Ancang ancang ke
Lawang Sewu
Sarapan di
penginapan nasi gudeg telor dan krecek. Rasanya sama enaknya dengan gudeg
lainnya di daerah Jawa.
“Penginapan ini
memang masak gudeg lengkap setiap hari ya mas”
“ah nggak pak,
ini hanya ambil dari warung belakang yang jualan skaligus juga terima pesanan”
kata pelayan yang sedang bersih bersih ruang depan penginapan.
“makanan di sini
hanya gudeg atau bisa ada pilihan lain.”
“tiap hari beda
beda pak, ada nasi kuning, nasi liwet. Hari ini memang nasi gudeg.”
“kalo minumnya
memang ada pilihan. Air putih dan teh manis hangat. Kalau mau kopi juga bisa
dibuatkan. Nanti saya minta ke bagian belakang.”
“Ya saya minta
kopi, supaya habis makan minum selesai terus ngopi.”
“Kalau sabtu gini
enaknya jalan jalan ke mana mas?”
“Simpang lima,
atau ke pertokoan, mall. Di sana rame sambiil liat liat. Apa saja kan ada di
sana.”
“Saya mau ke kota
tua saja.”
“O iya di sana
bagus, bangunan bersejarah dan sekarang sudah banyak yang diperbaiki.”
Berubah pikiran,
tak satupun gagasan hasil obrolan di ruang makan menarik minat. Lalu putar
haluan, tujuan ke Lawang Sewu. Sampe di sana, beli karcis, masuk, menyusuri
jalan setapaknya, masuk dari pintu samping, sampai halaman dalam bangunan ini.
Agak mundur
menepi, lalu melihat bangunan menyeluruh, rasanya benar kalo di sebut Lawang
Sewu. Pintu Seribu, pintunya banyak sekali. Saking banyaknya dibilang Sewu atau
seribu. Ya gak perlu dihitung apakah benar jumlahnya segitu. Sama juga kalau
sastrawan menyebut sejuta bintang di langit. Si sastrawan tak menghitung
jumlahnya, dan barangkali belum sampai hitungan sejuta sastrawan sudah bingung
dan mumet karena kepala harus posisi ndongak.
Lawang sewu
adalah museum kereta api, buka menurut keterangan dari jam 7 sampai dengan jam
21. Beberapa pengunjung datang membawa informasi tentang museum, beberapa
bergerombol selfi, senang tertawa, beberapa keluarga juga ada, tertib mengikuti
arahan pemandu. Ada kelompok fotografi membawa peralatan foto. Kayanya
professional, motret setiap bagian dengan telaten dan teliti. Mengambil foto
dari berbagai sudut pandang.
Bangunan buatan
Hindia Belanda tahun 1904, Kantor jawatan kereta api, pernah suatu masa tak
terurus, kemudian diperbaiki dan lalu dijadikan museum Kereta api. Sejarah
museum ini, dan kereta api ada di beberapa ruang di bangunan ini. Ada miniature
kereta lengkap dengan keterangannya.
Katanya masuk
lawang sewu lebih bagus pada malam hari, suasana terasa mistis. Beberapa teman
mengatakan demikian. Ada ruang bawah tanah, fungsi utamanya sebagai saluran
drainage dan juga mendinginkan ruangan. Namun konon, ruang bawah tanah itu
menjadi penjara bagi para pemberontak pemerintah Hindia Belanda. Juga digunakan
oleh Jepang untuk menahan orang Belanda.
Kematian yang
tragis dari tahanan itu membuat rohnya berontak penasaran, demikian ceritanya.
Konon aroma mistis itu keluar dari ruang bawah tanah itu, ada suara suara
menyeramkan. Adapula kisah sumur tua, nonik Belanda yang berubah menjadi arwah
gentayangan, genderuwo, hal hal yang membuat merinding bulu kuduk.
Pernah pula
ditayangkan di program TV swasta dalam acara uji nyali yang mengambil setting
di Lawang Sewu. Kisah penampakan kuntilanak yang tertangkap kamera. Konon
kabarnya salah satu peserta tewas beberapa hari setelah acara itu. Kisah
peserta meninggal setelah uji nyali seperti scenario dongeng yang diramu
dikemas jadi bagian kisah seram Lawang Sewu.
“Tapi cerita
cerita seram itu, zaman dulu, setelah bangunan ini dipugar, tidak ada lagi
suara suara menyeramkan” kata penjual nasi goring gerobak yang sering mangkal
jualan di dekat Lawang Sewu.
Mungkin penjual
nasi goring juga khawatir kalau hal seram terus menerus diceritakan akan
membuat wisatawan tidak mau datang ke Lawang Sewu. Sepi wisatawan, akan
mengurangi omzet jualan nasi goring. Mungkin penjual nasi goring belum belajar
trik trik bikin orang penasaran.”Makin serem makin laku.”. jangan mengalihkan
kisah seram di daerah lain, bisa jadi daerah sini malah sepi.
Lumpia
Lumpia semarang
memang tiada duanya. Kulit tepung tipis digoreng sampai kecoklatan dan renyah.
Dengan isi rebung campur telur dan ayam-udang membuat aroma mengundang selera
tak tertahankan untuk mencicipi.
Tambahan daun
bawang beberapa helai, acar timun yang dikupas kulitnya, dan cabe rawit hijau,
bukan Cuma pemantas, agar Nampak pantas. Mengunyah lumpia bersamaan dengan daun
bawang bikin rasa tambah marem.
Ikon semarang
salah satunya adalah lumpia. Sudah terkenal sejak zaman dahulu kala. Konon
makanan ini popular sejak ada Ganefo, barangkali juga jauh sebelumnya.
Lumpia asal
semarang sudah bisa dibeli di Jakarta.
Beberapa lumpia
semarang buka cabang, di hampir semua wilayah Jakarta dan Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi. Mestinya di kota kota besar seperti itu harus ada lumpia semarang yang
terkenal melebihi nama pejabat bahkan gubernur di Jawa Tengah.
Nama Lumpia
semarang patut disejajarkan dengan nama gudeg Yogya, Dodol Garut, Pecel Madiun.
Lumpia dan Semarang sudah menyatu.
Tante Lien,
tetangga, acapkali kirim lumpia semarang yang enak rasanya. Katanya itu resep
omanya. Dia tidak berjualan. “tak ada tenaga yang bantu” katanya. Sementara
sehari hari dia sibuk membantu usaha suaminya. Dia dan suaminya om Hartono
punya foto studio. Zaman itu afdruk, cuci cetak foto pasti ke om Har. Sebab
hanya dia satu satunya yang punya studio di daerah kami. Ada juga kalau mau
cetak di gerobak kakilima dengan mencetak klise di kertas foto dengan pemanas
petromaks. Biasanya untuk pasfoto. Bisa tercetak sesuai permintaan. Kualitas
hasil fotonya kelamaan akan menguning. Murah tapi rendah kualitas. Waktu itu
disarankan kalau cetak foto untuk ijazah jangan cetak di kalilima yang
menggunakan petromaks.
Suatu hari tante
Lien kirim lumpia, mungkin hari itu sedang tak banyak pekerjaan, atau saat hari
besar sehingga foto studio tutup, lupa. Intinya saat saat seperti itu tak perlu
membantu suami urusan cetak mencetak foto.
“Mevrouw, ini
saya kirim Loenpiya buatan saya buat coba coba”.
Demikian bunyi
surat dari tante Lien yang mengeja lumpia sebelum pengumuman adanya EYD. Surat
diantar oleh pembantunya ke rumah. Ada sepuluh buah,lengkap dengan saus sambal
dan daun bawang. Memang enak buatan tante Lien, yang asli turun temurun dari
Semarang. Tante Lien menikah dengan om Har asal Pekalongan. Mereka hijrah ke
Jakarta pertengahan tahun 60 an, buka usaha foto studio.
Entah di mana
sekarang tante Lien yang mengenalkan lumpia. Apa dan bagaimana rasa Lumpia
seringkali mengacu pada cita rasa yang diperkenalkan oleh tante Lien. Tante
Lien mengenalkan unsur kebudayaan, pengetahuan, teknologi dan bahasa yang
sekarang menyatu dalam pikiran saya. Mengenalkan melalui resep makanan, cara
buat dan makan, unsur pendukung makanan yang disebut layak disebut lumpia. Rebung
sebagai Unsur penting untuk disebut Lumpia Semarang. Sebab tanpa rebung, bukan
lagi lumpia Semarang. Itulah, Tante Lien yang menjadi salah satu agen promosi
Lumpia Semarang hingga sekarang terkenal seantero Indonesia.
Kali ini Kota
Semarang
Lepas tengah
malam kereta sampai di stasiun Tawang, Semarang. Belum berhenti benar di jalur
satu, beberapa kuli angkut barang sudah masuk gerbong menawarkan jasa angkut
pada penumpang yang kebanyakan bawa barang. Alunan music instrumetal Gambang
Semarang dari Loud Speaker Stasiun keras terdengar. Betul, ini Semarang. Siap
siap, lepas selimut sewaan penutup badan supaya tak kedinginan sepanjang
perjalanan akibat Air Condition yang kelewat dingin. Berdiri, turunkan ransel
dan koper kecil dari tempat bagasi di atas tempat duduk.
Dan Kereta
berhenti, Gerbong yang saya tumpangi pada posisi di tengah stasiun, dekat pintu
keluar. Sementara alunan music gambang semarang masih terus terdengar. Saya
turun dari gerbong setelah tangga di pintu di pasang. Penting ini sebab antara
gerbong dan lantai cukup tinggi, kaki harus cukup kokoh kuat untuk turun tanpa
tangga. Untung tak terjadi seperti itu, tersedia tangga sesuai tinggi pintu
gerbong. Mudah melangkah keluar. Perlahan keluar menggendong ransel berat
berisi laptop dan setumpukan kertas laporan ditambah koper pakaian untuk
seminggu di Semarang. Pengalaman menyejukan menggunakan transportasi umum
dengan pelayanan yang memuaskan.
Kereta cepat
Jakarta Semarang ditempuh sekitar empat jam tiga puluh menit. Tujuan akhir
kereta ini adalah Stasiun Pasar Turi, Surabaya , makan waktu sembilan jam
Pilihan jitu buatku, naik kereta api daripada naik pesawat. Lima belas menit
sebelum berangkat masih bisa masuk check in langsung naik gerbong cari nomor
tempat duduk. Beli tiket tak perlu antri. Pesan online, bayar di ATM, dapat
nomor booking, tukarkan dengan tiket di mesin automatis yang tersedia berjejer
di pintu masuk.
Ke Semarang untuk
menyelesaikan pekerjaan di kantor cabang, sisanya sudah ada di benak, bahkan
sudah seminggu lalu ketika kantor menugaskanku ke kota Semarang. Membayangkan
dengan bangunan kuno yang banyak sepanjang jalan kota. Antusias baca buku
travel dan google, apa saja yang ada di Semarang, bangunan sejarah, dan
kuliner. Pikiran sudah mendahului. Kecepatan Kereta Api tak sanggup mengalahkan
imajinasi.
Kereta api bebas
asap rokok, demikian pula stasiun. Di area yang pintu keluar masuk di main
gate, di kursi tunggu, bebas asap rokok. Perokok masih diampuni, diberi tempat,
jauh di ujung stasiun. Bahkan lebih jauh dari wc yang biasanya ditempat yang
jauh dari area kerumunan penumpang yang datang maupun pergi. Tempat merokok
adalah tempat yang dikucilkan. Acapkali non smokers protes karenan bu asap
rokok mengganggu public, bikin sesak napas. Asapnya mengganggu kesehatan
pernapasan, konon bisa menyebabkan macam penyakit seperti yang tertera di
bungkus rokok.
Tengah malam
masuk Semarang, tak ada lagi yang mesti dilakukan kecuali langsung ke tempat
penginapan. Penginapan di pusat kota, katanya ini tempat strategis untuk kulineran.
“Buka sampai pagi” kata pengemudi taksi. Tak lagi bertanya, cukup percaya saja
kata kata pengemudi yang masih muda. Katanya di beberapa tempat ada warung yang
buka dua puluh empat jam. Saya menduga itu warung kopi dengan makanan kecil
seadanya. Kalaupun ada makanan kemungkinan yang praktis seperti mi instan yang
tinggal direbus, tuangkan bumbu saset ke mangkok, lalu campur dengan mi rebus.
Siap saji.
“Kalau mau makan,
biar saya antar sekalian pak” pengemudi mengulang tawarannya.
“Ah tidak mas.”
“atau butuh yang
lain.”
“Apa itu mas”
Dia hanya
tersenyum, sayapun ikutan tersenyum.
Tanah Warisan
Salim siang hari
sibuk sana sini, menawarkan rumahnya untuk dijual. Ia mendatangi rumah saya,
hanya sebentar saja karena tau saat itu pas acara natalan di rumah. Lalu datang
ke Pak Heri yang rumahnya sekitar sepuluh rumah dari rumahnya. Pak Heri
tetangganya, pengusaha cukup sukses, rumahnya mentereng, paling keren di kampung ini. Pendatang yang cukup
lama di kampung ini menempati rumah di tanah keluarga Salim yang dibeli sekitar
sepuluh tahun silam.
Salim berharap
rumahnya bisa dijual ke Heri. Pikirannya, lebih baik rumahnya dijual ke Heri
yang pernah beli rumah dari orangtua Salim
"daripada
jatoh ketangan orang lain, lebih baik jual ke orang yang dikenal." begitu
alasan Salim ngotot rumahnya dijual ke Pak Heri.
Ketemu Pak Heri,
selepas Magrib. Salim cerita perihal rencana menjual rumah. Rumah yang ada di
gang, sekitaran kampung, hanya beda RT saja. Jual rumah buat biaya perkawinan
anaknya yang paling tua. Selain tak harus merawat dua rumah miliknya.
"rencana sih
tiga bulan lagi. Butuh uang buat persiapan." tiga bulan waktunya sebentar
belum ada persiapan dana. Anak dan mantu punya penghasilan, tapi dianggapa tak
cukup buat acara pesta minimal dua hari dua malam.
"kan nggak
perlu mewah perkawinannya."
"kalo cuma
akad nikah sih murah, tapi kan kalo kawinan di kampung undang saudara,
tetangga, temen. Mesti ada acara dangdut, makan, panitia. Belum lagi yang wajib
seperti seserahan. Semua butuh dana."
Tabungannya nggak
cukup untuk pesta perkawinan. Tidak bisa hanya mengandalkan sumbangan dari
kerabat dekat. Dia yakin akan dapat dana dari bos nya, hanya tak bakalan
banyak. Intinya, dana perkawinan seluruhnya harus dari kantong Salim. Makanya
dia jual rumahnya.
"Untungnya
Pak Heri mau bantu, walau bayarnya tiga kali. Lebih baik begitu daripada langsung
dibayar, nanti pas waktunya uang sudah habis."
Anaknya yang mau
menikah sudah diwanti wanti supaya menyumbang. Kata Salim, zaman sekarang
kawinan bukan cuma tanggungan orangtua.
"anak harus
bantu."
"bukannya
uang dari anak, orangtua yang bantu seadanya."
"tidak bisa
begitu. Orangtua punya kewajiban mengawinkan anaknya. Ini tradisi di
sini."
"Kalau anak
sudah mau menikah, kita mensyukuri. Daripada luntang lantung bujangan bae. Jadi
pikiran orangtua."
Anak Salim kerja
satpam, isterinya penjual kue. Penghasilannya lumayan digabung jadi satu.
"sebenernya
bapak dan inu mertua yang sudah pengen cepet cepet perkawinan"
"saya bilang
tahun depan, lalu sepakat dengan tanggal bulan tahunnya. Tahun depan lumayan
lah ada tabungan berdua calon isteri."
Pesta kawinan,
mesti diselenggarakan dengan meriah. Mengundang tokoh masyarakat, kerabat
handai taulan. Tidak bisa hanya akad nikah saja. Belum afdol, seolah karena
semua tetangga se kampung diundang belum "resmi.".
Pak Edi yang
mengawinkan anaknya, juga demikian. Menjual tanah warisan orangtua, Pak Maman,
hutang dengan jaminan tanah yang belum laku dijual, untuk pesta perkawinan.
Banyak pemilik
tanah orang "asli" di sini akhirnya tersingkir. Tidak lagi punya
tanah. Padahal orangtua dan kakek nenek mereka dulunya pemilik tanah berhektar
hektar. Tahun 90an tanah di sekitar sini dibeli pengusaha property, dijadikan
kompleks perumahan elite. Bukan cuma satu dua, sepanjang jalan kiri kanan
berdiri perumahan dari harga ratusan juta sampai milyaran.
Di kampung saya
para pendatang sudah merambah sedikit demi sedikit tanah dan rumah warga.
Tunggu saja, saat ada acara hajatan, sunatan, kawinan, itu saat transaksi jual
beli berlangsung. Tanah lima ratus meter, sudah jadi ruko dan kontrakan,
sebelahnya seluas yang sama juga sudah pindah tangan ke pemilik yang tinggal di
komplek perumahan. Apalagi sekarang sudah banyak kantor, toko, mall yang butuh
tempat tinggal untuk pegawainya. Bermunculan bisnis kontrakan. Ada sebagian
masih milik orang asli sini, tapi kebanyakan milik pendatang pemodal kuat.
Tanah yang masih
relatif utuh adalah tanah wakaf, yang dipakai untuk rumah masa depan warga
sini, alias kuburan. Edi, Salim, Maman, dan banyak yang lainnya yang sudah
tidak lagi tinggal di sini, masih bersaudara. Ikatan kekeluargaan masih terasa
kuat saat ada peristiwa perkawinan. Perkawinan yang membawa dampak lenyapnya
tanah waris mereka.
Boleh jadi
puluhan tahun ke depan, kampung ini bukan lagi dihuni warga yang dua puluh
tahun lalu masih menggunakan bahasa Betawi ora (pinggiran) sebagai bahasa
lingua franca.
Yang ini pas buat
cuaca mendung
Mampir di warung
soto mie, di daerah Munjul-Pondok Rangon. Warung di bawah pohon nangka tua
berdaun lebat, tempat parkiran sudah padat dengan sepeda motor. Untungnya masih
menyisakan sedikit ruang parkir buat sepeda motor beat ku. Matikan mesin,
pasang standar samping, sepeda motor aman terparkir di antara yang lainnya.
Ambil tempat di
teras, diduk di kursi plastik di meja panjang. Dua anak muda sibuk melayani
pembeli yang datang dalam jumlah lebih sepuluh. Rupanya pulang sholar jumat
mampir di warung yang menyediakan soto mie Betawi.
Harus sabar
menunggu. Memang tak beberapa lama, giliran saya ditanya "pesan apa
pak?"
