato didepan para
menteri dan para petinggi di pemerintahan sekarang ini. Ia menyatakan tidak
boleh lagi para menteri berpolemik di luar wilayah kuasanya, termasuk omongan
soal perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilihan presiden. "Tamat sudah polemik perpanjangan masa
jabatan dan penundaan pemilu"
Tulisan ini bukan menyoroti soal polemik
perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu. Tulisan ini lebih
menyoroti soal kenapa gejala atau fenomena berpolemik perpanjangan dan
penundaan berlangsung, padahal sejak tahun lalu Jokowi berulang mengatakan dia
tidak mau jadi presiden dan tidak berniat. Namun demikian isu perpanjangan masa jabatan
itu tetap bergulir. Alternatif isu lainnya adalah penundaan pemilihan presiden.
Intinya lebih lama lah Pak Jokowi memerintah negeri ini.
Fenomena itu menunjukkan adanya
pemaksaan secara halus agar Jokowi tetap menjabat presiden walau waktunya sudah
habis. Kalaupun Jokowi tidak berniat tetapi kalau rakyatnya, parlemennya, MPR
nya menginginkan Jokowi memperpanjang jabatannya, setidaknya harapan dia akan mengikuti
keinginan mayoritas. Entahlah, tapi kenapa kok pada iingin Jokowi diperpanjang?
Atau ingin pemilijan presiden ditunda.
Alasannya
atas isu isu peroanjangan dan penundaan itu karena pertama,
kekhawatiran kemampuan pengganti jokowi lebih
rendah, tidak segiat tidak tegas dan seterusnya, pokoknya Jokowi is the best,
penggantinya tidak. Kedua, penggantinya tidak akan meneruskan kebijakan
Jokowi. Ini yang dianggap
paling mengkhawatirkan. Ketiga, mereka
yang akan ikut pemilihan presiden dianggap kualitasnya meragukan, dari tiga
pasangan itu hanya satu pasangan yang dianggap sejalan dengan Jokowi, kalau dia
kalah maka tidak ada lagi pembangunan ala Jokowi, Begitu kira kira kesimpulannya.
Dua kali masa jabatan, kita sudah menilai
kemampuan jokowi selama memimpin Indonesia. Kelihatan sekali dia fokus pada
infrastruktur. hampir semua tempat, di jawa dan luar jawa, dari Sabang sampai
merauke infrastruktur dibangun. Jalan, jembatan, pelabuhan laut udara, perbatasan
dibenahi, banyak hal yang mengubah Indonesia dalam hampir dua periode. Mungkin
banyak lagi yang telah dilakukannya.
Oleh karena kemampuannya itu membuat banyak
kalangan khawatir. Khawatir apakah penggantinya akan mampu menjalankan
pekerjaan (infrastruktur dan lainnya) yang belum selesai.
Lebih mengkhawatirkan lagi, penggantinya,
jangan
jangan penggantinya malahan tidak meneruskan
malahan mengganti yang sudah dirancang.
lalu orang bertanya tanya tidak adakah pedoman
yang ajeg agar pembangunan dapat berkelanjutan. Apa yang sudah direncanakan,
tinggal diteruskan oleh penerusnya. Ada semacam pembangunan atau rencana pembangunan lima tahun yang dapat
dipakai sebagai pedoman atau acuan bagi para pemimpin Indonesia sehingga tidak
ada kata "putus" dalam pembangunan. intinya jangan sampai terjadi
ganti presiden ganti kebijakan.
Itulah yang menyebabkan kalangan kebanyakan
mengambil kesimpulan bahwa pengganti seorang presiden harus sealiran, kalau
tidak sealiran sepemahanan boleh jadi atau bakalan kebijakan pembangunan tak
akan berkelanjutan.
Itu pula yang, dalam pikiran saya, terjadi
timbang menimbang pada banyak orang bahwa daripada pekerjaan tidak dilanjutkan
maka berkesimpulan lebih baik perpanjang saja masa jabatan, sampai seluruh
pekerjaan tuntas. Itulah yang menjadi polemik di kalangan "orang
dalam" yang paling menonjol di kalangan menteri para menteri kabinet yang
sekarang. Mungkin saja para menterinya sudah nyaman dengan kepemimpinan
presiden yang sekarang. atau ada pekerjaan menteri yang "nanggung"
kalau nanti presiden ganti, bakalan nggak akan dilanjutkan. Lagi lagi
kekhawatiran yang terjadi. Padahal kalau dipikir pekerjaan mana yang akan
tuntas dalam periode masa jabatan presiden. Banyak hal yang mesti dibenahi.
Tidak ada pekerjaan yang tuntas selama kita hidup di dunia. Ini barangkali
hanya khawatir pimpinan direbut kelompok lain. Ini khawatir pimpinan yang baru
tak mau melanjutkan.
Seharusnya
di era demokrasi tidak boleh lagi ada pikiran penundaan atau perpanjangan.
Semua sudah diatur. Jabatan presiden maksimal dua kali. Barangkali para petinggi
di DPR dan MPR sudah memikirkan untung ruginya maksimal dua kali masa jabatan. Setelah
dua kali tidak boleh lagi ikut dalam pemilihan presiden.
Seharusnya
kita percaya bahwa di era demokrasi akan muncul pemimpin pemimpin yang
berkualitas senapas dengan zamannya. Kita sudah menentukan bahwa landasan system
pemerintahan kita adalah demokrasi. Pemilihan presiden dilakukan secara
langsung. Kita bebas memilij jagoan kita, kalau jagoannya menang, beruntung,
kalau kalah harus legowo. Demikian dengan pemilihan partai di DPR. Sebagai orang
yang percaya demokrasi maka suarakan hak dalam pemilihan presiden dan parlemen.
Jangan tidak memilih kemudian kalau kecewa lalu turun ke jalan. Terus
bergeraklah menjadi demokasi yang beradab.
Semoga tidak ada istilah ganti pimpinan ganti
kebijakan, yang bisa jadi menhamburkan
uang percuma, dan lebih
penting lagi manjadikan system demokrasi sebagai pedoman berbangsa yang beradab
No comments:
Post a Comment