Berangkat dari Halte Cibubur yang lokasinya di seberang mall Cibubur junction. Warga Cibubur dan sekitarnya pasti tahu lokasi mall itu. Rute tujuan adalah BKN (Badan Kepegawaian Nasional) yang lokasinya di Cawang, jalan Mayjen Sutouyo. Hanya rute ini satu satunya public transportation Trans Jakarta (disingkat TJ) dari Cibubur. Siapapun, dari cibubur yang menggunakan TJ ke arah jakarta, akan menggunakan rute ini. Itu juga berlaku bagi saya yang pagi itu
bermaksud ke Jakarta, ke daerah Lapangan Banteng, Pasar Baru dan sekitarnya.
Pagi itu, sekitar pukul 11 lumayan banyak Bis TJ berderet. Saya menuju ke bis yang akan segera berangkat. Antri, ada beberapa orang di depan saya. Naik di tangga bis, lalu kondektur memandu, mengatakan "kartu yang anda pegang harus digesek. Ya, betul, itu kartukartu elektronik harus digesekan ke alat yang nempek di samping kiri tangga. Lalu otomatis mendeteksi sampai ada ijin bisa lanjut melangkah masuk ke dalam bis. Sebenarnya cara ini tidak berlaku apabila di Cibubur ada halte bis yang pintu masuknya menggunakan kartu magnetic, dan palang di pintu itu tak akan terbuka kalau seorang tidak menggunakan kartu yang ditempel di setiap pintu masuk.
Masuk ke dalam bis TJ, mata lihat kanan kiri, cari tempat duduk, siapa tahu ada tempat duduk kosong. Ah tentu saja nggak ada, sudah terlambat antri. Iya tidak ada, tempat duduk seluruhnya sudah penuh. Saya berjalan perlahan ke belakang dan nggak ada, sebab sudah penuh. Langsung ke area belakang bis di situ lokasi untuk lelaki.
Dari Cibubur sampai BKN, tidak memotret. Berdiri sambil baca Wa (Whatsapp: alat komunikasi masa kini. Tak perlu bertelponan, hanya kirim pesan tertulis, dan itu paling disukai orang zaman kini.
Sampai di halte BKN bertanya sana sini, ke orang orang yang nampaknya berpenampilan petugas di halte. Saya bertanya ke mana dan bis apa yang mesti saya tumpangi untuk menuju pasar baru atau lapangan banteng. Petugas menjelaskan, beberapa penumpang juga menjelaskan, mungkin gemes liat saya bertanya terus terusan.
"Bapak bisa ambil tutujuan monas atau harmoni, yang mana lebih dulu saja. Kalau di monas, bapak naik ke Harmoni lalu dari Harmoni ke Pasar Baru. Kalau beruntung dapat Harmoni, jadi tinggal ke Pasar Baru.." Seorang penumpang menjelaskan dengan sabar.
"Kalau kurang jelas, liat gambar di dinding di atas pintu ke TJ, ada penjelasannya kok.." Katanya menambahkan.
"Ok ok baik terima kasih.." Rasanya ini yang paling jelas soal rute ke pasar baru. Sambil mengingat ingat tadi satu penumbang menjelaskan dengan gaya bahasa terburu buru. "Ooo kalau ke sana naik ini dulu sampai di UKI, lalu dari situ naik kampung melayu atau Monas terus ganti dengan bis ke Harmoni, lalu dari harmoni ke pasar baru depan kantor pos pusat..."
Tak lama ada bis yang diharapkan. Buru buru mau naik.
" Kasih kesempatan orang yang keluar lebih dahulu.." kondektur berucap kepada semua orang yang antri mau masuk.
Kami masuk, sedikit berdesakan, takut nggak kebagian tempat duduk, atau bahkan pintu bis ditutup karena sudah terlalu padat. Begitu kejadian saat itu. Bis yang kedua, barulah saya dapat masuk. Langsung ke bagian belakang, yang menjadi hak para lelaki. Tidak kebagian tempat duduk. Kalah cepat dengan orang orang yang mungkin sudah ahli pengalaman naik bis. Tau harus masuk dari sisi mana, gesit berkelit menerobos, masuk ke dalam bis.
Saya terus berdiri dari UKI cawang kalau tak salah sampai halte Salemba, Akhirnya duduk di depan UI Salemba. Lumayan, akhirnya bisa kesempatan motret walau dari kaca jendela Trans Jakarta, bis andalan kota Jakarta. Saya foto foto sampai Harmoni. Dari Harmoni sampai Pasar Baru.
Kumpul dengan kawan kawan sambil motrat motret di kawasan lapangan banteng dan sekitarnya, Mengelilingi Lapangan pembebasan Irian Barat, memotret Jakarta kota Kolaborasi? Hah! nggak mau kalau dengan kota Cirebon dengan julukan kota udang, Bogor kota hujan, dan kota kota lain dengan julukan julukannya masing masing.
Saya sih lebih suka menyebut ciri khas kota itu daripada memproklamirkan kota dengan sesuatu yang belum dikenal bahkan oleh warganya. Misalnya Pempek Palembang, Dodol Garut, Pecel Madiun, gudeg Yogya, dan lainnya. Mungkin penting buat pejabat tinggi di kota untuk menonjolkan khas kotanya. Ah pusing.
Puas ngobrol, keliing, motret, lalu pulang, menaiki bis dengan rute seperti keberangkatan. Kembalinya mendapat tempat duduk. Lumayan, perjalanan jauh badan penat, beruntung dapat tempat duduk, sambil bersenandung dalam hati lagu rocker Achmad Albar Bis Kota.