"soto mi,
jangan pake kol dan mi, bihun saja dengan risoles." Tiba tiba punya
pikiran, mau es cincau. Keliatan menggiurkan, saat perempuan setengah baya bawa
beberapa gelas besar cincau di nampan melayani pemesan. Komposisi warna, hijau,
putih dan merah kecoklatan membuat kepengen meluap luap.
Sempat pikiran
jadi bingung, soto mi atau cincau. "ah soto mie dulu, cincau
berikutnya." Bathinku. Keputusan akhir, pilih soto mie. Lebih cocok soto
mie, kuah panas, disantap cuaca mendung.
"soto mie
daging atau campur."
" kalo
campur, apa saja isinya?"
"daging
jeroan tetelan kikil."
"campur ya
pa."
"Kuah
bening." Warung menyediakan dua macam kuah. Bening dan santan.
"minta minum
teh tawar hangat ya." seperti biasa, minuman teh untuk pelengkap makan.
"nggak usah
pake nasi bang"
Makan soto mie
mengepul dengan emping renyah yang diremas, masukan ke mangkok soto mie, campur
aromanya bikin tambah meningkat napsu makan.
Tak lama hujan
deras. Untung saja lebih dahulu sampai di warung itu. Menikmati makan berkuah
panas waktu hujan terasa lezat. Dengan sambal, bikin megap megap, nggak kira
kira pedasnya sambel ini.
Lama duduk di
situ, sambil nunggu hujan reda. Soto mi sudah habis setengah jam lalu.
"ada kopi
hitam bang, jangan yang saset, tapi racikan."
"ada. Mau
kopi kental manis, kental sedang, atau nggak pake gula? Atau mau kopi yang
encer?"
"kopi kental
sedang."
Hujan masih
deras, tapi tak sederas sebelumnya. Semoga saja cepat reda. Sambil menghirup
kopi panas. Lumayan juga racikan anak muda itu.
Sejak masuk
warung sampai mau pulang, saya perhatikan pembeli soto mie jauh lebih banyak
daripada es Cincau. Mungkin karena mendung dan hujan jadinya kurang laku.
Hujan reda,
permisi, stater motor, maju mundur, maju mundur, geser kiri kanan menghindar
gesekan dengan sepeda sepeda motor lain yang markir kurang rapi, lalu wuss. On
the way home.
Petruk Jadi Raja
Betulan raja
sehari. Tak lama setelah dekralasi, Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu
Dyah Gitarja isterinya diciduk polisi di kerajaannya Agung Sejagat. Setelah
Totok, mulai di upload beberapa raja raja local yang selama ini terpendam.
Kerajaan (keraton) Pajang di desa makam haji, kartasura, sukoharjo. Lalu ada
lagi keraton Jipang di kecamatan cepu blora. Dua kerajaan yang sudah rata tanah
semenjak munculnya Mataram dimunculkan kembali.
Mengaku sebagai
keturunan Pajang dan Jipang membangun kembali kerajaannya. Ada pula kerajaan
lain, tak tanggung tanggung namanya Kekaisaran Matahari dari Sunda di Bandung.
Mungkin mengikuti pakem Jepang, kekaisaran artinya Kaisarnya keturunan
Matahari. Barangkali akan ada kerajaan kerajaan lain yang bermunculan setelah
terindentifikasi dan dalam sekejap tersebar di medsos oleh kecanggihan android.
Kerajaan dan Raja
mendeklarasiikan diri sebagai raja jawa, keturunan kerajaan di zaman kuno yang
sudah runtuh. Apa yang terjadi di tanah jawa?
Lakon pewayangan
petruk dadi ratu mungkin cocok dijadikan pijakan awal melihat pengennya orang
menjadi raja. Mengutip dalam lakon itu.
“Apakah menjadi
orang biasa adalah hina? Apakah dengan menjadi raja, hina akan lenyap dengan
sendirinya? "
Dengan nada sabar
sang semar, ayah petruk bertanya ke petruk yang saat itu sedang memainkan
perannya sebagai raja. Petruk gemas dengan perilaku orang orang yang gila
jabatan, pangkat, gelar dan lainnya yang sejenis.
Gejala yang sudah
meluas di negeri ini. Sudah banyak orang yang gila gelar, jabatan dari mulai
gelar kerajaan sampai dengan gelar akademis. Comedian yang namanya menjulang
tinggi karena usaha dan semangatnya menghibur khalayak ramai. Dengan atau tanpa
ijazah dan embel embel gelar mampu mempesona. Itu dianggap kurang memuaskan,
masuk menjadi wakil rakyat, seolah dengan menjadi bagian dari wakil rakyat dia
akan mampu menghibur atau menguatkan powernya mengangkat harkat martabat
rakyatnya. Itu tak terjadi. Dia malahan tenggelam. Berubah arah, masuk dalam
dunia akademis, entah maksudnya butuh pengakuan bahwa dirinya adalah orang
pintar? Lalu menempuh cara yang tidak elegan. Komedian itu memalsukan gelar,
sebagai syarat mutlak masuk dunia akademis. Ketauan akhirnya namanya tenggelam,
sungguhan tenggelam di telan penguasa bumi Antereja.
Kasus menipu diri
sendiri dan orang lain semacam ini banyak terjadi. Untuk tetap dipandang,
berstatus tinggi, bukan orang biasa, mempertahankan reputasinya di bidang
akademis. Apapun cara ditempuh untuk status yang besar pasak daripada tiang.
Dunia akademiss sering mengalami, pengajarnya memalsukan karya tulisnya,
menjiplak, copy paste punya orang lain. Menerbitkan karya itu mengklaim menjadi
karyanya. Beberapa ketauan, mungkin juga banyak yang tak ketahuan. Ambisi membuatnya
terjungkal.
Orang-orang entah
dari asal usul antah berantah, tiba tiba mengaku punya hubungan darah dengan
keraton. Tiba tiba pula mendapat gelar Raden mas, raden ayu, raden ajeng. Pasti
gelar itu membanggakan dirinya sebab, di papan nama yang ditempel di dinding
teras depan rumahnya ada nama sekaligus gelar kebangsawanan. Tak perlu
disangkal. Gelar bangsawan membuat bangga. Sama halnya dengan gelar
kesarjanaan.
Tetangga
menghabiskan dana yang besar hanya mau menelusuri jejak nenek moyangnya, yang
katanya masih ada darah keraton. Memperlihatkan foto dan dokumen seadanya pada
orang orang yang dianggap tahu asal usulnya. Asal usul punya implikasi berhak
atau tidaknya dia menyandang gelar kebangsawanan. Datang ke keraton Mataram,
Solo dan Jogya, mungkin juga membongkar arsip arsip keraton. Tujuannya satu.
Apakah dia berdarah biru.
Petruk jadi raja
adalah bentuk refleksi penyadaran. Petruk yang semula adalah punakawan, berubah
menjadi raja. Sakti mandraguna. Seumur hidupnya dia mengabdi dan tahu seluk
beluk kelakuan para tuan tuannya yang sering kali konyol tak masuk akalnya.
Petruk paham arti kekuasaan, dan tahu siapa saja yang dianggap bertanggungjawab
atas kesemrawutan pemerintahan.
Dia bukannya tak
punya kesaktian, bahkan kesaktiannya jauh melampaui para tuannya. Dewa dewa
kahyangan dibikin kocar kacir. Dia memporakporandakan, menjungkirbalikan
anggapan bahwa penguasa dapat bertindak semuanya. Petruk mengubah dirinya
menjadi Raja untuk menghancurkan tatanan yang dianggap ngawur. Raja tidak bisa
semaunya. Raja harus menjalankan titahnya demi kepentingan rakyatnya. Petruk
tak mau rakyat menjadi korban ngawurnya para tuan. Petruk harus berubah menjadi
raja untuk menghancurkan para tuan yang berbuat semaunya.
“saya harus
berubah menjadi raja, untuk menghancurkan raja raja yang memerintah seenak
udelnya. Kalau hanya punakawan, tidak akan berubah."
“sadarkah kau
turut melanggengkan status para tuan. Dengan mengubah status menjadi tuan kau
berbuat semaunya.”
“ Kenapa kau
tidak menjadi dirimu sendiri.”
“apakah hina
menjadi orang biasa?” Semar menutup dialog dari seorang ayah kepada anaknya.
Mereka berdua
lalu bersenandung lagu karya saudara jauh, Louis Amstrong “What a Wonderful
World.
Tas
Segala merek ada. Kios jual aneka tas keperluan
olahraga; badminton, soccer, basket, gym, jogging, ternama dunia ada disini. Sebut saja,
Addidas, Nike, black alligator untuk golf. “tapi ini jarang laku, nggak
dipajang, tapi kalo ada yang nanya, ada stok.” Kata pemilik. Katanya orang yang
belanja di sini gak ada yang minat golf.
Tas keperluan sekolah, kuliah, kantor
juga tersedia. Kebanyakan milih tas
ransel, merek merek ternama, misalnya gearbag, neosack, sampai tas merek local
seperti eiger, consina.
Tunggu saja kalau keluar iklan tas di televise
atau di medsos, dalam hitungan hari sudah bergelantungan, bertumpuk, berjejal
barang itu di kios.
Harga? Soal harga disesuaikan kemampuan konsumen.
“Ini asli? Kok murah?”
“Ini asli, hanya bahannya yang diganti
dengan bahan yang lebih murah. Kalau mau yang mahal juga ada.”
“Ini mereknya asli?”
“Asli. Merek gak bisa dicopot.
Jaitannya kuat.”
Konsumen yang datang ke tempat ini
dari penjuru jabodetabek. Ada yang beli untuk keperluan sendiri, adapula untuk
dijual. Tahun pelajaran baru, panen buat para pedagang di sini.
Asli atau palsu tak kentara, yang
penting bahagia pemakai dan tak kecewa.
Kerajaan Baru
Bayan, tempat
lahirnya kerajaan Agung Sejagat mengingatkan bacaan sejarah dan fiksi sejarah.
Entah kenapa langsung teringat Tumapel asal muasal Singosari. Tokoh tokoh
seperti Ken Arok, Ken Dedes, Tunggul Ametung, Mpu Gandring, Anusopati berada
dalam lingkaran kerajaan di sekitaran Malang, Kediri.
Kerajaan yang
sejarahnya penuh dengan ambisi berkuasa. Bunuh membunuh, kutuk mengutuk, ramal meramal
menjadi bagian pengetahuan buddaya dalam rangka memapankan kekuasaan. Cara cara
licik melicinkan jalan kekuasaan dipaparkan dalam kitab sejarah secara
transparan.
Raden Wijaya yang
juga keturunan kesekian dari kerajaan singosari, tak tahan melarikan diri ke
daerah timur, konon menyeberang ke pulau di utara Jawa Timur yang disebut
Madura. Dia kembali ke Singosari ndompleng tentara Cina dan Mongol, menghantam
raja singosari.
Kekuatan tentara
dari utara itu sulit dibendung oleh raja singosari yang sibuk dengan urusan
mendamaikan pemberontakan sana sini. Bisa diperkirakan serangan dari luar dan
dalam dalam sekejap meruntuhkan singosari. Entah bagaimana ceritanya, R Wijaya
lalu menjadi raja, membuat kerajaan baru di daerah lebih ke utara jawa timur menamakan
kerajaannya Majapahit.
Kabarnya nama itu
berasal dari buah maja yang ditemui raden Wijaya,kemudian memakannya. Buah maja
pahit rasanya. Lalu di klopkan menjadi sebuah nama kerajaan yang dibangun dari
reruntuhan Singosari. Namanya Majapahit.
Sementara raja
baru ini melihat dominasi tentara cina yang masih bercokol di kerajaan
Majapahit sebagai duri dalam daging. Sebelum menjadi besar dan kuat harus
diusir. Kapan? Sekarang juga. Semakin cepat semakin baik. Rencana disusun rinci
rigit, langsung menyerang dan sekaligus mendesak tentara cina sampai pesisir,
kepepet terperangkap, yang jalan satu satunya adalah kluar dari daratan. Kocar
kacir karena serangan darat dan angkatan laut majapahit menjepit kapal kapal
laut cina, dengan kecepatan penuh mereka melarikan diri.
Majapahit
Berjaya, belajar dari kerajaan cina yang punya kekuatan angkatan laut, kerajaan
ini membuat ibukota baru di dataran rendah, membuat pelabuhan yang banyak
sepanjang pesisir utara jawa, mengirim kapal kapal nya menjelajah nusantara
dari barat sampai ke timur. Menjaga perdagangan di lautan nusantara. Menaklukan
kerajaan kerajaan di seberang, daerah lain. Membangun benteng darat dan laut.
Membuat ibukota
yang indah dengan system pertanian dengan kanal kanal yang mampu mengaliri air
kebutuhan sawah lading. Sistem transportasi penunjang untuk produksi dibangun
dari sentra produksi ke pelabuhan untuk eksport. Transportasi dari ibukota ke
pelabuhan dibuat mulus. Barak barak tentara kerajaan dibuat dengan sangat
efisien dan efektif untuk menangkal serangan mendadak, atau melakukan ekspansi
ke daerah lain. Kekuatan sipil dibangun dengan kuat, kekuatan militer tidak
boleh ikut campur dalam urusan politik kerajaan.
Majapahit Berjaya
mengandalkan kekuatan darat dan laut. Lautan yang luas menuntut kekuatan
angkatan laut yang harus kuat. Membangun kapal besar dan kecil, membangun
angkatan laut yang tidak saja mumpuni dalam navigasi pelayaran, tetapi juga
mengamankan daerah pantai. Pasukan semacam marinir tugasnya mengamankan daerah
pantai sejauh dua ratus mil. Perhitungan agar pendaratan kapal saat ekspansi
terjamin sebelum mendirikan barak, gudang senjata di pesisir sebelum menyerang
daerah pedalaman.
Masa kejayaan
majapahit menurut catatan pada saat Raja Hayam Wuruk dengan patihnya yang
terkenal Gajahmada. Konon kabarnya Majapahit dengan kekuatan militer dan system
administrasinya menguasai nusantara.
Sayangnya masa
kejayaan kerajaan ini tidak sampai lima puluh tahun. Tidak ada catatan yang
menunjukkan system penggantian yang ajeg yang hanya disebut pengganti raja
adalah anak raja, tak perduli apakah dia mempunyai kecakapan dan pengetahuan
mengatur kerajaan. Tak peduli apakah penggantinya mempunyai sifat pemimpin yang
bernegara.
Penggantinya
terlampau lemah untuk membendung pemberontakan sana sini. Perpecahan internal
sepertinya menjadi khas kerajaan kerajaan di nusantara. Majapahit tak
terkecuali. Rebutan kekuasaan, menganggap paling benar, berakibat perpecahan.
Keturunannya memisahkan diri, mendirikan kerajaan baru. Demak yang berada di
pantai, menccoba mengembalikan kejayaan pendahulunya, tetapi gagal, malahan
makin menjadi pecah mengecil.
Pemberontakan di
Demak terjadi, rebutan anak dan mantu. Adiwijaya dan Aryo penangsang. Dua
kekuatan yang saling berebut. Yang satu memerintah kerajaan Pajang, yang lain
Jipang. Sama sama ambisi menguasai Jawa. Pajang berkuasa setelah melumpuhkan
Jipang. Kerajaan ini juga tak lama. Mungkin karena jadi raja terlampau keenakan
lalu lupa pada visi misinya.
Terjadi
pemberontakan, yang paling Nampak adalah kerajaan di pedalaman yang dipimpin
oleh saudara sekaligus komandan kerajaan Pajang. Bahkan anak, Sutawijaya,
ikutan memberontak. Pajang kalah, rakyat lebih memilih kerajaan baru yang
dianggap membawa perubahan. Daripada Pajang yang status quo. Alas Mentaok
diubah menjadi daerah yang subur menjadikan landasan pertumbuhan kerajaan
Mataram. Ini pun tak berlangsung lama, kembali pecah, ada Surakarta dan ada
Jogyakarta.
Terus begitu,
pemberontakan demi pemberontakan. Kerajaan demi kerajaan dibangun lebih pada
memenuhi ambisi pribadi. Memanfaatkan kekuatan asing menyerang saudaranya
sendiri. Mengubah kerajaan menjadi Republik bukan berarti semua urusan
pertentangan konflik internal selesai. Masih banyak persoalan yang mesti
diperbaiki. Masih saja menyisakan perilaku politik yang hanya berambisi pada
kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Munculnya
kerajaan baru yang bernama Agung sejagat bisa diambil positifnya. Adanya
pembentukan kerajaan baru yang konon meneruskan kejayaan Majapahit, mau tak mau
membuat kita merefleksi pada apa yang telah terjadi ratusan tahun lalu.
Menampilkan
kembali jejak sejarah para elite yang menjadi kunci berjalan tidaknya kerajaan.
Kalau mereka yang menjadi kunci pemegang kekuasaan sudah lupa dengan visi misi
mensejahterakan rakyatnya, membangun kekuatan menghadapi persaingan global ,
bisa diperkirakan tak akan lama bertahan. Kalau dalam hati pemegang kunci itu
mendasari cara berpikir yang penuh kelicikan, kedengkian, benci , tak diragukan
bakalan terjungkal. Pemegang kunci kerajaan jangan selalu bicara soal cinta
kerajaan, keutuhan wilayah kerajaan, kesejahteraan rakyatnya tapi tak pernah
menerapkan visi misi dalam kegiatan yang nyata dan operasional. Itu artinya
hanya lips service saja, kalau demikian maka sejarah akan terus menerus
berulang dengan pergumulan yang penuh darah rakyat yang tak berdosa.
Kerajaan baru
bukan pamer gelar raja dan ratu, bukan sekedar deklarasi, bukan memoles tentara
dengan pakaian mentereng, bukan membuat prasasti prasastian, bukan menengok sejarah
sebagai tujuan, Kerajaan dibangun dengan kekuatan rakyat yang sejahtera yang
semua elite politik bersatu padu memastikan perbedaan pendapat, bersikap
ksatria melaksanakan tujuan bersama menjadikan kerajaan yang bernama Republik
Indonesia menatap masa depan dengan lebih baik.
What You See is
What You Get
Kalau dulu,
pertengahan tahun 80an WS adalah singkatan dari Wordstar. Itu aplikasi pengolah
kata yang paling laris di Indonesia, merajai dunia ketik mengetik berbasis
komputer. Membuat laporan, pakai aplikasi ini lebih cepat berkali lipat
dibanding mesin tik. Begitu mudahnya. Salah ketik jangan khawatir, tinggal blok
kata yang salah lalu del. Menghapus kata atau kalimat salah juga bisa pake
kursor langkah mundur. Sekejap kata atau kalimat yang salah hilang dari layar
monitor.
