Thursday, 9 March 2023

Bubur Sumedang

 Bubur Sumedang

Berangkat dari rumah jam 05.30, masih gelap, cuaca memang rada mendung. Setelah siapkan makan pagi buat CelRongBleki, mandi dan siap tunggu sopir keluarkan mobil dari garasi. Ya, tepat jam 5.30 meluncur, masuk tol jagorawi, jalanan masih tak padat. Hanya beberapa menit melaju di jalan bebas hampatan, mulai rintik hujan makin lama makin deras. Untung sudah mendekati Atmajaya, tujuan kami, jadi tak khawatir kalaupun padat tak lama akan sampai. Biasanya kalau hujan jalanan bebas hambatan pun jadi terhambat karena mobil bergerak perlahan.
Parkir, langsung ke kantin. Menu pilihan pagi ini antara bakmi pakde dan bubur sumedang. Pilihan jatuh pada bubur Kang Asep yang kalo cerita soal kampungnya selalu hal yang positif.
"daerah kami subur dan berhawa sejuk..di lereng gunung.." begitu kata Asep.
"..ya kami merantau karena butuh pemasukan sekalian untuk pangkalan saudara-kerabat yang "cari uang", meneruskan sekolah, atau usaha yang lain..juga supaya jangan seperti katak dalam tempurung." jelas kang Asep, seolah dia tahu di dan menduga duga kenapa kok merantau kalau daerahnya dikatakan subur?
Sumedang tidak jauh dari Jakarta, kurang lebih tiga jam, dan hanya empatpuluh lima menit dari Bandung. Mangga daerah sini terkenal mangga gedong, mangga gincu yang populer dan favorit di pasar tradisional dan supermarket.
Entah ada kaitannya atau tidak, bubur sumedang yang panas dengan suwiran ayam dan krupuk-emping, plus kacang kedelai untuk toppingnya yang biasanya saking penuh lalu menutupi bubur, dengan kehebatan para petani menghasilkan mangga yang enak? Entah apakah ada kaitan antara bubur ayam Sumedang dengan kerja paksa menerobos Cadas Pangeran yang sulit di zaman Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels si tangan besi. Entahlah, tapi membuat bubur ayam se enak Kang Asep membutuhkan tangan yang cekatan, prigel, gerakan yang cepat melayani konsumen yang tak mau lama lama menunggu sarapan bubur ayam Sumedang.
Mungkin gambar makanan
Semua tanggapan:
Candra Widanarko, Aulia Akualani dan 21 lainnya

No comments:

Post a Comment