Robert, Boris dan Mamit
"..Tolong sambungkan dengan Mr. Robert Mc Namara..please“ Setibanya aku di cafe yang saat itu amat sangat ramai. Entah ada apa hari itu, tidak biasanya cafe ramai. Aku memang penasaran, lalu tanya pramusasi kafe itu.
"ada apa cafe ini kok tumben rame.?"
'..oooo lho om memang nggak tahu ya, kan ada kondangan, pak lurah mantu, orang orang yang datang di cafe ini rombongan besan. "
'oooo gitu..." giliran aku yang basa basi mencoba memahami adanya para besan berada di cafe. Aku sadar sedang berada di kampung halamanku sendiri. Selama ini bertugas di Amerika Eropa, Afrika dan Amerika Latin, aku nggak pernah menghadiri kondangan, bahkan nggak lihat prosesinya. Terlampau sibuk di luar sana,
Kalau Asia, dari timur sampe barat dari utara sampai selatan sudah pengalaman, bahkan nonton orang minum kencing onta untuk obat juga pernah. Tak lama kemudian, sambungan telepon kedengarannya nyambung, aku mendengar suara percakapan di ujung telepon di sana, lalu
“hello”
“Hello Bob, apa kabar. Lama nggak jumpa.” Aku langsung merespons
“eh...oh... Pak Mamit, di mana posisi?...” Aku heran kok orang Amerika selalu memanggil pak di depan namaku, padahal aku nggak pernah memanggil mister di depan nama Bob, atau mister robert dalam percakapan tatap muka.
Soal Bob menanyakan padaku di mana posisiku, sepertinya basa basi. Dia, Bob adalah satu satu penguasa papan atas di negeri ini. Sudah pasti dia punya intel, dan intelnya ada di mana mana. Dia pasti sudah tau saya di cafe Berlin. Walaupun kurahasikan, dia pasti sudah tahu saya ada di cafe yang berada di ujung perapatan Kranggan, Warung Jati. yang lokasinya di dekat pasar dan deretan ruko yang tidak pernah sepi perdagangan. Tapi basa basi diplomasi mengharuskan beretika.
“baru nyampe, taro barang di hotel, lalu cari kopi di cafe ini langsung telpon Pak Bob. Puji Tuhan, semua baik baik ya”
“Saya mau telpon temen kita Pak Boris, Boris Spassky dari Russia. Saya mau ngajak ketemuan bertiga. Setuju kan?”
“Ya ya, bagus setuju. Kita temuan di warung kopi aja, jangan yang mahal, sedang ada pemeriksaan anggaran, nggak boleh boros....apalagi kalo ketahuan bos bos kantor pusat, tidak boleh kelihatan pamer..makanya saya cari cafe di perapatan sini. ”
“Warung kopi Unter den Linden kayaknya keren. Selain suasana enak tenang, juga punya semangat persatuan sejak kehancuran Tembok Berlin yang menakjubkan. Tapi saya mau tanya Pak Boris dulu deh. Ntar saya telpon kamu lagi ya Pak Bob.” Mengakhiri pembicaraan dengan Bob.
“Hallo, Pak Boris?”
“ya siapa nih, kayaknya kenal suaranya”
“Hayo tebak siapa?”
“Ah ini Pak Mamit yang handsome man from Indonesia,” sahut Boris dengan aksen bahasa inggeris yang kebanyakan “rrrr’ nya
Akhirnya, dengan semangat poros Jakarta-Washington-Moskow pembicaraan langsung akrab. terjadi tanya sana sini, saling mengorek keterangan tanpa sakit hati. Aku ngobrol dengan Pak Bob, Pak Boris, no problem. Hanya beritahu jam dan tempat, langsung mereka berdua meluncur ke warung kopi.
Pertemuan bersahabat Bob, Boris dan Mamit menghasilkan pokok pokok pikiran yang akan membawa dampak semua bangsa di dunia bersatu padu, teguh kukuh berlapis baja, maju tak gentar menselaraskan kelompok negara maju dan negara berkembang.
No comments:
Post a Comment