Saking
terkenalnya, istilah aplikasi ini sampe hapal dan kadang dijadikan bahasa
sehari hari. Mau keluar, bilangnya kontrol K D, dan lainnya. Motto yang
terkenal aplikasi Wordstar adalah What You See is What You Get (wyswyg) dibaca
wiswig. Apa yang ada di layar monitor, akan sama setelah dicetak di kertas
kuarto.
Seminggu ini WS
lebih dikenal sebagai komisioner KPU yang keciduk menerima suap dalam bentuk
uang dolar singapore. Berita resminya adalah KPK menangkap beberapa orang,
termasuk oknum KPU. Dia diduga menerima suap untuk mengutak-atik kursi anggota
DPR Dapil Sumatera Selatan Satu. WS lalu resmi mengundurkan diri sebagai
anggota KPU periode 2017-2022 setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap.
Oknum ketangkap
langsung di"aman" kan, kantornya ditutup, digeledah sana sini,
petugas keluar dari kantor itu seperti biasa pakai topi, masker, menyeret koper
berisi barang bukti masukan ke bagasi mobil menuju kantor kPk. lalu jubir KPK
menjelaskan peristiwa OTT, ada tanya jawab, sekalian menggelar barang bukti.
Semoga segera dibawa
ke pengadilan supaya jelas. Jangan dibiarkan kasus ini jatuh ke tangan
politikus, bisa digoreng, diframing entah dibikin apa saja yang malahan nggak
jelas. Partai yang tersangkut maupun yang tidak, bakalan lebih senang kalau
masalah ini tak bertele tele. Semua elite kan selalu bilang menjunjung tinggi
dan hukum. Jadi sederhana saja jangan biarkan masalah ini jadi bola liar, nanti
malahan berita dengan kenyataan bisa beda.
Saya salut sama
teman yang percaya bahwa hukum kita harus seperti wordstar. Bukan karena dia
hapal perintah mengetik di komputer dengan aplikasi itu tapi karena motto
Wordstar "What You See is What You Get". Berita yang kita lihat di
layar monitor tv akan sama dengan kenyataan.
Sejak sekutunya
yang raja nya raja dijatuhkan, Amerika selalu menganggap tidak ada yang baik
dari Iran. Iran susah gaul, Iran mengucilkan diri sendiri, tapi herannya kalau
suruh main ke rumah iran, enggak pernah mau.
Ada saja
alasannya, masih belum ada waktu yang cocok, masih sibuk nyelesain tugas,
rumahnya jauh, faktanya amerika memang gak pernah mau main ke rumah Iran.
Sebaliknya Iran juga nggak ada niatan ngundang Amerika main ke rumahnya.
Pokoknya dua
orang ini Amerika dan Iran dulunya pernah bersahabat, mesra, kalo Iran dicubit,
amerika turut merasakan. Sebaliknya juga demikian. Iran BAB amerika bisa cium
baunya. Saking deketnya. Jangan coba coba ngompas dagangan Iran, sekejap
amerika belain, dihajar yang ngompas.
Sudah lebih empat
puluh tahun nggak bertemen, amerika dan iran tetep belum damai. Bahkan
hubungannya cenderung saling curiga. Setiap Iran kasih sumbangan dibilang
mendanai preman, ada bis kecemplung jurang, katanya rem nya disabot iran.
Sebaliknya iran ngomel gara gara langganan dagangnya disabot amerika. Gak boleh
dagang di pasar, jadinya gelar dagangan di trotoar.
Kalo dulu,
makanan Iran dibilang makanan paling enak di Timur Tengah. Sekarang, dibilang
kelewat manis. Amerika gak cocok selera manis. Iran kesel, bales ngatain,
makanan amerika, kelewat asin, bikin darah tinggi, bikin cepet marah.
Ada pihak ketiga
yang coba damaikan suasana. "Kalo selera makan, ya masing masing aja.
Kalau diajak makan di rumah Amerika, ya makan saja. Sebaliknya juga demikian.
Nggak perlu ngedumel. Nggak perlu ikut ikutan ngatur selera orang" Kata
pihak ketiga.
"Kalo
ditonjol tonjolin pengennya di rumah amerika ada makanan manis, ya susah
ketemu. Makanya cari santainya aja, dapet manis syukur, gak dapet ya disyukuri
saja, daripada nggak makan. " Pesen pihak ketiga lewat Whatssapp.
"Mau manis
mau asin, kan dua orang ini benernya seneng masakan rada pedes. Cari sama nya
aja, jadi bisa klop." Gitu kata juru damai. Kan kalo sesama pedagang
ribut, pasar jadi ikutan ribut, pembeli dan pelanggan gak dateng, pasar jadi
sepi.
Kenapa sih masalah
gitu aja dibikin ribet, kayak anak kecil aja. Anak kecil aja musuhan gak selama
itu. Pagi rebutan mainan, siangnya udah main dan makan bareng dengan mainan dan
makanan yang sama.
Makanan kiriman
Nieke Jahja beberapa tahun lalu. Uenak tenan.
Jacob menggiring
bola, masuk jantung pertahanan musuh, kotak katik, mencari kawan di sana, ah
terlampau lama menggoreng keburu dicocor lawan. Kali ini gagal serangan,
demikian Komentator Sambas, suaranya bergetar, saat kegagalan serangan. Gaya
suara ketahuan kalau terdengar sedih dan gembira. Gaya yang selalu memberi
semangat pada pemain dan minta doa kepada seluruh penonton di tanah air
Lagi komentarnya
"Bola melambung dari tendangan penjaga gawang lawan, langsung mendarat
dikuasai kembali. Kali ini dari sayap kiri, Kadir berlari kencang, masuk daerah
kota pinalti, umpan lambung, Soetjipto Soentoro berdiri bebas langsung
menyundul, dan gol." Stadion berkapasitas seratus ribu langsung sunyi. Tak
habis pikir tim nya harus menerima kebobolan demi kebobolan. Hanya suara Sambas
yang terdengar keras dan tegas.
Seperti tak
percaya ketika pluit ditiup panjang tiga kali, tanda akhir pertandingan. Kita
menang telak 5-0 atas kesebelasan Inggeris Raya. Prestasi yang luar biasa dari
tim kita. Kerja keras, disiplin, kerjasama tim, Ausdauer menyatu menjadi satu
ditunjang strategi menyerang cepat gaya Inggeris dan pertahanan mengadopsi gaya
catenaccio Italia. Bagi tim kita pertandingan final ini harus total football.
Beneran total, nggak boleh mikir lainnya, but football.
Supporter kita
paling banyak sepuluh deret bangku di stadion wembley, lainnya supporter tuan
rumah. Kebanyakan pelajar yang sekolah di Inggeris dan sebagian Eropa, ada dari
London, Liverpool,Manchester.
Berita dari koran
setempat, personel the beatles dan Rolling Stones menyaksikan di antara ribuan
penonton.
Televisi Inggeris
menayangkan siaran langsung ke seluruh dunia. Ini partai final. Partai neraka
kata komentator sepakbola. Beberapa pemain Inggeris diwawancara, kaptennya.
David Beckham, pemain kawakan Gery Lineker dan Steven Gerrard
Saat haru ketika
kapten kesebelasan Soetjipto Suntoro menerima piala dunia dari Presiden FIFA,
Edson Arantes do Nascimento atau lebih terkenal dengan nama Pelé. Siapa yang
tak kenal pemain legendaris asal Brasil itu, yang jadi warga kehormatan dunia
karena kakinya yang membawa Brazil juara dunia tiga kali.
Soetjipto
Soentoro sering disebut majalah soccer sebagai Pele nya Asia, karena
kemahirannya menggocek bola, apalagi di daerah kotak pinalti. Dribblingnya
unpredictable, lawannya sering terkecoh, tendakan dari segala posisi seperti
geledek. Pernah saking keras tendakan itu, biar bola ketangkap kiper, malah
kipernya terdorong masuk gawang. Dengan tiga gol, hatrik, dia mendapat bonus
piala sebagai pemain terbaik.
Foto bersama
seluruh tim mengangkat tinggi piala dunia, berlari keliling stadion lalu
melambai tangan ke penonton sebelum lenyap dari pandangan. Sampai bertemu empat
tahun mendatang, terbaca di billboard stadion.
Rumah adalah
kebijakan penting pemerintah. Setiap warga negera harus mempunyai rumah. Ingat
motto kita sandang pangan dan papan. Sandang Pangan terpenuhi, maka Papan
(rumah) pun harus pula terpenuhi.
Rumah bukan Cuma
untuk warga. Pompa air juga punya rumah. Sebab pompa tak boleh kehujanan, basah.
Jadi penting pompa ada rumahnya. Seperti definisi rumah, yakni untuk melindungi
penghuninya dari panasnya terik matahari dan basah di musim penghujan. Ada tipe
tipe rumah pompa, ada besar kecil dan sedang. Apakah rumah pompa menggunakan
ukuran seperti rumah warga, seperti tipe 18, 21, 36 dan seterusnya. Kurang
menyimak.
Rumah pompa
mendapat perhatian akhir akhir ini, tepatnya pas masuk tahun 2020. Hari hari
penuh kesibukan konsentrasi pompa. Sebab musim hujan kali ini tidak seperti
biasa. Hujannya ternyata ekstrim. Dari laporan atau berita media tidak
disebutkan apakah hujan itu masuk ekstrim kiri atau kanan. “hujan kali ini
ekstrim, hujan yang terjadi setiap seratus tahun.” Sebagai tambahan dikatakan
pula bahwa akibat hujan seratus tahunan, menyebabkan banjir ekstrim ini terjadi
seribu tahunan. Demikian penjelasan petugas ronda giliran di pos ronda beberapa
hari lalu.
Ronda di kampong
saya ada siklusnya, maksudnya tidak setiap malam orangnya sama. Setiap minggu
ada siklus. Di kampong kami istilahnya rotasi, bergiliran ronda. Jadi ada
saatnya petugas ronda tidak ronda pada waktu tertentu. Istilahnya
diistirahatkan.
Demikian pula
pompa, ada giliran jaga ada giliran istirahat. Koordinator yang mengatur, dan
mensepakati sampai menjadi roster yang ditempel di pintu, dinding, bahkan wc.
Tidak ada excuse, saat mau BAB di pintu masuk terpapar jadwal, pun petugas bisa
liat jadwal saat nongkrong buang hajat.
Untung saja pompa
punya rumah, kalo tidak bakalan kehujanan dan basah, susah berfungsi. Sebagian
rumah bukan Cuma kehujanan tapi juga kebanjiran, atau istilah kampong kami, ada
genangan air. Air tergenang bukan karena system pembuangan air tidak berjalan
dengan baik, melainkan harus antri. Seperti diketahui, dalam tata norma antri,
tidak boleh saling mendahului. Kalau dibelakang, maka tidak boleh nyelak ke
depan apapun alasannya. Kampong kami memang berhasil mendidik kebudayaan antri.
Tidak main main, segala ciptaan yang kuasa harus antri. Air adalah ciptaan
penguasa alam. Manusia tidak bisa menciptakan air, hanya sebatas api saja.
Untuk memastikan
bahwa rumah pompa dipelihara dengan baik, maka secara siklus dilakukan audit,
dicek atau pekerjaan pengecekan yang dilakukan secara rutin. Lagi lagi tidak
disebutkan apakah rutin itu dilakukan tiap jam, hari, minggu atau bulan atau
tahunan. Sepertinya tidak usahlah tau rinciannya. “Biarlah itu jadi tanggung
jawab kami.” Kata koordinator ronda. “jika anda puas beritahu teman, jika anda
kecewa beritahu kami” sebut koordinator yang kesukaan makan masakan Padang.
Intinya rumah pompa ada pekerjaan pengecekan.
Bukan Cuma
rumahnya yang dicek, petugas penjaganya juga dicek. Apakah terus hadir di rumah
pompa, bagaimana system giliran jaga pompa, apakah cukup jumlah orangnya,
apakah perlu ditambah, kalau soal dana, tidak perlu khawatir, banyak anggaran
taktis, strategis. Anggaran bisa diambil dari sana sini. Kalau perlu anggaran
pribadi bisa digelontorkan untuk memastikan system siklus ronda jaga rumah
pompa berjalan dengan aman dan terkendali.
Maju kotanya
bahagia pompanya. Motto Ini harus tetap dipertahankan bahkan terus dikembangkan
antisipasi memenuhi tuntutan zaman. Lega rasanya hasil survey di sosmed katanya
menunjukkan bahwa semakin kesini semakin indah kota semakin puas warga dan
terjamin berfungsinya pompa.
Foto: Mohamad
Setiawan
Pompa yang
dirawat secara rutin, memastikan tidak berkarat, karet klep klep tidak bocor,
tidak gembos saat dikayuh. Pompa yang setiap saat bisa dipakai baik musim hujan
maupun kemarau.
"Saudara melanggar kode
etik." Ini artinya yang bersangkutan melanggar azas nilai tata aturan
perilaku. Ada sanksi yang diatur pada pasal pasal turunannya.
Beda dengan kode buntut, yang populer
saat togel meraja lela di masyarakat, mungkin juga sampe sekarang masih ada,
sebab istilah ini berhubungan erat dengan judi, dan judi, kata orang bijak,
sama usianya dengan umur manusia.
Judi buntut, menebak dua angka paling
belakang. Makanya disebut judi buntut. Bisa nebak, bandar bayar, salah nebak,
bandar untung. Judi itu katanya untung untungan. Ya namanya juga judi. Kan ada
istilahnya berjudi dengan hidup. Banyak yang menentang cara berpikir begini.
Soal keberuntungan memang rahasia ilahi, tapi manusia kan harus berusaha,
untung untungan tapi pake perhitungan. Gitu gampangnya.
Iya, judi itu untung untungan pake
perhitungan. Makanya ada kode; kode angka, narasi, supaya jangan asal nebak
nomor. Supaya manteb, harus ada second opinion. Baca tanda alam, peristiwa,
tafsir mimpi, lalu dicocokan dengan kode, lalu diputuskan pasang nomor. Di sini berpadu, teori probabilitas dan
paranormal. Itung itungan matematis plus kekuatan paranormal mempengaruhi
angka, dan jampi jampi doa supaya keluar angka menurut maunya. Science, magic dan kepercayaan menjadi satu.
Antropolog sudah banyak menuliskan tentang hal ini, pelopornya Malinowski yang
menulis etnografi berlandaskan catatan lapangan di gugusan pulau di Trobriand
di wilayah Pacific.
Natuna
Natuna, sedang
ramai dibicarakan, channel televisi, media cetak, med sosial, bahkan ada update
peristiwa jam ke jam, hari ke hari.
Asal muasalnya,
nelayan tiongkok ambil ikan, sambil dikawal oleh coast guard tiongkok.
Sementara kata nelayan Natuna indonesia yang sering ambil ikan di sekitar situ,
malahan diusir oleh Tiongkok.
Nelayan Natuna
menyingkir, setibanya di darat buat pengaduan.
"kami
diusir, padahal biasa ambil ikan di sana."
Dari laporan itu
lalu rame. Media di Indonesia, lalu meliput, dengan keterangan mulai dari
mencuri ikan sampai.tata aturan zona ekslusif. Lalu berdatangan kapal patroli
Indonesia. Kurang ampuh rupanya. Didatangkan kapal perang siap tempur.
"kok
bukannya skalian tembakin aja, mereka kan sudah melanggar kedaulatan
Indoneaia" khalayak ramai berpikir demikian, sama seperti saya.
Saya tak paham
soal hukum laut internasional. Menurut penjelasan yang ahlinya di televisi, Dua
belas mil laut dari pulau terluar, adalah wilayah Indonesia, 200mil adalah
batas zona ekslusif. Itu di luar kedaulatan Indonesia. Kapal boleh saja lewat
bebas, tapi tidak boleh ambil harta yang ada di laut itu, hanya indonesia yang
boleh, begitu menurut perjanjian internasional.
Tetapi Tiongkok
punya pendapat lain, Natuna dan sekitarnya adalah wilayahnya, jadi nelayannya
boleh ambil ikan di situ. Klaimnya berdasarkan fakta sejarah. Sejak era Dinasti
Han pada tahun 110 Sebelum Masehi, para nelayan Tiongkok sudah beraktivitas
bekerja dan menetap di wilayah tersebut. Diperkuat dengan mengeluarkan peta
sembilan garis putus putus yang tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah
diakui oleh UNCLOS 1982 (Lembaga PBB).
Kalo soal klaim
sejarah, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand, bahkan India juga
bisa klaim, soalnya daerah ini memang lintasan perdagangan. Bahkan bahasa
perdagangannya atau lingua franca adalah bahasa melayu. Gugusan kepulauan
Natuna sebagai kabupaten menggunakan bahasa Melayu.
Bukti arkeologis
juga ada, konon Nekara atau gendang perunggu, prasasti, toponim atau nama
tempat, orang, identitas, menunjukkan jawa, nusantara sudah berhubungan dengan
bangsa asing. Seribu tahun sebelum masehi. Nusantara adalah kawasan kontak
kebudayaan: perdagangan dan persebaran agama hindu dan budha kemudian islam
yang utamanya melalui jalur laut. Antropolog maritim, Arkeolog dan sejarawan
mungkin bisa menjelaskan lebih komprehensif soal akulturasi di masa lampau.
Menjadi sulit
kalau hanya mengandalkan klaim atas wilayah berdasar fakta sejarah. Sepertinya
Indonesia dan negara Asean bakalan menentang klaim Tiongkok terus menerus.
Barangkali karena itu, lahir aturan internasional zona ekonomi ekslusif sebagai
win win solution.
Foto: motret
miniatur kapal di museum transportasi di Batu, Malang. Lebih keren kalo motret
miniatur kapal di museum bahari, yang ada periodesasi kapal kapal yang pernah
mondar mandir di jalur Nusantara.
Tukar Guling
Darsono punya
kebun mangga, macem macem jenis mangga. Mula mula hanya sepetak saja, tapi
karena rajin, mangganya laku keras, lalu beli lahan kebun lain di tanam mangga
dan juga buah buah lain, seperti rambutan, nangka, cempedak, duku, manggis, dan
lainnya. Bisnisnya laku, anak buahnya banyak.
“mulainya memang
berat, harus ngajarin anak buah cara tanam, pembibitan, pupuk, panen dan
sekitarnya. Sekarang sudah pada pandai, jadi nggak usah disuruh, sudah tau apa
yang mesti dilakukan.”
Darsono hanya
duduk, itung omzet, pengawasan melekat, gajian, fasilitas lain supaya anak buah
betah, selebihnya anak buahnya yang urus. Neraca perdagangannya meningkat dari
tahun ke tahun, sampai dia disebut Raja Buah.
Di kampong
sebelah ada Rohmat, juga punya kebon dengan buah yang sama dengan darsono.
