Sunday, 7 July 2019

Dia

Dia keturunan nomor 15 dalam silsilah Raja Panggabean. Lahir di Pematang Siantar tahun 1926. Ibunya boru Siahaan. Ompung borunya Hutagalung. Menelusuri sampai ke tingkat yang lebih tua perlu informasi tarombo atau silsilah kekerabatan Raja Panggabean yang lebih akurat.
Masa kecilnya, di daerah Simpangdua, waktu itu di pinggir kota Pematang Siantar, di simpang jalan ke arah Parapat dan Kabanjahe. Sekarang tepatnya di Jembatan Timbang. Tak banyak yang tahu cerita masa kecilnya, suatu kali dia hanya menyebut tetangganya, sahabat sebayanya bernama Filips. Entah di mana Filips atau keturunannya berada. Bahkan olehnya tidak disebut nama marga sahabatnya itu.

Bapaknya bekerja di apotik, atau yang berhubungan dengan meracik obat. Pekerjaannya pindah pindah dari perusahaan satu ke lainnya. Tempatnya bekerja adalah di perusahaan Belanda yang kala itu masih dalam tata aturan pemerintah Hindia Belanda. Hal yang pasti pekerjaan orangtuanya berhubungan dengan obat. Sampai akhir hayat, bapaknya menyandang status pegawai Rumah Sakit Pemerintah pemerintah (Indonesia) Di Medan.

Dia pindah ke Medan, ikut orangtuanya, menyelesaikan Hollandsch-Inlandsche School atau HIS yakni sekolah setingkat Sekolah Dasar Belanda untuk bumiputera pada zaman Hindia Belanda. Agak rancu apakah Sekolah dasar Negeri atau Swasta Katolik. Sebab setamat SD, seorang pastor Katolik berencana mengirim dia ke Jawa untuk melanjutkan sekolah. Kemungkinan besar dia berpretasi sehingga dipilih.

Hal yang paling diingat olehnya adalah ketika keluarga besarnya mengantar dia ke Belawan, pelabuhan terdekat dari kota Medan. Keluarga di Medan dan di Siantar semua turut mengantar berangkat ke Jawa. Dia menggambarkan waktu keberangkatannya seperti “naik haji”, sanak saudara, kerabat handai taulan ikut mengantarnya. Dia tidak sendiri. Ada beberapa anak dari sekolah lain yang juga dikirim ke Jawa. Juga dari mereka diantar oleh keluarga besarnya. Beberapa anak, tamat SD usia 12-13 tahun dikirim ke Jawa pada tahun 1938-39. Seingatnya, sebulan dia bersama teman seangkatannya berada di Jakarta, lalu dengan kereta api menuju Muntilan, sekolahnya di Jawa.
Pasti ada culture shock pada dirinya yang masih kecil berhadapan dengan dunia yang tidak diketahui sebelumnya. Atau tahu hanya pada pelajaran Ilmu Bumi saja, bahwa ada pulau Jawa, selain pulau Sumatra. Misalnya ia mengenal kereta kuda namanya delman, tetapi di daerah baru namanya andong. Juga soal cita rasa makanan yang beda, Sumatra dan jawa. Sayangnya tidak banyak hal seperti ini diceritakan olehnya.

Masa sekolah, tidak banyak diceritakan. Hanya pada jam pelajaran music dia banyak cerita. Setiap murid wajib menguasai satu alat music. Dia memilih biola. Beberapa kali mengadakan konser music klasik sebelum akhirnya pecah perang pacific. Murid murid termasuk dia dan angkatannya tidak selesai sekolah. Kawan kawan yang masih diingat di sekolah itu antara lain, Simatupang yang menjadi guru di sekolah katolik Stela Duce Yogyakarta. Liberty Manik, Binsar Sitompul dan Cornel Simanjuntak yang menjadi pengarang lagu.

Tak ada harapan kembali ke sekolah, Dia memilih bekerja pada Angkatan Laut Jepang (Kaigun), kemudian menjadi cikal bakal Angkatan Laut Republik Indonesia. Markasnya di batalyon Pasuruan-Probolinggo. Beberapa kali membawa kapal logistik Jepang ke daerah timur Indonesia.
Melewati zaman Jepang dan revolusi fisik, dia tetap bekerja di angkatan laut dengan pangkat letnan satu. Tahun 1950 dia cuti pulang kampung ke Medan, mencari orangtuanya terputus komunikasi surat menyurat akibat perang. Ketemu.

No comments:

Post a Comment