Seperti tulisan di kaosnya, Pak Roso, asal wonosari jawatengah, adu nasib di kota Malang sejak 40tahun lalu, masih bujangan, menjaja bakso keliling, mangkal, jaja es campur, lalu nikah sampai bercucu delapan.
"Genjot becak, bawa penumpang, sekedar isi waktu mas." Semua biaya hidup ditanggung anak dan cucunya yang bekerja sebagai guru, karyawan swasta dan pengusaha sablon dan warung nasi.
Apakah Pak
Roso anak cucu adalah kisah pertumbuhan sosial ekonomi kota dibangun
kaum pendatang? Apakah dia salah satu yang disebut bonus demografi?
Atau dia salah satu yang membebani kota yang semakin padat, kumuh dan
membiarkan gaya hidup berkualitas rendah. Unicef menyebut lebih baik
anak tumbuh di desa daripada di daerah kumuh di kota. Mari tunggu
analisis para ahli.
No comments:
Post a Comment