Hanya lahannya lebih kecil. Hasilnya juga lebih kecil disbanding darsono. Tahun
ke tahun hasilnya makin kecil, pasar rohmat makin lama makin dikuasai darsono.
Akses transportasi makin sulit bagi Rohmat.
Dua saingain itu
susah damai, satu menyalahkan yang lain. Kekuatan darsono terlalu kuat,
sementara Rohmat sulit menjalankan bisnis kebunnya. Sana sini sudah di blokir.
Akhirnya ada jalan damai.
“Mat, daripada
saingan terus menerus, bisa bisa kita sama sama nggak untung, gimana kalo kebon
milikmu saya tuker dengan lahan saya, belum ekonomis tapi punya masa depan yang
bagus." Begitu rayu Darsono.
"Lokasinya
di utara kampong ini.” lanjut Darsono, sambil cerita potensi lahan itu. Kurang
lebih seperti itu ajakan Darsono kepada Rohmat. Rohmat menawar, rada gengsi
kalo langsung terima.
"boleh gak
kalo saya dapet kebon buah yang sama, biar rada jauh juga nggak apa apa.” coba
nego ke Darsono.
Jangan lah,
percayalah, lahan yang di utara lebih luas dan lebih bagus, pinggir pantai,
bisa bangun toko, ruko, transportnya juga gampang.” Kata Darsono.
“Okelah, bikin
surat segel, perjanjian tukar guling.” setelah Rohmat tak ada pilihan lagi.
Rohmat setuju.
Dalam hatinya, berucap iya ya siapa tau rejeki bukan bisnis di kebon tapi di
toko, sambil harap harap cemas.
Persetujuan
kesepakatan dibuat di kelurahan, ada saksi saksi yang juga tanda tangan. Rohmat
meninggalkan kebonnya, lalu pergi ke Utara untuk mulai harapan baru.
Demikianlah
cerita sederhana perbandingan tukar menukar bisnis antara perusahaan Belanda
dan Inggeris yang berebut kebun Pala di Banda Neira, Maluku Tengah di Timur
Indonesia. Inggeris menyerahkan pulau Run, salah satu pulau dalam gugusan
kepulauan Banda Neira. Sebagai gantinya Inggeris mendapat lahan milik Belanda
di Manhattan lokasi yang sekarang menjadi negara Amerika Serikat.
Cerita yang masuk
kategori Fiksi.
Gudeg-Kalimanggis
Rasa dan aroma bisa disamakan dengan
Gudeg yang terkenal di kota Jogya. Lengkap, ada krecek, ayam, telor, persis
seperti kalau bawa oleh oleh gudeg jogya. Bukan cuma itu, jajan pasar, klepon,
lopis, wajik, bubur candil juga disajikan.
"banyak yang nanya, makanya
skalian jualan aneka makanan dan jajan tradisional." kata bu Maryo sembari
melayani pelanggan yang antri. Pelanggannya tinggal tunjuk, bu Mar ambil,
masukan di daun, lalu bungkus. Ada yang membantu urusan bayar membayar.
"jual bakpia bu?"
"Nggak pak, repot nggak ada
tenaga yang bantu."
"mas nya orang Sumatra senang
gudeg?"
"bolak balik jogya bu, sekali
kali pengen masakan jogya, kangen."
"jangan jangan suatu saat tempat
ini dijuluki kampung gudeg"
"ah ya nggak lah mas"
"ini pake krecek dan telor
ya" sambil menanya ke pembeli antrian terdepan.
Ibu Maryo mungkin gak nyadar, kan ada
juga gudeg solo, gudeg semarang, pekalongan, wonogiri. Di Jogya juga ada gudeg
Sleman, Bantul yang deket makam imogiri. Gudeg Gunung Kidul, gudeg Kulon Progo.
Di Jakarta ada gudeg cikajang,
pejompongan. Siapa tau Gudeg Kalimanggis menjadi kesohor, didatangi pejabat,
artis, selebritis. Namanya bisa disejajarkan oleh penjual gudeg pendahulunya
yang sudah beken.Jadi penjual, pengusaha harus optimis dan kreatif. Pakem
menunya adalah gudeg, ayam, krecek, telor, bisa dimodifikasi tidak melulu
klasik, lalu optional sausnya santen,
tahu dan tempe bacem, dan pastinya lombok
(cabe) rawit. Nulis gini jadi laper.
Kapal Induk USS
Bobby Fischer dan Kapal Selam Tenaga Nuklir Russia Boris Spassky lego Jangkar
di luar Pelabuhan Tanjung Priok. Kapten dan awak kapal berdiri berbaris di
geladak, dengan pengeras suara mengucapkan Selamat Tahun Baru pada warga DKI.
Dengan tatakrama
internasional dua negara adidaya itu berpidato silih berganti. Agak sulit
menerjemahkan kata demi kata, tapi intinya diakhir pidato minta maaf,
seharusnya mereka tiba pas tanggal 1januari, tetapi karena masalah teknis baru
tiba sekarang.
Dengan kapal
kecil perwakilan dua negara itu sandar di pelabuhan. Ngobrol resmi dan tak
resmi. Wartawan yang sejak beberapa jam menunggu, tak sabar mewawancarai
mereka.
"Sir, kenapa
telat, orang bule biasanya tepat waktu.?"
"Sebenernya
kita udah nyampe dari semalem, tapi tiba tiba kitiran macet, kapal mogok"
Lalu, menurut
cerita kapten kapal suruh periksa sana sini dari ruang ke ruang, ruang mesin,
ruang nahkoda, aman, sampe keliatan lampu merah nyala kedap kedip di bagian
kitiran diiringi bunyi det..det..det. kapten segera tahu masalahnya, kemudian
beliau beritahu ke komandan pasukan, komandan perintahkan pasukan katak, satu
kompi nyelem, benerin kitiran.
"Kalo anda
masalahnya apa, kok juga telat, barengan lagi dengan kapal Induk?" tanya
wartawan rada curiga, jangan jangan ada konspirasi.
Pake bahasa
Russia, untungnya wartawan kita lahir gede di moscow, jadi ngerti bahasa Moscow
kota dan kampung.
"problem
ogut sokam jae, kitiran tiba tiba bampet, nggak biasanya sih." Katanya
setelah dicek, dengan alat deteksi canggih, emang keliatan kitirannya belibet
sesuatu yang macet, " lama juga benahin, komentar komandan pasukan katak,
udah kayak benang kusut."
"tadinya
kirain ada oktopus raksasa, ternyata bukan."
"jadi, sampe
kitiran macet penyebabnya apaan?"
"Sampah
Plastik" berbareng mereka menjawab.
Pompa
Sementara pak
Jokowi meninjau pompa di Pluit, saat yang bersamaan saya meninjau pompa dragon
yang lokasinya berada di pekarangan belakang rumah, dekat dapur di Kalimanggis.
Menurut berita,
presiden kita ini mau memastikan pompa berjalan normal. Sementara saya mau
memastikan pompa bekerja baik bila sewaktu waktu diperlukan.
Fungsi pompa
pluit dan pompa Kalimanggis sama, memindahkan air dari satu tempat ke tempat
lain. Pompa pluit digerakan tenaga listrik, pompa kalimanggis tenaga manusia.
Mau flashback sejenak soal apa dan bagaimana pompa sejenis kalimanggis yang
pernah dioperasionalkan puluhan tahun silam.
Kalo dulu di
rumah bak mandi kosong, anak laki tugasnya isi air di bak mandi. Artinya jam
yang ditentukan, sudah siap mengayuh pompa air, lalu air yang keluar dari pompa
harus dipastikan mengalir ke bak mandi.
Sore jam tigaan
sampe jam lima, agak susah main keluar rumah. Itu waktu isi bak mandi. Kalau
ada temen yang manggil manggil ngajak keluar. Langsung bilang, teriak.
"nggak bisa,
lagi ngompa, bak kosong."
Rumah di Jakarta
zaman 60-70an pasti ada pompa, merek dragon. Terkenal banget, sampe sampe kalo
mau beli pompa, bilangnga beli dragon. Semua tau, acuannya satu dan satu
satunya. Pompa air. Alat ini pengganti "nimba" di sumur. Fungsinya
sama, memindahkan air dari bawah ke atas. Sumur sudah nggak mungkin dibuat di
rumah rumah tengah kota, makanya ganti pompa dragon itu. Sumur hanya ada di
pinggiran Jakarta.
Orang Jakarta
seminggu terakhir paling sering bicara soal pompa, bukan pompa dragon, tapi
pompa yang bisa menyedot area tergenang lalu dipindahkan ke sungai. Semakin
canggih pompanya semakin cepat surut tempat yang banjir. Dengan perhitungan
derasnya air masuk seimbang dengan kekuatan sedot pompa. Begitu cara mikir yang
sederhana.
"bukan itu
soalnya, pompanya canggih, tapi gak dirawat. Pompa penuh sampahan, mampet gak
bisa nyedot, atau kekuatan nyedotnya tidak maksimal. Kalau kejadiannya seperti
itu, perlu waktu dibersihin pompa" begitu kata ahlinya. Jelas lah
pekerjaan tukang pompa, menjelang musim hujan, mesti dicek untuk memastikan
pompa oke.
O pantes, para
pejabat bolak balik bicara, "pompa aman, semua titik rawan banjir sudah
disediakan pompa yang bekerja dengan baik."
Baru saja berita
televisi menyatakan pompa aman, underpass cawang banjir, kendaraan dari jakarta
arah bogor tak bisa lewat, sebab sedang dalam pengerjaan penyedotan. Nggak tau
apakah pompanya yang tak bekerja baik atau saluran pembuangannya mampet.
Alhasil semua kendaraan dialihkan ke jatinegara, putar balik, naik tol dalam
kota ambil arah jagorawi, pastinya padat dan macet penuh kendaraan, tapi aman,
petugas jalan raya bekerja mengatur lalu lintas. Dalam waktu cepat sudah di
jagorawi di arah yang benar.
Menurut
pengamatan pompa Kalimanggis- dragon di rumah sudah karatan, diayun atas ke
bawah, lalu balik bunyinya kriyek....kriyekk, seperti tongkat pengayuhnya mau
patah. Beberapa komponen mesti diganti. Ini yang dikhawatirkan, saat dibutuhkan
tak mampu bekerja sempurna. Bisa berakibat meluas, tak ada air buat MCK, kalau
sudah begitu, perlu juga ember bersih. Ember yang ada sudah dipake untuk adukan
semen. Apa masih ada yang jual pompa jenis ini? Takutnya pas mati listrik, suka
gak suka mesti "ngompa." jinjing air diember isi bak, sediakan ember
di samping wc. Mungkin juga perlu peralatan lain yang tak terpikirkan. Yang
pasti ritme jadi berbeda. Semoga tak terjadi kekhawatiran saya, semua tetap
aman terkendali.
Sate dan Kere dua
kata yang terpisah. Masing masing mengandung makna. Sate, potongan kecil daging
sapi atau ayam ditusukan ke sebatang bambu sebesar lidi, lalu dibakar panggang
di bara api. Kere maknanya lain lagi. Mengacu pada golongan miskin, bahkan
miskin banget. Dua kata itu disatukan dimaknai menjadi makanan (sate) untuk
golongan miskin.
Barangkali karena
bahan atau dagingnya berkualitas rendah dan menjadi murah harganya, bisa
dijangkau oleh kalangan bawah.
"Itu bukan
daging" kata kawan saya yang sering nongkrong sepanjang Malioboro.
"Itu oyot
dan gajih" katanya melengkapi keterangan soal daging sate. Gajih maksudnya
adalah lemak. Jadi bukan beneran daging. Barangkali orang Jakarta menyebutnya
tetelan.
Apakah sate kere
hanya dikonsumsi golongan kere? Nggak juga. Kata kawanku, rombongan turis
sekeluar dari pasar Bringharjo menyerbu sate ini. Entah karena kelaperan
berlama lama di dalam pasar, entah memang ramuannya, membuat aroma wangi sate
menyebar kemana mana mengundang selera.
Memang cocok
jualan sate di pelataran depan pasar itu. Sepertinya penjual punya instink, di
tempat itu sangat strategis berjualan. Penjualnya perempuan, ibu, duduk di
dinklik, menghadap bakaran bara arang, mengipasi, sampai sate siap makan.
Katanya ada sate
jenis lain, namanya sate Plero. Belum pernah coba, hanya diberitahu lagi lagi
oleh kawan saya yang sering mondar mandir motrwt di trotoar Malioboro. Apakah
di Malioboro tersedia, sate deriji, khasnya tusuk satenya dari jari jari roda
sepeda. Khas banget yogyakarta.
Trotoar jadi
tempat berjualan bukan cuma sate, ada aneka makanan siap saji khas Jawa. Gudeg
Krecek, pecel, telor, tahu tempe yang dibacem alias warnanya coklat tua.
Minuman wedhang ronde, es dawet, kopi teh di gerobak angkringan. Penjualnya
menggerombol depan gerbang pasar Bringharjo yang menyediakan perangkat pakaian,
kain blankon, surjan, beskap, aksesoris, barang antik tradisional, jamu, akar
dan daun herbal pun tersedia, dari kelas mahal sampai murah. Pasar "one
stop shopping" yang terkenal sejak zaman dahulu kala.
Foto: Mohamad
Setiawan
Sampah lagi lagi
jadi bahasan di kampung saya. Soal ini mula mula diinisiasi oleh Armen, di pos
ronda. Dua tiga malam lalu, dia marah dengan tetangga yang tinggal di bagian
atas. Katanya rumah rumah bagian atas buang sampah di got.
“Sampah dibuang
ke got, bikin banjir rumah yang di bawah."
"Kalo cuman
sampah daun sih masih gampang, diserok angkat ke atas taro di pekarangan bisa
jadi pupuk”
“Ini yang banyak
sampah plastik. Gak ancur, gak bisa jadi pupuk.”
Sampah plastik
dari tetangga Armen di bagian atas dianggap jadi sumber mampetnya got depan
rumah Armen. Karena Tiap hujan rumah armen yang berada lebih rendah dari
permukaan got depan rumahnya jadi kena banjir. Bukan cuma rumah, bangunan serba
guna punya masjid juga tergenang. Tiap musim hujan ada pekerjaan ekstra,
serokin sampah di got. Sampai dia geram.
Armen mengusulkan
ada pertemuan lingkungan RT dan RW. Melalui media sosial minta ke ketua RT
membuat rapat bahas soal sampah.
“Soal sampah dan
banjir sudah berkali kali rapat. Tahap berikutnya yang susah. Tahap perilaku
buang sampah sembarangan yang tak berubah sejak dulu”
Berulang kali Pak
RT di WA mengingatkan jangan buang sampah sembarang, apalagi sengaja ke got.
Menggerakan, mobilisasi kerja bakti warga, setiap dua minggu sekali, bisa jadi
sia sia.
“Hanya sehari dua
hari bersih, lalu got kembali berisi sampah plastik.”
Selama perilaku
tak berubah, susah mengharapkan got tak mampet yang bikin genangan air makin
meluas. Apalagi berharap tak banjir di rumah rumah bagian bawah. Benar kata Pak
RW, mentalitas mau enak sendiri masih jadi karakter warganya.
“warga kita masih
jauh punya rasa tanggungjawab sosial. Bagi orang orang seperti itu, asalkan
sampahnya tidak di depan rumahnya berarti aman.” Harus ada revolusi mental,lagi
lagi kata pak RW yang sudah beberapa kali mendapat kursus karakter bangsa.
Pendadaran
revolusi mental di jajaran pejabat dari lingkungan terendah di Kelurahan masih
nggak mempan mengatasi soal sampah. Ada rencana dari kelurahan menyediakan bak
sampah dan pengangkutannya, setelah pelebaran got dan menutup atasnya dengan
beton agar tak masuk sampah. Kabar gembira ada fasilitas yang lama ditunggu.
Optimis rencana
kelurahan itu bakalan menjadi kenyataan. Fasilitas tambahan untuk problem
sampah menemukan titik terang. Hanya diingatkan oleh Pak RW, fasilitas itu
hanya pendukung, yang utama adalah sikap perilaku warganya.
Soal sampah bukan
monopoli kampung kami, di kampung sebelah yang kompleks perumahan juga resah
dengan banyak sampah plastik. Yang mereka tahu tukang sayur keliling kompleks
itu banyak memakai plastik, jadi bak sampah setiap rumah di kompleks itu jadi
penuh sampah plastik.
“Ngeri begitu
banyaknya kami konsumsi plastik, untuk bungkus ini itu. Tanpa kami sadari.”
Pengakuan ibu pekerja, yang mengandalkan manajemen rumahtangga ke pembantu yang
dipercaya.
Menurut si ibu
itu, pengurus RT sudah melarang tukang sayur membungkus sayur, ayam, ikan
dengan plastik. Konsumen diharuskan menyediakan tas belanja supaya tukang sayur
langsung masukan belanjaan ke tas itu.
“Ada yang patuh,
lebih banyak yang belum. Majikan seolah gak punya waktu mengajari pembantunya
jangan konsumsi plastik berlebihan.”
Problem sampah
plastik yang utama adalah sikap dan perilaku. Kalau majikan masa bodoh, jangan
harap pembantu akan patuh mengurangi konsumsi plastik.
“Setiap minggu
supermarket masih menyediakan plastik kresek untuk belanjaan. Ini karena
konsumennya tidak bawa tas belanja. Kadang pelayan menawarkan pakai kardus, dan
tak semua orang ditawari, hanya pada orang yang biasa minta kardus.”
Konsumen, pelayan
supermarket punya tanggungjawab yang sama soal penggunaan tas plastik,kata
seorang fasilitator kelurahan.
Di Bali, semua
supermarket tidak menyediakan tas plastik. Kalau tak bawa tas, diwajibkan
membeli tas kain. Ini mesti ditiru, sebab dengan cara ini perilaku sedikit demi
sedikit bisa berubah. Berkali kali diberitahu bahwa tumpukan sampah plastik
potensi menyumbat got. Bisa dibayangkan sumbatan itu membuat air mengalir ke
bukan salurannya, apalagi di musim hujan yang ekstrim.
Empat kali
pertemuan lingkungan tempat beribadah membahas soal sampah plastik. Mulai
dengan mengutip ayat pada Kitab Suci yang intinya kewajiban manusia memelihara,
merawat, menjaga lingkungan yang telah diberi Tuhan kepada umatnya. Dari konsep
yang abstrak itu salah satunya menjadi jangan buang sampah sembarangan.
Seorang ibu
peserta pertemuan membantu pemulung mengumpulkam sampah di lingkungan
perumahannya. Pemulung disuruh memisahkan sampah yang masih bisa didaur ulang
dan yang beneran sampah. Dia juga mengumpulkan sampah eletronik, batere,
disuruh pemulung mengumpulkan dibeli, lalu dikirim ke salah satu lapak
elektronik.
