Monday, 13 May 2019

Kesepakatan penentuan penguburan (bagian II)




Menentukan waktu menguburkan jenazah perlu proses panjang  Pemuka agama (Kingmi) ikut memberi saran. Sarannya adalah secepatnya jenazah itu dikubur. 

"Jangan membebani kerabat yang berduka menyediakan makanan terus menerus"

Ada semacam kewajiban bagi tuan rumah menyediakan makanan bagi kerabat beda kampung selama berada di situ. Saat itu persediaan makananDua perwakilan dari Jangkup adalah pengurus dan pendeta agama Kingmi yang menghendaki agar proses penguburan itu lebih cepat lebih baik. Kata mereka jangan berlarut-larut sehingga tuan rumah dibebani menyediakan makanan terus menerus. Salah seorang perwakilan Jangkup itu lebih khusus lagi mengatakan bahwa dia tidak dapat bolos kerja. Kalau sampai lebih dari dua hari, dia harus minta izin dan potong gaji. Karenanya ia memohon agar hari ini juga proses penguburan dilaksanakan.
Pendeta Jangkup juga menjelaskan bahwa saat ini persediaan makanan di kebun semakin menipis. Kebun kebun banyak yang gagal panen karena longsor. Sementara mereka tidak dapat beli beras ke Timika karena tidak ada angkutan udara. Ia menyarankan kepada pihak keluarga yang kedukaan, Omaleng, supaya tidak perlu menyiapkan makanan berlebihan. Pihak Jangkup sadar bahwa makanan saat ini menipis. Sebab, Pendeta itu mendengar selentingan bahwa Omaleng merasa malu tidak bisa menyediakan makanan besar yang bergengsi. 
Alasan dari pihak Jangkup rupanya tidak diterima oleh pihak Omaleng. Mereka mengatakan penguburan dilakukan setelah kedatangan anak dan adik almarhum. Juru bicara tuan rumah, Omaleng  memutuskan bahwa penguburan dilakukan besok. Pernyataan itu mengundang reaksi keras dari Pendeta Jangkup. Dia marah dan mau pulang saja ke Baluni. Besok dia tidak mau memimpin upacara penguburan. Baginya acara berlarut larut membuat banyak orang jadi terhambat kegiatan berkebunnya. Segera setelah diputuskan acara akan dibuat besok, pendeta itu pulang ke Baluni. Faktanya Pendeta datang lagi dan memimpin upacara penguburan.
Secara pribadi, pendeta Jangkup mengatakan kepada kami bahwa almarhum tidak suka kedatangan adiknya. Sejak almarhum berada di Timika, adiknya selalu minta uang kepadanya sampai uangnya habis. Alasannya untuk keperluan bisnis, tetapi uang itu tidak pernah dikembalikan. Adiknya tidak pernah membantu dia selama hidup, tetapi justru sebaliknya. Karenanya ketika dia sakit keras, almarhum lebih suka kembali ke kampung daripada di Timika. Saat menjelang kematiannya, almarhum menolak bertemu dengan adiknya. 
Pendeta Jangkup tahu bahwa almarhum tidak menyukai adiknya. Makanya ketika perempuan itu meninggal pendeta mengusulkan segera dikuburkan tanpa perlu menunggu adik laki-lakinya. Akan tetapi Pendeta juga tahu bahwa almarhum ingin sekali ketemu dengan anak perempuannya. Sayangnya keinginan itu tidak terpenuhi selagi dia hidup.
Bukan saja pendeta Jangkup yang mengetahui persoalan konflik kakak beradik itu, tetapi keluarga dekat juga mengetahui. Adik almarhum dikenal pemabuk, putus sekolah, bisnisnya tidak maju, malahan cenderung hanya menghamburkan uang. Beberapa orang di Jagamin mengatakan bahwa adik almarhum bergaya seperti orang kaya saja selama di Timika. Kemampuannya hanya minta uang ke kerabat yang bekerja sebagai karyawan perusahaan atau kerabat yang menjadi pengusaha. Itu gambaran adik almarhum di mata banyak kerabat dekatnya. 
Walaupun banyak orang tidak suka dengan adik almarhum dan karenanya berharap perempuan itu segera dikubur, namun, keluarga dekat tetap berharap bahwa adik perempuan itu bisa datang, bahkan di saat almarhum masih sakit dan sudah tak berdaya. Isteri Kepala kampung Jagamin yang juga kakak kandung almarhum adalah orang yang gigih mengatakan bahwa penguburan harus dilakukan setelah adiknya yang juga adik almarhum sampai di kampung ini. Penundaan penguburan, salah satunya karena kuatnya pengaruh kakak perempuan tertua almarhum yakni isteri Kepala Kampung. Namun adiknya tidak kunjung datang sampai proses penguburan berlangsung. Adiknya baru datang setelah perempuan itu dikubur. 
Dalam pidatonya, pendeta Jangkup mengatakan agar Tuhan memberikedamaian dan ketenangan kepada ibu yang meninggal itu. Janganlah ia menjadi dendam kepada saudara laki-lakinya walaupun telah membuatnya sengsara.
Setelah penguburan selesai, kembali kegiatan Kalawin dilakukan, kerabat-kerabat berkumpul membahas soal hutang piutang dari almarhum.  Pembahasan ini penting Ini supaya segala hutang si meninggal dilunasi oleh kerabat dekatnya. Setiap kerabat yang ada di situ menceritakan apa saja yang dihutangi oleh almarhum dan apa saja yang mesti dibayar kepada almarhum. Katanya ini berkaitan dengan pelunasan hutang akan membawa jalan roh menjadi lancar ke alam surga.

No comments:

Post a Comment