“Daripada saya
nganggur di rumah, ya mending bantu yang bermanfaat bagi orang banyak.” Sudah
lebih lima tahun kegiatan dilakukan. Katanya, apa yang dilakukan hanya memberi
efek palingan satu lingkungan RT. Ia optimis, biar lingkup kegiatannya hanya
satu rt, kalau lingkungan lain juga melakukan hal yang sama, efeknya akan
berlipat lipat.
"walaupun
warga rt tak seluruhnya patuh, saya tetap berusaha dan berdoa." katanya
perjalanan program sampah masih membutuhkan waktu dan semangat. Dari tempat
sampah dapur, dikumpul di tempat sampah depan rumah, diangkut truk sampah,
lenyap dari pandangan, tapi belum tentu menyelesaikan soal sampah, semoga saja
setelah itu tidak menciptakan masalah di tempat lain. Lebih baik mengikuti
semangat dan sikap ibu itu yang optimis.
"Harus mulai
menapaki, tanpa itu mana mungkin mencapai perjalanan yang masih panjang."
Kata Ibu itu mengikuti semangat filsuf Cina Lao Tzu.
Istirahat
sebentar monitor banjir Jabodetabek. Mau kirim cerita dari jogyakarta, soal
Malioboro yang tidak pernah kering cerita. Kali ini mengenai tukang becak yang
lalu lalang, ngetem, istirahat di becak, tidur, sekedar leyeh leyeh, menawarkan
tur keliling malioboro, keraton, pusat perbelanjaan, oleh oleh, dst. Persis
seperti Foto seri tukang becak oleh Mohamad Setiawan plus keterangan di
bawahnya "Becak sebagai alat sarana mencari uang sekaligus tempat tidur,
tanpa perlu menyewa kamar lagi. Becak menjadi bagian hidupnya sehari hari,
menyatu dengan diri."
Cerita tempat
makan yang enak, terkenal, yang mahal murah dan sedang menjadi bagian dari
cerita pak Cip yang menjadi temen ngobrol.
"Pak nggak
narik becak lagi?"
"Sudah narik
dari pagi, sudah cukup, sekarang istirahat dulu, nanti sore sampe malem mulai
lagi" Katanya.
" Kalau mau
cari makan, tinggal kasih tau makan apa, mau yang mahal atau murah, nanti saya
antar." Kata pak Cip menawarkan becaknya.
Biasanya pak cip
mengantar turis keliling sekitar malioboro, keraton, belanja kaos, pasar
bringharjo, bahkan sampai ke daerah utara, jalan Solo, kampus UGM dan
sekitarnya. Mau wisata kuliner juga oke.
"Sekarang
sudah nggak banyak lagi orang naik becak. Mereka pilih naik gojek. Lebih
cepat." Becak makin lama makin terdesak setelah menjamurnya gojek di kota
Jogyakarta. Sepertinya belum ada aturan yang membatasi wilayah operasi gojek di
malioboro. Entah mungkin ada mungkin juga tidak. Yang jelas selain gojek dan
becak, juga ada andong yang fungsinya relatif sama.
Becak jadi salah
satu komponen pendukung penuh industri pariwisata kota ini. Dia jadi pemandu
turis yang handal. Bisa jadi mereka mendapat pelatihan soal promosi turis. Ini
dugaan saja. Kabarnya tukang becak yang bisa membawa wisatawan ke salah satu
pusat belanja oleh oleh, warung restoran, atau tempat wisata lainnya mendapat
kompensasi uang dari pedagangnya.
"Mas kalau
mau cari gudeg yang nggak terlalu manis, bisa saya antar." Katanya serius
sambil senyum. Memang keluhan orang luar Jogya soal gudeg karena rasanya manis,
terlalu manis buat makanan.
"Atau mau
cari gudeg atau Brongkos, sate kambing, tongseng, atau makanan murah lainnya.
Saya tau tempatnya. Ayok saya antar." Lanjut menjelaskan. " Saya
hanya menggeleng kepala saja. "Saya lebih senang jalan kaki sepanjang
malioboro, dan masuk masuk gang, sambil ngobrol siapa saja yang mau diajak
ngobrol.
Sulit
membayangkan mengenal Jogya tanpa becak dan pengendaranya. Seolah mereka hadir
untuk mengenalkan kota ini dengan lebih dalam. Sebab mereka bukan saja mengayuh
becak atau mengemudi becak motor, tapi membawa wisatawan lebih mengenal jogya
melalui informasi tatap muka. Sulit juga membayangkan tanpa penjual, pedagang
kakilima, warung, restoran, pengamen, hotel, homestay, bahkan mahasiswa
sukarela menjelaskan soal wisata. Jangan jangan memang semua yang ada di
malioboro punya kemampuan mengenalkan jogya lebih dalam. Gaya hidup orang orang
di Malioboro seperti terpusat pada industri wisata. Namanya industri, maka
orang orang di situ sekaligus mengambil maanfaat kehadiran wisata.
Setiap bulan,
malioboro steril dari kendaraan bermotor, kata pak Cip. Katanya Ada karnaval
sepanjang jalan itu dari pagi sampai malam. Berbagai kesenian tumpah ruah di
sana, kesempatan pula bagi tukang becak memanfaatkan momen itu.
Kadang pengen duduk di situ, lihat
penjaja menjalankan kapal klotok di ember berisi air. Anak anak duduk dekat
ember, mengeliling sambil tanya tanya pak penjual itu. Ya, di teras pasar PD Pasar Jaya, tak jauh
dari rumah. Mainan kapal klotok otok otok, kapal digerakan dengan minyak
kelapa/goreng diberi sumbu ujungnya sulut api, bunyinya ya seperti namanya,
kolotok otok otok.
Masa lalu ini salah satu mainan
favorite. Sediakan ember lebar isi air lalu taro kapal itu. Dia akan jalan
mengelilingi ember. Goyangkan air seolah ombak, makin seru. Kapal akan
tergoncang seolah kena ombak dari depan, belakang dan samping.
Yang paling nikmat dari permainan ini
adalah duduk atau jongkok bahkan tiduran menempatkan pandangan sejajar dengan
tinggi air. Lalu berkhayal menjadi kapten kapal. Sendiri, ngomong sendiri,
cerita kesibukan di kapal. Imajinasi, berkhayal membuat permainan, mainan jadi
seru.
Pekuncen
Foto foto dari
mas Mohamad Setiawan
Kawan saya
mengupload foto foto ziarah ritual. Foto foto berseri yang menggambarkan suatu
cerita yang menampilkan orang orang berseragam gelap, menempuh perjalanan
panjang, tua-muda, lelaki dan perempuan. Foto foto itu menarik minat saya untuk
membaca tulisan yang bersumber dari wikipedia yang juga diupload bersamaan
dengan foto-foto karya kawan saya itu.
Ceritanya
demikian, ada satu peristiwa yang dikenal dengan nama Perlon Unggahan yaitu
suatu bentuk ritual sebelum Ramadan, dilaksanakan warga desa Pekuncen,
Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Barangkali kisahnya jauh lebih
kompleks dari tulisan ini. Saya membayangkan ada ritual persiapan, ada
pemimpinnya, ada benda benda yang dipakai dalam ritual, ada waktu waktu yang
harus dikerjakan orang tertentu atau secara bersamaan, kapan, di mana dan
seterusnya. Semua itu mengandung simbol yang bermakna sakral.
Tulisan itu
menyebut Pekuncen, saya tak tau apakah istilah ini sama artinya dengan kucen.
Kuncen yang saya pahami bukan sekedar jabatan juru kunci atau orang atau pihak
yang menjaga dan memelihara makam, melainkan juga orang atau sejumlah orang
yang dianggap mengetahui seluk beluk riwayat tempat keramat yang dijaganya.
Apakah seluruh warga adalah pekuncen, atau kalau ditelusuri bisa jadi ada
stratanya, dari pekuncen biasa sampai pekuncen teratas, yang menjadi tokoh
sentral dalam prosesi ritual.
Ritual ziarah ke
makam Bonokeling dengan prosesi menjinjing 'Ambeng' dengan kaki telanjang.
Berdoa kusyuk pada enam Kasepuhan yakni Kyai Mejasari, Kyai Padawirja, Kyai
Wiryatpada, Kyai Padawitama, Kyai Wangsapada dan Kyai Naya Leksana. Para Kyai
yang dianggap leluhur warga desa itu, leluhur yang disucikan yang diyakini
menjaga identitas dan solidaritas keturunannya. Ada identitas yang ditunjukkan
melalui simbol simbol ziarah, doa, pakaian, kaki telanjang. Entah apakah ada
semacam kyai siapa yang lebih dahulu diziarahi atau didoakan. Yang pasti, para
sesepuh kuncen yang mengatur tatacara itu.
Lepas ritual lalu
makan bersama warga sekitar. Tak sembarang makanan. Ada syaratnya, Harus ada
nasi bungkus, serundeng sapi dan sayur becek (berkuah) disajikan lelaki dewasa,
sesuai jumlah sapi yang disembelih. Membawa makanan bersama, makan bersama
adalah ekspresi penting sebagai ikatan solidaritas, ikatan seketurunan. Sah,
legitimate menjadi warga yang menjunjung kesakralan leluhurnya. Peristiwa yang
dilakukan secara rutin tahunan menjelang ramadhan memperkuat, mengingatkan
terus menerus jati diri atau siapa sesungguhnya warga di situ.
Peristiwa
Bonokeling adalah salah satu dari sistem keyakinan-kepercayaan lokal. Umatnya
adalah satu kerabat berdasarkan keturunan dan perkawinan, barangkali juga
ikatan kampung kampung di sekitar situ. Kepercayaan yang abstrak jadi nampak
konkrit dalam ritual yang untuk menunjukkan terima kasih manusia, warga desa
Pekuncen yang lemah serba terbatas, dengan alam lingkungan yang memberi hidup
turun temurun. Akhirnya ritual itu adalah bentuk sikap hormat warga di situ
kepada sang pencipta.
Mekare Kare alias
tradisi perang pandan adalah atraksi puncak usaba sambah, upacara tahunan utama
masyarakat desa adat tenganan Karang Asem. Perang pandan ini dilaksanakan oleh
para Truna atau Taruna atau Pemuda dengan senjata seikat daun pandan berduri
dalam genggaman tangan kanan dan tameng diselipkan dilengan kiri sebagai alat
pelindung diri terbuat dari anyanan ata (sejenis rotan).
Upacara
Mekare-kare ini diiringi dengan music khas Tenganan Pegringsingan yaitu
Selonding atau musik gamelan.
"Musik
dengan alat logam yang mistis beda dengan Bali umumnya." Kata salah
seorang warga Tenganan. Terus terang saya sulit membedakan selonding dengan
musik gamelan Bali umumnya. Hanya anggukan terus menerus seolah paham, padahal
bingung.
Pemandu yang juga
warga situ menjelaskan bahwa dalam duel satu lawan satu petarung saling sering
dan berusaha melukai lawan dengan senjata ikatan potongan daun pandan yang
berduri tajam, luka dan darah menetes dari ppunggung yang luka akibat goresan
pandan berduri. Mereka yang banyak tergores jelas kalah. Beberapa kali pemandu
itu harus berhenti menjelaskan tentang perang pandan karena sibuk mengurus
kepanitian upacara setahun sekali.
Acara perang
pandan para teruna (pemuda) akhirnya mulai, setelah terlambat satu jam. Duel
dilakukan di panggung setinggi satu meteran agar semua penonton, terutama di
bagian belakag dapat melihat. Acara mulai dengan pidato, kemudian orangtua2
(atau para senior membagikan ramuan diwadahi daun pisang ke setiap lelaki di
situ kemudian acara dimulai, ditampilkan dua laki-laki satu dari sisi selatan
dan yang lain dari sisi utara, terus menerus berlaga kira2 5 menit, berurutan.
Terus menerus berlaga sampai sore hari.
Laga antarteruna
diakhiri, setahu saya tidak ada pengumuman pemenang. Mungkin karena tidak tahu
makna dari duel itu kecuali dianggap perwujudan nilai ksatria, kejujuran, dan
keberanian. Selesai duel itu, punggung para teruna yang ikutan duel, penuh
goresan dan titik rembesan darah. Tapi tidak satupun kelihatan mereka
kesakitan, tetapi justru mempertontonkan punggungnya yang penuh guratan ke
penonton.
Rasa rasamya tak
ada tradisi seperti duel, di Bali umumnya. Mungkin justru beda itu bikin turis
berbondong penasaran datang ke Tenganan.
Terima kasih
kepada mbak Wieke Dwiharti
Mulyawan Karim,
yang mengajak jalan jalan bersama antropolog Tjunggozali Joehana, Anggraito
Sumrahadi, Gigin Praginanto ke Bali Age beberapa tahun silam.
30 December 2019
10:31
Rambut cepak,
kacamata item, sepatu jenggel, kaos tshirt item rada melar, satu nomor di bawah
ukuran badan, biar ketat, dan keliatan bodynya celana jins model baru, ngerucut
ujung rada dilipet biar sepatu muat.
Robin, jagoan
tua, pengalaman puluhan tahun bagian keamanan. Masa muda ikut jadi keamanan
Kalijodo, lalu pindah. Pindah bukan karena daerah itu disulap Ahok jadi Taman
hiburan. Jauh sebelum itu, sekitar tahun 70an awal. Dia pindah jadi keamanan
tempat hiburan daerah Mangga Besar, lalu beralih jadi satpam setelah tempat
hiburan itu dibongkar jadi kantor. Kerjanya tetap sama yakni keamanan.
"Sekali keamanan tetap keamanan." Katanya sambil tertawa.
Walau tua, gaya
berpakaian tak pernah berubah. hanya gaya rambut berubah,masa muda gondrong,
masa tua cepak. Kaos rapih, masuk celana sehingga gesper keliatan. Memang
gesper itu yang dipamerkan. Katanya gesper punya sejarah. Barang itu dikasih
bos nya dari Singapore. Di kepala gesper ada tulisan love dengan huruf yang
kata Robin, zaman tahun 70an gak ada yang menyamai.
Nama sebenarnya
Sobirin, tapi sudah keburu dikenal Robin, ya jadi keterusan dipanggil Robin.
"bagus juga
nama robin, temennya Betmen" begitu saja komentar ketika ditanya soal
nama.
Kalau soal asal
usul agak misterius, ada yang bilang dia orang Cirebon, ada yang bilang dia
orang Garut, Tasik, Banten. Tak ada yang cari tahu siapa dia sesungguhnya. Tak
ada yang peduli asal usulnya dan identitas lainnya, Temen temennya setuju, dia
orang gaul, enak ngobrol, hangat, seimbang antara bicara dan mendengar. Tapi
kata kawan akhir akhir ini dia lebih banyak mendengar, mungkin karena usianya
yang pertengahan enampuluhan.
Kalau belum kenal
pasti menganggap dia serem bengis, apalagi kalau kenalan sewaktu muda, ada
bekas codet panjang di bawah cambang, bikin serem. Sekarang, wajahnya sudah
tertutup kerutan dahi, keriput di leher, jalan agak membungkuk, pagi siang sore
malam beredar di sekitaran Sawah Besar.
29 December 2019
07:21
Kober
Seingat saya,
dulu di daerah jalan Prapanca ada nama gang Kober. Gang sempit bersebelahan
dengan Tempat Pemakaman Umum Blok P. Di situ ada tempat hiburan malam, ada psk,
ramai setiap malam, kecuali malam jumat tutup, hanya kegiatan "nebar"
sesajen. Kabarnya setelah dirazia, psk tidak lagi berada di sana, kemudian
digantikan dengan waria. Apakah masih ada gang kober, psk atau waria di situ,
entahlah, boleh jadi sudah digusur.
Kober artinya
adalah tempat pemakaman atau bahasa sehari harinya kuburan. Tempat pemakaman di
prapanca sudah dibongkar, sudah berubah fungsi menjadi kantor Walikota Jakarta
Selatan. Tempat ini menyisakan cerita seram, angker misterius. Sewaktu ada
kasus mobil yang terjun bebas di parkiran, cerita itu dikaitkan dengan kisah
angkernya tempat ini.
"malam
tertentu, masih tercium bau kembang,ada penampakan makhluk halus" kata
penjaga parkir perkantoran. Tentu saja sulit percaya dengan informasi seperti
itu, sebab pemakaman itu sudah lama sekali dibongkar dan tidak ada lagi
penguburan di situ. Namun cerita soal kuburan atau kober selalu seram mistis
yang membuat bulu kuduk berdiri.
Di pemakaman
petamburan, saat ziarah Sabtu kemarin, ada anak anak di situ sedang latihan
pencak silat. Mungkin karena nggak ada tempat lain sehingga tempat pemakaman
menjadi pilihan latihan anak gang kober. Latihan pencak silat dari anak anak
sampai muda mudi. Anak anak pagi hari, muda mudi malam hari. Hanya sekali
seminggu.
"masih saja
orang takut kalo disuruh berlatih sendiri malam hari, padahal tak sendiri
karena ada senior yang mengawasi dari jauh." Kata salah satu pelatih
senior.
Masuk akal atau
tidak, kuburan, menjadi tempat yang menakutkan. Saking menakutkan, menimbulkan
hawa seram, menjadi inspirasi seorang mpu ahli buat keris dengan nama setan
kuburan.
Konon keris itu
dipakai dan dijadikan senjata andalan Adipati Jipang. Keris dengan julukan
Brongot Setan Kober, punya sifat seram dan menebar hawa panas, membuat
pemakainya mudah marah, sekaligus membuat lawan ketakutan sebelum bertarung.
Konon menurut
cerita sejak kekalahan perang tanding Aryo Jipang lawan Danang Sutawijaya,
keris Brongot Setan Kober lenyap tak tentu rimbanya. Ada yang bilang pusaka itu
dihancurkan karena dianggap membawa hawa panas dan amarah penggunanya, seperti
halnya Aryo Jipang yang terkenal pemarah.
Sayang sekali
kalau keris itu dilenyapkan. Semoga berita itu tak benar, semoga keris masih
tersimpan dalam koleksi istana Mataram di Surakarta atau Jogyakarta bersama
keris pusaka Nagasasra, Sabuk Inten, Sengkelat, yang legendaris. Keris bukan
sekedar pajangan, tetapi sebagai penjaga kekuatan spiritual raja dan kerajaan.
Kisah kober,
seperti juga tempat, benda keramat, makhluk halus, dunia roh, yang semuanya
dipercaya hanya dirasakan melalui kekuatan bathin. Sebagai bagian dari cerita
rakyat, dunia gaib dan nyata menjadi bagian dari dongeng inspiratif yang terus
menerus terpelihara dalam tradisi kebudayaan di Indonesia.
Bupati
Karanganyar beli Rubicon 1,9m dari dana apbd. Apa yang dipikir oleh bupati kok
sampe memutuskan beli? Kata Bupati, dia sudah melakukan kebijakan efisien
selama ini.
"kalau bukan
hal penting saya tidak akan menyetujui pengeluaran dana (apbd)" demikian
yang dikatakan bupati.
Ini artinya bahwa
mobil merek rubicon itu amat penting. Sebab dengan harga dalam kategori mewah
saja dia tetap membeli.
Apa pentingnya
mobil rubicon? Alasannya mobil itu untuk digunakan medan terjal, atau bahasa
otomotifnya, off road.
" kalau naik
gunung kemana mana sesuai,tepat, bagus itu," demikian kata Bupati
Juliyatmono.
Mungkin maksud
bupati dengan kata efisien sebab mobil baru, mesin matik, beli di dealer, tidak
membutuhkan perawatan khusus. "Nanti kita coba di Waduk Jlantah, Jatiyoso,
di Segorogunung." Tambahan penjelasan Bupati seolah janji akan keliling
meninjau wilayah yang terjal.
Dari sisi warga
yang beberapa diwawancarai, perihal arti pentingnya Rubicon. Mobil kelas mewah
tidak penting, apalagi memakai uang apbd, yang artinya uang rakyat. Bupati
dinilai tidak punya empati terhadap kondisi warganya yang masih ada (entah
banyak atau sedikit tak tahu) yang miskin. Miskin dengan mengacu pada kualitas
fisik rumah warganya yang berdinding bilik dan beralas tanah.
Sepertinya belum
ketemu atau sependapat antara Bupati dan rakyatnya soal pentingnya beli mobil
wrangler Rubicon. Bagaimana gubernur? bagaimana Menteri Dalam Negeri? Kalau
DPRD tentunya sudah menyetujui sebab sudah ada mata anggarannya di apbd, bahkan
kabarnya sudah dianggarkan 2,1m.
Membayangkan pak
Bupati kunjungan ke medan terjal, perbukitan, pegunungan, mobil terlonjak
lonjak akibat jalan tak rata, berlubang, duduk tak nyaman. Supaya hilang penat
sambil nyanyi lagu masa kecil
Naik naik
kepuncak gunung
Tinggi tinggi
sekali
Kiri - kanan
kulihat saja
banyak pohon
cemara
Kiri - kanan
kulihat saja
banyak pohon
cemara
Natalan, kumpul
di rumah, seperti tahun sebelumnya. Menu rawon dengan telor asin, sambel
terasi, bawang goreng. Rawon gaya Surabaya-Mojokerto. Hitam pekat dengan
potongan daging bentuk dadu yang sudah menghitam berendam semalam di kuah
daging, campuran kluwek.
Somay, kentang,
tahu dan pare satu paket di dandang kukus di atas kompor mini, membuat makanan
itu selalu hangat. Ayam bakar, spagheti.
Pelepas dahaga
menjelang gerhana matahari tersedia di meja minuman ringan berupa christmas
squash alias kelapa, sari lidah buaya, nutrijel, diguyur sunquick dan sprite.
Pukul duabelas
pas, sudah sampai di Pringgodani, mereka konco lawas, pernah satu masa bersama
di bangku kuliah, di taman kampus, teater, di tempat tongkrongan anak muda
mahasiswa tahun 70an.
Nongkrong,
diskusi, dan bernyanyi seperti satu paket. Diskusi dulu lalu menyanyi, atau
menyanyi dulu baru diskusi. Semangat merdeka berpikir bebas, textbook, dan juga
teks lirik lagu jadi hapalan dan mendalami maknanya.
Setelah lebih
dari empat puluhtahun kami masih tetap berusaha ngumpul. Semakin bertambah
usia, semakin niat menggebu ngumpul bareng teman sebaya. Seperti yang terjadi
hari ini, duduk mengelilingi meja dan mendengar ahli Papua berargumen
,seru dan rasanya
lama sekali nggak mencium aroma diskusi. Diskusi yang membela manusia terjejas.
Rindu.
"Sadarkah
cara hidupmu
Yang hanya
menelan korban yang lain Bintang jatuh hari kiamat
Pengadilan yang
penghabisan"
(Black Brothers)
Malam natal malam
yang spesial. Yang datang jauh lebih banyak dari misa kudus setiap minggu. Ada
hal yang dianggap penting untuk selalu hadir pada peristiwa penting ini.
Memperingati kelahiran Jesus Kristus yang dalam kisah lahir di kandang,
dibungkus kain lampin atau semacam popok bayi, dibebat di tubuh menjaga agar
anak baru lahir itu hangat. Lalu dibaringkan di palungan kayu berlekuk biasanya
untuk tempat makanan atau minuman ternak.
Dalam misa malam
tadi, suasana di kandang itu diperingati dengan berdoa sambil membayangkam
peristiwa kelahiran di suatu tempat yang tak lazim. Perwakilan umat mendekat
kandang, anak anak, remaja, dewasa, orang tua, laki, perempuan, bapak ibu, oma
opa, menyampaikan doa natal, berucap terima kasih dan harapan permohonan hari
hari ke depan.
Natal adalah
peristiwa sakral dengan tahap prosesi ritual di rumah ibadah atau gereja.
Peristiwa yang selalu diperingati setiap tahun. Natal juga suatu peristiwa
solidaritas, menjadi momen berkumpul bagi kerabat, sahabat dan handai taulan
merayakan Natal dengan semangat sukacita. Natal sesungguhnya menjadi milik
semua orang.
Selamat Hari
Natal 2019
Pasang pohon
natal sudah lama, sudah lebih dari dua minggu yang lalu. Pohon natal sudah
dihias, pernak pernik aksesoris satu paket dengan lampu terpasang dengan
sempurna. Uji coba sudah dilakukan, yakni pasang lampu kedap kedipnya. Hampr
sempurna. Seluruh lampu dinyatakan lulus, kecuali satu arus yang entah kenapa
tak menyala. Tak mengapa, hanya beberapa lampu saja yang mati, tidak mengurangi
keindahan pohon natal dengan lampu kelap kelip.
Selain di pohon
natal ada hiasan lain, ada kertas mengkilat warna warni berbentuk seperti
rantai disampirkan di setiap kusen pintu. Hiasan kertas warna warni juga
ditempatkan di teras depan dan belakang. Hanya kali ini tidak ada lampu hias.
Tahun ini banyak lampu hias yang tak menyala. Jadi teras depan dan belakang tak
lagi dihiasi lampu kelap kelip.
Hari ini, batas
akhir untuk segala perhiasan pohon natal dan segala yang berkait dengan
kemeriahan hiasan berikut lampunya. Untung
pekerjaan hias menghias akhirnya selesai. Beberapa hiasan sempat
berantakan karena hembusan angin kencang yang datang mendadak. Hanya dalam
beberapa waktu, hiasan sudah diperbaiki. Antisipasi angin kencang lagi,
pemasangan dibuat dengan lebih kuat.
Pohon natal
selesai, dengan hiasan beraneka dan lampu warna warni kelap kelip indah
dipandang mata. Pasang pohon natal setahun sekali untuk menyambut kelahiran
Sang Juru Selamat Dunia.
Standar minimal
Pedagang Kaki Lima musti punya gerobak dorong-tarik. Apalagi di daerah pusat
kegiatan dagang. Ini penting sebagai
antisipasi adanya sidak satpol pp, yang datang pergi sulit diprediksi. Karena pengalaman diciduk, dirazia di
"aman" kan PKL makin lama makin handal dalam hal antisipasi razia.
Pasang mata dan
telinga, sambil terus ramah dengan pembeli. Katanya berita pembersihan tak
selalu menjadi kenyataan. Apalagi kalo beritanya dari orang yang tak dikenal,
huh tak digubris. Mana ada pedagang yang off
gara gara berita hoaks. Kalau soal satpol pp yang bolak balik lewat,
sudah biasa. Mereka itu hanya lewat, tidak melakukan razia.
"ada waktu
tertentu merazia PKL. "
"Saya nggak
tahu kapan waktunya, dan semua juga gak ada yang tau kapan pastinya."
"hanya
berita mulut ke mulut dan wa, berita dengan segera tersebar."
Cepat pula
antisipasi, seperti terjadi beberapa saat lalu, "di depan bank itu sudah
ada dagangan yang diangkut truk bak terbuka", lalu sekejap saja para PKL
mendorong atau menarik gerobaknya, menjauh dari jangkauan operasi. "paling
sejam dua jam, setelah razia selesai, PKL kembali lagi."
Tentu saja mereka
tak mau pergi. Tempat dagang itu adalah
sumber penghasilannya. Walau digusur terus menerus, selagi masih bisa bertahan,
tak bakalan pergi. Tidak rumit kok,
sebab itu rumus hidup.
Lama tak lihat
ini, jual mainan dari bahan bambu. Di trotoar Malioboro Jogyakarta, di pusat
keramaian dan salah satu tujuan orang berwisata kota ini. Motto, tidak ke
malioboro tidak ke jogya, atau bukan ke jogya kalo nggak ke Malioboro. Dibolak
balik, permainan merangkai kata supaya indah, enak dicerna dan mudah.
Mainan bahan
bambu macem macem di satu atau dua pikulan. Gasing yang nampaknya banyak
dipajang. Gasing bambu. Mainan mambu yang bagus bila mendengung dengan bunyi
yang keras saat berputar. Khas sekali
sebagai mainan daerah Jawa. Di Jakarta gasing berbeda. Gasing dari bahan kayu
berbentuk mengerucut yang ujungnya ada besi seperti paku. Bunyi bukan ukuran
bagus tidaknya mainan itu.
Kalau dulu yang
jualan biasanya lelaki tidak muda tidak pula tua. Duduk dengan dingklik di
ruang terbuka kampung, tak lama dikelilingi anak anak. Penjual in action dengan
memainkan gasing, satu dua seolah menunjukkan perbedaan suara dengungan.
Konsumen tinggal memilih mana yang ia suka. Di Malioboro, yang jualan
perempuan, ibu ibu, duduk menunggui dagangannya. Tidak sempat menunggu ibu ibu
menunjukkan kebolehan main gasing bambu. Semenit dua menit di depan penjaja itu
lalu berlalu melihat dagangan yang lain di sepanjang trotoar jalan yang amat
terkenal itu.
Gasing asli dari
Jawa?. Nggak juga. Konon Cina dan Asia Tenggara umumnya mengenal gasing. Ada
proses enkulturasi atau mengambil mencangkok pengetahuan dari budaya lain
kemudian mengembangkam sendiri dengan cara setempat. Akhirnya bisa menghasilkan
macam dan permainan gasing, yang bisa jadi beda dari daerah asalnya.
Orang Jogya
menyebut main gangsingan. Mungkin asal muasal dari bunyinya yang mendengung desis
sing sing jadilah disebut gangsing. Katanya ini salah satu permainan tertua,
mesti tanya sama ahli arkeologi yang biasa melakukan ekskavasi. Entah benar
tua atau tidak, yang jelas permainan ini
butuh latihan dan ketrampilan supaya menghasilkan bunyi yang lebih menawan.
Melahirkan,
menamai, merawat, membesarkan, mengajari mulai dari mandi, menggosok badan
menggosok gigi, cuci kaki tangan naik tempat tidur, bangun pagi sudah tersedia
sarapan. Siapkan bekal sekolah.
Tas besar isinya
macem macem, segala keperluan anak ada di situ, peniti, gunting kuku, handuk
kecil, banyak yang lainnya, dan uang receh untuk antisipasi anak minta jajan.
Cuci, setrika,
masak, bikin kue saat natal dan lebaran, jualan untuk tambahan penghasilan.
Buat prakarya, tugas sekolah di handlenya, dengan santai. Sering dilabelkan
dengan status, tidak bekerja. Sebab pekerjaannya tidak menghasilkan uang.
Selamat hari Ibu,
karena hampir seluruh pekerjaannya adalah menyiapkan anak untuk masa depannya.
Sebuah sumbangan yang yang susah diukur dalam itung itungan matematis.
Sumbangan yang hanya bisa dirasakan betapa besar jasa Ibu. (22Desember 2019)
Akhirnya buku
yang diberi judul "Tiga Macan Safari" terbit. Saya dan beberapa teman
antropolog, ikut ambil bagian dari penulisan buku Sejarah Taman Safari
Indonesia. Ada belasan orang ikut dalam proyek yang dipimpin Rudy Badil. Dia
yang mengajak saya dan teman antropolog lain. Dia senior sekaligua guru saya
dalam banyak hal. Dia sekaligus yang selalu memberi inspirasi dalam setiap ngumpul
ngobrol-diskusi.
Menggarap gagasan
berkesan bosenan. Seringkali cepat pindah gagasan yang belum digarap tuntas.
"kita bikin cerita asal mula ciliwung. Ini kan hulunya, sambil menunjuk
sungai samping camping ground." Lalu ngobrol ngalur ngidul lagi. Sehabis
makan siang dia bilang. " Kita bikin pesta tahunan, undang menteri, para
dedengkot pecinta alam." Bulan berikutnya dia punya ide napak tilas, arca
ganesha, nanti dibantu para arkeolog." Banyak ide yang lain, lupa saking
banyaknya. Tapi satupun ide itu terwujud, karena ide ide memang enak diobrolin.
Itulah Badil "satu belum selesai, sudah pindah ke yang lain."
Tulisan ini
sebagian menceritakan soal Taman Safari, soal proses membuat buku, dan dalam
gagasan saya, rasa rasanya lebih bicara pada sepenggal cerita Badil ketika
mengajak ngobrol dongeng berkisah selama ketemu dua mingguan dalam periode
setahun di Rumahdua.Taman Safari Indonesia. Di bawah ini saya tulis pandangan
sejengkal dan sepenggal tentang Badil.
Badil yang penuh
siasat
Hanya butuh beberapa
detik memutuskan ikut bantu Badil meregistrasi mereka yang mau ikutan kursus
jurnalistik.
"Maksimal
tiga puluh orang bro."
"Waktu
secepatnya, tempatnya di Taman Safari."
"Tidak bisa
langsung masuk. Kalo peserta datang mesti tunggu di parking lodge. Nanti ada
mobil yang jemput."
"Kita kumpul
di rumahdua" rumah kayu semacam bangsal yang biasa dipakai untuk acara
training, outbound dan sejenisnya. Di dalam area taman safari, tempat
penangkaran macan tutul jawa. Jelas tempatnya, waktunya sudah fixed dengan hari
H yakni sabtu minggu depan.
Tunggu punya
tunggu, pas hari H nya tak ada satupun yang hadir walau janjinya ada tigapuluh
yang akan datang. Soal alasan, terlalu banyak untuk dimuat dalam kisah ini.
"Nggak ada
yang minat dil(badil)." maksudnya minat training jurnalistik. Nggak enak
juga rasanya, dilimpahi tugas ngajak para insan antropolog, senior junior
maupun mahasiswa, ternyata tak satupun nongol.
"Oke bro,
gak masalah."
Rencana bikin
training berobah seratus delapan puluh derajat, menjadi rencana bikin filem
atau video. Bikin filem dokumenter, bikin visual antropologi, bikin photo
series. Segudang ide Badil, lalu gayung bersambut, makin seru, makin panjang
diskusi, makin serupa dongeng, enak didengar dan dikhayalkan, bagai mimpi makin
bludak dituang bersama dalam satu malam di rumah kayu, di area Taman Safari.
Akhir kisah, dari dongeng diwujudkan jadi lebih konkrit; membuat filem pendek.
"Bikin stok
filemnya dulu, nanti editan sambil jalan."
"Jangan
cuman filem, foto juga, kalo gak ada stok filem, bisa pake foto untuk perkuat
dokumen."
Namanya ide,
ngacak, ngaco, ngocol gak masalah. Pelan, tapi pasti akhirnya bikin filem
pendek soal Kerak Telor. Skrip selesai termasuk anggaran. Diskusi kalangan
terbatas. Masih belum konkrit. Lalu ketemuan dengan Badil untuk legitimasi
proposal. "Asal Badil setuju, kita maju cari donatur." Begitu inti
kesepakatan kami, termasuk ahli visual antrop yang sudah pernah buat dan
publikasi filemnya di manca negara.
"Kita bikin
filem soal burung bro."
Hah! Kita semua
bengong saling liat liatan, waktu suatu hari sabtu bikin ketemuan. Lalu filem
kerak telor jadinya gimana? Dengan berbagai argumen, Badil mengurai pentingnya
buat filem burung. Ilutrasi jalak bali yang dilepas di sekitaran taman safari
membuat harga jalak tidak lagi membumbung tinggi. Orang bisa punya dan pelihara
jalak. Jalak banyak didapat. Jalak tal lagi barang langka. "Kita harus
bikin filem burung untuk sosialisasi ke masyarakat pecinta burung. Jadilah buat
filem tentang burung. Dengan kata lain, filem kerak telor gagal tidak jadi.
Istilah Badil "kita tunda dulu yang itu".
Ketemu minggu
berikutnya, filem burung diubah. Ganti. Tidak bikin filem. Pembicaraan soal
bikin majalah burung. Setumpuk majalah tentang burung tergeletak, cetakan
mewah, sudah menerbitkan delapan edisi dalam dua tahun. Ngotot bikin majalah
karena kata "ajudannya" sehari sebelumnya Badil ketemu seorang
penggemar aneka burung, kaya raya, menawarkan buat majalah.
Otak kita switch
dari filem ke majalah. Gak masalah? ya masalah, harus berpikir ulang lagi.
"kerangka pikirnya kan sama saja" kata Badil. Saya sih ngangguk aaja
sambil mikir, lebih banyak nggak ngertinya daripada paham.
Begitu kira kira
apa yang ada di pikiran kami. Lalu mulai bikin rencana, beberapa orang dari
pecinta alam ikutan. Dua kali pertemuan tentang rencana buat majalah burung,
hasilnya adalah ide Badil lagi yakni membuat buku tentang sejarah Taman Safari
Indonesia. Lagi lagi kami dibuat bengong dengan gaya pindah gagasan yang cepat.
Kalo dirunut maka mulai rencana bikin training, lalu bikin filem lalu bikin
visual antriopologi, lalu bikin majalah, akhirnya bikin buku. Hanya satu yang
penting di sini, kemampuan Badil mensiasati, mengikat orang orang
"dekat" nya ikut dalam proyek angan angannya.
Untung saja angan
angan itu ada yang jadi kenyataan. Gak tanggung tanggung, ada belasan orang
yang ikut terlibat dalam proyek pembuatan buku sejarah Taman Safari. Gak
tanggung tanggung, saya berkenalan dengan anggota tim yang sama sekali baru.
Tim dibagi jadi
dua, penulis dan dokumentasi. Ketua tim alias team leader adalah Badil. Tiga
bulan, sudah separo jadi. Data sudah relatif lengkap, pembabakan oke, hanya
layout dan editing yang makan waktu lama. Kemudian harus ditambahkan data
tentang sirkus masa kini. Tim mengirim beberapa orang ke sumatra mengikuti
safari sirkus dr palembang ke lampung. Tim juga ke Jawa Timur ke Safari Prigen,
bagian dari perluasan di Cisarua Terakhir melakukan observasi sirkus di
Cibinong.
Tuntas sudah
seluruh pengumpulan data. Dengan membagi cerita diawali dengan pengusaha tukang
obat, buka praktek berobat lalu buat sirkus akrobat, lalu membuat kebon
binatang, mengembangbiakan hewan dan tanaman, menjadikan tontonan hewan dengan
mobil, aneka atraksi hewan, melibatkan masyarakat lokal dan luas ambil bagian
manfaat dari TSI.
Siapa dibalik
berdirinya TSI adalah fokus dari buku yang barusan, 14desember 2019 diluncurkan
di central Park Mall. Bukan sekedar menampilkan nama nama mereka -Hadi
Manansang, dengan tiga anaknya, Jansen Manansang, Frans Manansang dan Tony
Sumampouw juga evolusi pemikiran dan kerja amat sangat keras dari mereka yang
penuh inspiratif. Makanya buku diberi judul "Tiga Macan Safari."
Dengan gaya khasnya, Badil membuat sub judul yang lugas berkelas, yakni bab I
Sirkus ngamen menuju permanen, bab II kebun teh jadi kebun binatang, bab III
safari menuju konservasi, dan terakhir bab iv mensafarikan masyarakat
memasyarakatkan safari.
Akhirnya rampung
proyek buku. Semua yang terlibat dari awal proyek buku, diundang oleh pembuat
sejarah; Macan Satu, Macan Dua dan Macan Tiga. Semoga bukunya bermanfaat bagi
banyak orang, apabila ingin tahu bagaimana perpaduan bisnis dan konservasi bisa
belajar di Taman Safari Indonesia. Sukses buku ini yang melalui perjalanan
panjang tak menentu, namun beruntung berkenalan dengan sahabat sahabat baru
dalam tim buku. Memang itu gaya Badil yang menggalang pertemanan lintas
angkatan, melontar ide terus menerus, diterima syukur, gak diterima bikin ide
lagi. Sayang beliau tak menyaksikan karya, yang sering dia katakan "karya
terakhir".
Cumi asin
Cukup dua atau
tiga potong kecil dengan nasi ukuran sebungkus di warung Padang, mampu membawa
semangat jalan jalan keliling Jakarta. Apa saja ragam masaknya, mau cumi asin
balado, cumi asin tumis cabe ijo sama enaknya. Kalo soal ini, menikmati
makannya yang pas ya di warteg.
Banyak macam
masakan cumi asin yang terhidang di balik etalase standar warteg. Apapun, bisa
warteg kelas bawah yang pelanggannya tukang bangunan, sampe kelas atas yang
konsumennya karyawan kantoran. Kalau yang kelas bawah palingan hanya satu macam
masakan cumi asin. Kalau kelas atas ada dua atau tiga macam. Ada cumi asin
bumbu padang, cumi asin asem manis, cumi asin goreng tepung. Dengan kutak katik
sedikit, kombinasi sana sini, campuran bahan lain, macam masakan cumi asin bisa
berkali lipat dari yang disebut di atas. Hampir yakin saya bahwa cumi asin
adalah bahan yang biasa ada di setiap warteg. Ketrampilan juru masak yang
membuat tampilan menu cumi asin beda setiap hari
" Beli satu
dua ons setiap belanja, cukup untuk dua atau tiga jenis menu cumi asin."
Iya. Cumi asin potong kecil kecil, campur dengan cabe ijo, cabe kriting dengan
bumbu lainnya, sudah jadi satu menu. Cumi asin tumis dengan potongan tahu dan
kacang panjang atau buncis, jadi menu lain.
Apalagi dengan
sayuran pendamping yang pas. Sayur asem salah satu yang paling disukai. Ada
lagi sayuran kacang panjang tumis maupun berkuah. Soal selera variasi. Konsumen
bebas memilih, mencampur menu yang tersedia di warteg.
Kadang tak
penting juga menamai menu cumi asin di warteg. Yang makan di situ tak menyebut
nama menunya, hanya menunjuk saja makanan yang disuka. Pelayan akan mengikuti
instruksi konsumennya.
"Minta yang
ini mbak." Sambil menunjuk cumi asin yang satu, lalu "minta yang itu
juga mbak" menunjuk cumi asin jenis masakan lain. Iya juga, selagi pesan
makan di warteg nama tak lagi penting. Lagi pula orang makan di warteg hanya
butuh sepuluh menit, lalu bayar, lalu keluar. Apa yang dimakan pun kadang lupa.
"Makan apa
tadi"
"Sayur asem,
cumi asin"
"Cumi
asinnya diapain"
"Balado
campur campur"
"Campur
apa"
"Ya campur
sambel campur sayur asem"
Soal selera,
nampak tak banyak berubah. Ratusan bahkan ribuan tahun, bahan makanan dengan
pengawet tetap jadi pilihan. Bahan makanan yang diawetkan dengan garam adalah
salah satu metode pengawetan paling tua.
Mau pengawetan
dengan pendingin juga bisa, hanya membutuhkan peralatan yang lebih kompleks.
Pengawetan dengan diasapi juga jadi makanan yang digemari. Pengawet dibutuhkan
agar makanan menyerupai aslinya. "Nggak dapet yang asli, minimal dapet
yang KW dengan cita rasa asli." Begitu kata Maryono, pengamen yang biasa
mangkal depan salah satu warteg kesohor. Memang Itulah guna akal budi mencari
solusi dari bahan yang ada.
Wayang Orang
Pernah membaca di
Kompas.com tentang pertunjukan Wayang Orang Bharata di gedung di jalan Kalilio,
sekitaran Pasar Senen, Jakarta Pusat. Penontonnya selain melepas rindu akan
seni tradisional jawa yang semakin tergerus hiburan lain, juga menjadi wahana
berkumpul, semacam reuni sesama penggemar seni Jawa.
Menariknya,
banyak di antara penonton yang sengaja membawa anak-anaknya. Sepertinya mau
mengenalkan pada generasi mendatang mengenalkan wayang sejak usia dini.
(kompas.com minggu 1mei 2016).
Penting gak sih
mengenalkan pada anak anak sejak dini. Ya penting. Seni seperti halnya
permainan tradisional amat penting bagi tumbuh kembang anak. Selain untuk
rekreasi, seni yang tumbuh sebagai tradisi berfungsi untuk menanamkan nilai
yang dapat menjadi pedoman adaptasi, menyiapkan anak agar dapat hidup
bermasyarakat. Mengenal apa yang baik dan buruk, suci dan tak suci, menghormati
dan lainnya.
Guru saya pak
Jimmy, saya menyebutnya demikian, nama lengkapnya James Danandjaja, guru besar
Antropologi UI mengatakan seni tradisi adalah folklore bagian dari kebudayaan,
kolekfif, diwariskan turun temurun, lisan dan dengan bantuan gerakan isyarat
untuk mempertegas bahasa lisan.
Folklore bisa
jadi berupa bahasa rakyat, ungkapan, cerita, musik, guyon, cerita menjelang tidur,
juga yang lebih formal seperti teater. Folklore berupa kegiatan fisik yang
setiap detik gerak dan ucapan mempunyai makna dan dimaknai. Seni tradisional
apapun itu sama dengan memetakan jaringan simbol. Satu bagian hilang bisa jadi
tak lagi punya makna.
Sama saja kalau
kita tak paham makna permainan sepak bola. Itu permainan gila, 22 orang berebut
satu bola. Sudah dapat bulanya, malahan ditendang.
Tak perlu banyak
kotbah, berwacana terus menerus tanpa akhir, dan sering menggurui. Ajak anak
anak mengenal seni sejak dini, seperti yang dilakukan para penonton wayang
orang di Bharata.
Foto: Mohamad
Setiawan
Banda Naira
Baru hari ketiga,
di pagi hari rombongan kami, beneran menjelajah dan menikmati kepulauan Banda
Naira. Hari pertama, siang hari mendarat di Ambon, masuk hotel, jalan jalan
sekitar ambon melihat pengrajin tenun, berkeliling makan makanan khas Maluku,
mampir di toko cinderamata, mutiara dalam ragam anekanya. Pagi hari sudah
berangkat dengan kapal cepat menuju banda naira yang makan waktu lima jam,
menghabiskan siang hari dengan berkeliling diseputaran Banda Naira untuk
mengunjungi situs-situs budaya peninggalan masa lalu. Rumah Sjahrir, rumah
Hatta, museum, rumah saudagar rempah Belanda, pasar, pelabuhan, gereja yang
sekelilingnya ada bangunan kuburan tua.
Hari ketiga yang
sesungguhnya merupakan wisata sejarah, politik dan budaya. Dengan perahu kecil
bermotor, ke Banda Besar, bagian dari gugusan kepulauan Banda. Sandar di
Dermaga, memasuki wilayah desa Lonthoir, deretan rumah kiri kanan, utaranya
gunung, selatannya laut. Hanya dengan jalan kaki pemukiman tak padat penduduk
sudah dijelahahi sepanjang siang.
Lonthoir atau
Lonthar, atau Lontar, yang mana yang benar entahlah, caranya menyebut dan
berbunyi sama. Daerah yang bernilai penting dalam sejarah. Daerah yang menjadi
sumber percekcokan, konflik antarbangsa Eropa dan bangsa Eropa dan bangsa
Banda. Sumbernya adalah Pala, rempah yang amat mahal harganya di pasaran Eropa.
Pulau ini
seluruhnya adalah tempat tumbuhnya pohon Pala yang sekarang dibudidayakan
dengan pengaturan penanaman bersanding dengan pohon Kenari. Pala dan Kenari
ditanam berdampingan. Kabarnya kenari adalah tanaman yang dapat melindungi
tanaman pala dari panas matahari dan curah hujan yang langsung. Pala tidak
dapat tumbuh subur bila langsung di bawah sorotan matahari. Intrusi sinar
matahari yang masuk dari cela pepohonan bagus sebagai spot foto.
Lonthoir jadi
incaran Belanda, atau para saudagar Belanda. Berduyun duyun menumpang kapal
menjalin hubungan bertemanan, dagang, dengan penduduk lokal. Bukan cuma
Belanda, dan memang bukan Belanda yang pertama masuk ke Banda Naira.
Bangsa Portugis
yang pertama masuk ke kepulauan Banda Naira, menjadi bangsa Eropa pertama ke
daerah itu. Portugis puluhan tahun sebelumnya sudah jadi rekanan dagang dengan
bangsa bangsa di dunia di daerah Selat Malaka yang kala itu jadi pusat
perdagangan di Asia (Tenggara). Komoditas rempah, biji dan bunga pala jadi
bagian dan penting dalam perdagangan di situ.
Beberapa pejabat
tinggi portugis mencari tahu asal usul komoditas itu, lalu mengajak, mungkin
juga mamaksa setelah penaklukan, militer (kemungkinan dari Batavia ke daerah
timur, Banda Naira utamanya. Berdagang di sana beli rempah di sana, jual di
Eropa, entah Portugis setengah hati, sebab kongsi dagang portugis tak bertahan
lama. Mereka lebih memilih berdagang jual beli rempah di Malaka yang wilayah
Portugis daripada di timur yang tak dapat dikontrol, atau kemungkinan daerah
maluku memang tak aman buat berdagang. Jadi memilih Malaka, walau mahal tapi
mudah.
Catatan dari
portugis membenarkan bahwa ada jaringan perdagangan dari utara ternate tidore
sampai ke Banda, dengan produk utama rempah dan cengkeh, yang ditukar dengan
produk pakaian peralatan (1512). Jaringan itu yang mengikat utara tengah dan
selatan, dengan bahasa dagang, bahasa lingua franka. Orang Ternate Tidore kerja
di Banda Naira, juga sebaliknya.
Walau membangun
benteng portugis di sana, tetapi perang terus menerus tak sehat untuk
berdagang, apalagi sejak pembangunan benteng bukannya lebih damai tapi jadi
bibit permusuhan dengan penduduk setempat. Serang menyerang yang melelahkan
bertahun tahun. Sejak saat itu, orang-orang Portugis jarang mengunjungi
pulau-pulau lebih suka membeli pala dari pedagang di Malaka.
Sepertinya
Portugis tidak ada niat membangun koloni di Banda Naira, tidak serius bangun
pelabuhan, apalagi mendirikan pemerintahan di sana, atau karena penolakan terus
menerus dari orang Banda, mulai dari tak rela Portugis membangun pos permanen.
Lain halnya
dengan Belanda, kosongnya kontrol akan kepulauan itu, menjadikan belanda.masuk
ke situ, berdagang, daripada dagang di daerah utara, ternate tidore.
Perdagangan Belanda lebih langgeng walaupun sejak awal hubungan sosialnya
saling menghindar, cenderung membenci. Hubungan dagang tapi tak saling percaya.
Belanda menyalahkan Banda yang tak taat kesepakatam dagang, sementara banda
menyalahkan Belanda yang menjual komoditas yang tak diperlukan. Kabarnya orang
Banda atau Maluku umumnya oke saja berdagang dengan siapa saja, yang tak
disenangi adalah rempahnya ditukar dengan bahan komoditas yang tidak biasa.
Orang Banda menjual rempah dari pedagang portugis, india, arab dan jawa,
mendapat peralatan tembaga, obat obatan, porselein yang berharga.
Sulit negosiasi
harga bukan saja dengan penduduk lokal, juga dengan sesama saudagar belanda,
sampai satu titik harga komoditas tak mampu menutupi ongkos transportasi.
Pendek cerita semua pedagang belanda yang ke sana sering rugi. Lalu
antarpedagang sepakat membentuk kongsi dagang VoC. Dengan kongsi dagang
bersama, harga stabil, pengiriman barang lancar, jalur transportasi Eropa
Banda.Naira terjamin, sepertinya masa ini semua pihak sama senang. Ada Lembaga
dagang, ada penanggung jawab belanda di tempatkan di sana, ada elite banda yang
memerintah. Perwakilan dagang belanda dan elite banda bergaul punya kepentingan
beda. Ini perlu referensi kenapa bisa langgeng.
Masa itu rempah
jadi sangat mahal dan dibutukan bukan cuma.eropa. bahkan india.import dua kali
lebih banyak dari eropa. Konon kabarnya Belanda mulai tidak telaten dengan
kerjasama.dagang dengan Banda, dia mau monopoli. Keuntungan berlipat ganda di
depan mata bikin mata gelap. Prinsip perdagangan diabaikan. Membujuk elite
(pedagang) banda teken kontrak kesepakatan membiarkan belanda monopoli beli
rempah. Sebagian sepakat, walau belum tentu paham, sebagian lainnya tak setuju.
Mereka yang tak setuju ini dipakai Belanda untuk mendatangkan pasukan menjaga
(perdamaian) perdagangan (monopoli). Alasan Belanda saat itu ada pemberontakan
elite yang menyebabkan puluhan warga Belanda tewas. Seperti apa ceritanya perlu
baca refensi lebih banyak.
(Kisah Ini diambil
kebanyakan dari google. Masih bersambung menyambung dengan petilan kisah lain
di Banda Naira. Keliatan dimanapun, kapanpun, saudagar, elite politik dan
penguasa bisa mencapai kesepakatan dengan cara lembut, sogok menyogok,
pergaulan, bisa cara keras, ancaman todongan senjata) -- bersambung
(Cerita berseri
jilid I)
Motret sebagian
kota jakarta melalui jendela bis Trans Jakarta. Itu terjadi lebih dua tahun
lalu. Sekitar pertengahan 2017, beberapa bulan setelah pasar senen ludes
terbakar. Pembangunan MRT masih berjalan, beberapa ruas jalan di Sudirman
Thamrin mengalami penyempitan karena bagian tengahnya sedang digali untuk jalan
bawah tanah atau subway. Gubernur DKI masih Ahok yang lagi sibuk rencana
penanggulangan banjir membangun banjir kanal timur dan barat, membangun waduk
pluit.
Ternyata sudah
lebih dua tahun seperti baru kemarin. Menikmati jalan jalan keliling Jakarta
dengan Transjakarta, kendaraan super murah. Dengan tiga ribu lima ratus sudah
bisa keliling Jakarta. Sampai sekarang masih tak berubah. Mungkin motto pejabat
DKI adalah sekali tiga ribu lima ratus tetap tiga ribu lima ratus. Orang
seperti saya akan menyambut dengan tempik sorak tak henti henti.
Menikmati
pemandangan kota, tidak perlu turun dari bis, cukup liat ke kiri dan ke kanan,
walau tak seperti pemandangan di lagu naik naik ke puncak gunung. Ya, tentu
saja beda, lagu itu diciptakan pengarangnya membayangkan darmawisata atau jalan
jalan ke gunung. Ini jalan jalan di kota. Entah apakah sudah ada lagu yang
diciptakan untuk mereka yang menggunakan Trans Jakarta keliling kota? Yang
jelas lagunya pasti beda banget bro.
Brangkat pagi,
dan masih pagi di halte Cawang. Dari situ memilih rute Cawang Harmoni, melalui
kampung melayu, jatinegara pasar senen. Sampai Harmoni, pindah rute
Harmoni-Blok M. Rute yang banyak meninggalkan bangunan sejarah, sebagian masih
berdiri kokoh sebagian sudah rusak tak terpelihara. Sebagian masih bersanding
bangunan kuno dan moderen, sebagian besar sudah ganti total.
Beruntunglah
warga jakarta sekarang. Ada kendaraan umum, harga sama dimanapun kita beli.
Bayarnya pake kartu dapat dibeli di setiap halte. Apa nggak enak tuh, ringkes
gak perlu kasih duit gede, dan bingung nagih kembalian yang lama nunggunya.
Dulu banget, enggak.banget juga, naik bis kasih uang besar deg degan nunggu
kembalian. Minta kembalian, kondekturnya jauh di bagian depan, susah ke depan
karena penuh penumpang. Biasa harus teriak minta kembalian sebelum turun di
halte berikutnya. Uang kembalian pun nggak sempat di hitung, keburu turun bis,
dan bisnya langsung tancep gas. Tak jarang baru satu kaki menjejak aspal, bis
udah jalan.
Lagi cerita dulu,
ada halte bis, tapi bis berenti sebelum halte. Sopirnya liat, kalo di halte
sepi sementara di tempat sebelum halte rame penumpang, sudah pasti bis berenti
di rame penumpang. Ada istilah penumpang gelantungan di pintu bis, bisnya jadi
miring, itu terjadi zaman Jakarta my lovely city. Biar brengsek transportasinya
tapi orang tetap pakai transportasi itu. Jelas karena itu kendaraan satu satunya,
jadi suka gak suka ya harus suka. Soal HAM hak Asasi Manusia waktu itu belum
laku seperti sekarang. Yang jelas berangkat necis sampai tujuan kucel, akibat
berhimpitan dalam bis sepanjang jalan. Ini sih subyektif saja, sekarang juga
Trans Jakarta masih penuh sesak, bedanya dulu Angin Condition sekarang Air
Condition dalam bis.
Melalui kaca
jendela Trans Jakarta, menikmati kota Jakarta. Sambil bersenandung,
"ini dia si
jali-jali
lagunya enak
lagunya enak merdu sekali
capek sedikit
tidak perduli sayang
asalkan tuan
asalkan tuan senang di hati"
Bahkan melangkahkan kaki menuju area
parkir di lantai paling dasar, kami mampir di booth es krim merek ternama. Dua
kap saja. Itupun harusnya satu, tapi malam itu ada promo "buy one get one
free, alias beli satu gratis satu."
Mau tak mau, duduk di situ, lebih santai daripada menjilat
jilat es krim dalam mobil yang bergonjang ganjing akibat jalanan tak mulus.
Begitulah hari itu, selasa, sepuluh desember 2019. Dengan
rencana matang kami berempat mulai dengan rencana pertama yakni makan malam
seluruhnya rebus rebusan bergaya Jepang masa kini.
Acara sukses,
rencana sesuai dengan kenyataan. Walaupun berempat bertolak
dari tempat yang berbeda, tetapi berkat teknologi telpon semua bisa kumpul dan
menikmati malam indah bersama. Terima kasih bunda dan anak anak untuk malam
kebersamaan yang indah di ulangtahun ayah.
Makan siang, menu
ayam woku. Rasanya pedas dan kentara aroma kemangi, nikmatnya seperti buru buru
turun tangga kapal tampomas yang sandar
pelabuhan Bitung.
Prianto sedang
menggali septic tank di pekarangan rumahnya ketika menemukan arca yang
tertimbun tanah. Tentu saja tanpa sengaja, saat cangkulnya membentur benda
keras yang kemudian diketahui sebagai arca berbentuk gajah gendut berbelalai
besar. Gempar warga Kediri.
Dimin warga
Nganjuk menemukan patung yang berbentuk sama dengan yang ditemuian Prianto di
Kediri. Seorang warga Malang pun demikian. Warga di Tiga daerah, Kediri,
Nganjuk dan Malang menemukan arca setinggi Tiga puluh sentimeter, lebar dua
puluh sentimeter berbentuk patung gajah berbelalai. Dalam sejarah persebarannya
barangkali banyak bagian lain di Jawa Timur ditemukan arca ganesha atau arca dewa Hindu yang lain.
Temuan arca zaman
Hindu atau Budha di nusantara masih memerlukan kajian serius untuk
merekonstruksi seperti apa Jawa dan nusantara
saat itu. Itu jelas kerjaan yang nggak singkat dan perlu tenaga ahli dan biaya yang besar.
Lalu Ganesha itu
apa? Dia adalah salah satu dewa terkenal dalam agama dan budaya Hindu. Ganesha
simbol dewa pengetahuan dan kecerdasan,
dewa pelindung, dewa penolak bala/bencana dan dewa bijaksana.
Dewa ini idola
banget, cerdas, pengetahuan luas, bersifat melindungi dari bencana, jadi tameng
tolak bala, dan bijak dalam mengambil keputusan. Luar biasanya dewa ini.
Sayang dewa
Ganesha tak pandai berpolitik, tak pandai ngeles, berkelit bicara seolah sedih,
marah, kadang perlu membentak, kadang perlu meneteskan air mata. Sayangnya dewa
ganesha tak berprinsip kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah. Kalau ditanya
yang mudah, jawabnya harus rumit, harus mampu bicara sana sini, membelok kanan
kiri, melingkar lingkar, seperti coratan anak paud di dinding rumah, ruwet tak
ada ujung.
Dalam kapasitas
yang minim politik, dewa Ganesha atau
semacamnya jelas tidak bakalan laku dan
jangan bermimpi dipuja puji
Cahaya
Cahaya yang
memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda di sekitarnya. Cahaya adalah
komponen penting dalam fotografi. Cahaya juga dipakai untuk mengukur jarak dari
pusat galaksi bimasakti ke bintang. Saking jauhnya bintang, sulit atau ribet menghitung dengan satuan
kilometer. Lalu para ahli menggunakan
satuan cahaya . Seperti apa satuan cahaya dan bagaimana menghitungnya
kurang paham. Pokoknya Satu tahun cahaya sama dengan berjarak 9triliun
kilometer. Kalau bintang yang paling deket jaraknya empat tahun cahaya, berarti
jauh banget benda itu.
Cahaya memang
luar biasa, visioner, jangkauannya
melampaui zaman. Karena itu nama cahaya jadi prioritas memilih tempat.
Masalahnya ada dua nama tempat yang mengandung arti cahaya. Pertama adalah Nur
Mala ada unsur makna cahaya. Satu lagi secara tegas dan lugas bernama cahaya. Kalau dari satuan jarak
Nur Mala lebih dekat dibanding cahaya dari rumah tempat tinggal. Tetapi pilihan
saya pada tempat yang bernama Cahaya.
Dikelola oleh dua
orang muda, usia tak lebih dari tiga puluh tahun asal Tasikmalaya, pangkas
rambut Cahaya sudah cukup dikenal di kampong kami. Kabarnya, seperti pengakuan
dari pemangkas di situ pemiliknya adalah orang Garut. Bagaimana pembagian keuntungan
dan modal yang diinvestasikan pada pangkas rambut Cahaya di jalan utama ini,
tidak menjadi bahan obrolan.
“model potong
rambutnya gimana pak?”
“seperti potongan
rambut kamu boleh juga.”
“berarti pendek
pak.” Langsung mengganti gunting dengan alat cukur. Mulai mencukur
sisi kiri, dari samping kuping, cepat sekali dalam waktu singkat seluruh rambut
bagian tepi sudah terpapas. Dengan gunting mulai menggarap bagian atas. Dalam
waktu kurang lima belas menit drama cukur mencukur selesai.
“cambang dikerik
pak?”
“Iya dong.” Langsung saja, keluarkan pisau setajam
silet, asah dengan kulit yang digantung dekat cermin, lalu mulai mengkerik.
Sebentar saja selesai. Lalu membuka kain penutup badan sebagai penyangga jangan
sampai sisa rambut mengotori pakaian.
Menyisakan handuk kecil merek good morning di leher, pemangkas
mengeluarkan keahlian memijat. Mulai pijat pelan kepala, lalu turun ke leher,
bahu, dilakukan berulang ulang dan selesai.
“Berapa pak?”
“delapan belas
ribu.”
“kembali dua ribu
pak”
“gak usah simpan
kembaliannya.”
“Terima kasih
pak.”
Pamitan, keluar
pekarangan pangkas rambut Cahaya, menuju parkiran, lalu starter sepeda motor,
putar balik, on the way ke rumah. Panas sekali siang itu.
Deposit e-money
sisa empat ribu rupiah, mesti beli lagi. Buru buru ke terminal, di situ sudah
sepi, para aneka pedagang makanan, pakaian, aksesoris sebagian sudah bebenah
mau tutup, dan sebagian besar sudah tutup. Cepat cepat ke loket.
“maaf pak, loket
sudah tutup jam 22.00”
“nggak bisa isi
deposit lagi pak” tanya saya berharap.
“petugas sudah
pulang. Saya nggak wewenang. Tapi kalo masih sisa empat ribu masih bisa kok.”
“rute blok m
manggarai sudah nggak ada. Tinggal blok m kota. Nanti bapak turun di bendhill
dan sambung lagi jurusan pgc. Masih ada untuk jurusan itu.”
“oke pak, terima
kasih”
Berlari ke pintu
masuk, scan kartu e money, rasanya agak lambat respon scan nya, tapi syukur
bisa lolos, dengan langkah cepat naik tangga dua tingkat, ke halte jurusan blok
m kota yang letaknya paling pojok dan di atas.
Untung saja masih
ada bis. Katanya jurusan ini sampai jam 24.00. duduk menunggu, akhirnya bis
berangkat.
Tak berjejal
jejalan dalam bis, hampir jam 11 malem, sudah tak banyak penumpang. Tak lama
sampai benhil, memang tak macet jalur busway. Yang lama jalan kaki dari bendhil
ke halte semanggi. Jalan panjang di jembatan yang menghubungkan benhil dan
semanggi. Ngos ngosan sesampai di halte itu.
Tak lama bis
Pluit-PGC sampai, langsung naik. Ternyata dalam bis padat penumpang tak
kebagian tempat duduk. Ah gak akan makan waktu lebih dari sejam. Masih kuat
berdiri. Turun di halte UKI, setelah dapat info dari kondektur, jurusan cibubur
sudah tak ada lagi, jurusan itu terakhir jam 10.30. sudah tahu, tapi tetap saja
kecewa karena berharap masih ada sisa bis jurusan sana. Harusnya satu halte
lagi setelah uki- halte bkn- yang membawa bis jurusan cibubur.
Naik taksi dari
UKI, rileks saja, menunggu sopir merokok. Dia sudah siap anter saya setelah
hisapan terakhir yang rokoknya masih cukup panjang.
“mari pak.
Silahkan”
Taksi langsung
melaju melalui jalan tol jagorawi. Tanya dulu apakah punya e-money untuk bayar
tol. Siyaap katanya. Duduk depan, stel bangku agar mundur, turunkan sandaran,
lalu merem sejenak. Ngantuk ngantuk, diajak ngobrol sopir, menanyakan arah
setelah keluar tol cibubur.
“ isteri saya,
hamba Tuhan. Dia jadi pendeta GBI” terus saja dia cerita, saya hanya
mendengarkan. Gerejanya di Kampung Rambutan. Belum banyak jemaatnya, semakin
hari semakin banyak.
“nanti putar
balik ya bang.” Setelah keluar dari pintu tol, ambil jurusan cileungsi. Putar
balik yang kedua. Lalu masuk ke jalan samping studi Karnos. “o saya tahu itu”
Sampai di rumah
dengan selamat. Perjalanan panjang dari Blok M sampai Cibubur. Kalau saja,
pulang tak terlampau larut, bisa sambung menyambung dengan Trans Jakarta.
Ongkos murah, hanya tiga ribu lima ratus bisa keliling Jakarta. Asalkan tak
keluar dari halte.
System
transportasi Jakarta sudah mulai ditata dengan baik. Setiap halte ada informasi
di monitor. TJ yang akan datang atau masuk di halte itu apa saja dan waktunya
sudah kelacak. Setiap bis sudah dilengkapi dengan GPS yang bisa diketahui
posisinya. System sudah oke, rasanya hanya perlu menambah armada untuk trayek
yang beroperasi tengah malam.
Jakarta kan nggak
ada matinye, warga yang tinggal di pinggiran Jakarta juga pengen menikmati
dengan ongkos murah.
Ansje Suurbier puas
jalan jalan di kota tua, ke sana kemari foto foto bangunan museum, atraksi,
penyanyi, musik jalanan. Menjajal sepeda warna warni, berfoto bersama orang
yang seluruh badannya dicet abu abu gelap. Tanya macem macem soal bangunan.
Siapa punya, kapan dibangun, sekarang jadi apa.
Wisatawan asal
Belanda usia 40 tahun bersama suaminya Wiem, sudah dua hari keliling kota
jakarta. Ikut dalam rombongan wisata keliling Jakarta. Hari ini setengah hari
saja, karena mereka mau ke Bogor, liat kebun raya dan Istana Bogor.
"Bogor kota
indah" begitu kata oma dan opanya yang pernah tinggal di Bogor. Konon
buyutnya salah satu insinyur yang ikut dalam proyek bikin rute kereta api
kota-Jatinegara-depok-bogor. Ia penasaran pengen merasakan perjalanan jakarta
bogor dengan kereta api. Konon Pembangunan rel kereta api lintas Jakarta-Bogor
selesai akhir abad 19 oleh perusahan swasta Nederlansch Indische Spoorweg
Maatschappij (NISM).
Lebih dari
seratus tahun semenjak dibangun dan menjadi transportasi utama jakarta bogor.
Ansje dan Wiem, sudah duduk manis di kereta, bukan kereta tenaga diesel, tapi
kereta tenaga listrik KRL yang jadwalnya setiap 15menit sekali. Kereta listrik
yang juga dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menghubungkan dua
istana gubernur jenderal Batavia dan Buitenzorg.
Tiba di bogor,
stasiun bagus, lalu mengambil foto beberapa bangunan stasiun dan sekitarnya.
Para pedagang, toko toko, mirip seperti gambaran cerita neneknya tentang bogor.
Mungkin neneknya waktu itu menggambarkan bogor yang masih lengang. Belum banyak
pedagang kakilima, mungkin waktu dulu hanya toko kelontong saja. Tapi gambaran
pedagang buah, makanan, menawarkan kepada orang yang lewat depannya masih ada.
Tetapi tidak banyak lagi yang berpeci dan sarungan seperti kata neneknya.
Sedikit sedikit
mencoba komunikasi dengan pedagang itu, dengan bahasa tubuh, menebar senyum ke
pedagang yang menyapanya. Ada pedagang mangga, yang dibakulnya ada tumpukan
buah itu, satu dua yang dikupas memperlihatkan isinya berwarna kuning
kemerahan. Tidak beli tapi berjanji dalam hati mau coba buah itu setelah di
hotel. Mangga kesukaan neneknya, katanya mangga indonesia yang paling enak di
dunia.
"Yang
penting jadwal kita liat istana dan kebun raya kita." Wiem hanya
mengangguk, naik angkot ke sana, semula mau naik gojek, tapi ansje bersikeras
angkot, biar merasakan ramainya kota bogor.
"Sudah
terlampau sore untuk masuk botanical garden" kata Wiem. "Besok
saja". Dua orang itu hanya mengelilingi istana, liat dari luar, sampai
depan pasar pecinan, suryakencan, menelusuri trotoar, cari makanan mengisi
perut yang sudah keroncongan.
Duduk di situ,
baca tourist guide tentang Bogor yang dibawanya dari kampungnya di Belanda.
Mereka rencana menghabiskan waktu di kota ini. Bermalam di hotel Salak yang
konon, hotelnya elite Belanda di Batavia yang berlibur di Buitenzorg.
Kepengennya di hotel Bellevue yang indah dengan view lembah, sungai Cisadane
dan gunung salak, sayangnya sudah dihancurkan ganti bangunan lain.
Selamat datang di
kota Bogor welkom, yang tertulis di papan bilboard ketika masuk lobby hotel pas
hujan deras di kota itu, kota yang populer disebut kota hujan.
Selagi nggak ada
pelanggan yang datang, ngobrol dengan Denny, anak muda, Sales mobil merek
Amerika di Mall besar dan eksklusf. Eksklusif karena Mall nya relative
terpencil dari rute kendaraan umum.
“Den, tinggal di
mana?”
“saya kos di
Pondok Indah”
“keren dong, kos
nya pondok indah.”
“Nggak om, numpang
sama temen, yang nge kos di situ. Bukan pondok indah beneran om, pinggiran
pondok indah.”
Saya nggak nanya
lebih lanjut, hanya menduga duga saja, mungkin di sekitaran pondok pinang dan
jalan kebayoran lama.
“lumayan lah gak
jauh dari sini.”
“iya om, nggak
jauh juga dari kantor. ”
“Kalo dari rumah
kejauhan. Dulu dari rumah pake (sepeda) motor, tiap hari, lama lama nggak
sanggup.”
“ harus masuk
kantor absen jam 8 pagi, berarti dari rumah mesti subuh.”
“emang rumah di
mana Den?”
“Di Bogor om “
“Kenapa nggak
naik kereta aja, kan banyak kereta. Emang bogornya di mana Den?”
“Leuliwiang om,
ciampea masih ke sana lagi, masih jauh. Antara Leuwiliang-leuwisadang. “
Supaya gampang
memang bilang saja rumahnya di Bogor kata Denny. Padahal bogor ke rumahnya si
Denny nggak dekat.
Saya ngangguk
saja mendengar keterangan lokasi rumah Denny. Belum bisa membayangkan seberapa
jauh dan seberapa susah akses kereta atau transportasi public untuk pulang
pergi kantor- rumah. Menurut Denny masih dua puluan kilometer dari kota Bogor.
Kalau malam katanya lebih cepat, tetapi kalau subuh, karena barengan dengan
orang orang yang ke Jakarta, lebih lama, jalanan padat.
“transport
ditanggung perusahaan?”
"Nggak om,
transportasi, konsumsi tanggung sendiri, makanya saya numpang saja ke tempatnya
temen, irit ongkos dan tenaga.”
Bukannya promo
dan menjelaskan mobil amerika, Denny malahan cerita soal pengunjung di sini.
“pengunjungnya
tidak saja orang yang tinggal deket sini saja, tapi banyak dari tempat yang
jauh.” Kata Denny. Katanya dalam seminggu ini calon pembeli Danny banyak yang
dating dari Bogor, Tangerang dan Bekasi.
“Kemarin ada
orang yang tinggalnya di Cikeas, Kota WIsata”.
Bukan Cuma Denny
yang harus mondar mandir untuk bekerja di Jakarta. Pagi harus ke kantor, lalu
ke tempat pameran untuk menawarkan produk barang atau jasa. Biasanya di Mall di
berbagai macam lokasi di Jakarta. Beruntung kalau Mall nya dilalui oleh bis
tiket murah, semacam Trans Jakarta atau Commuter line alias KRL Jabodetabek.
Tak beruntung kalau tempat kerjanya beberapa kali naik kendaraan umum dengan
ongkos mahal.
Belum lagi urusan
makan. Para pekerja harus menghemat, sekali dua kali bisa saja makan di resto
resto yang tersedia di mall. Tetapi sehari hari kebanyakan makan di kantin
pegawai yang tersedia, kadang di basement, kadang di building yang berbeda.
Kalau terlambat makan, makanan kantinpun sudah habis atau pilihan terbatas.
Warung warung dekat situ kadang saja ada, beberapa mall saking eksklusifnya
steril dari warung makanan murah.
Begitulah bekerja
di kota besar, saya percaya ahli tata kota dikerahkan bukan Cuma menata
bangunan, tapi juga menata akses bagi warga dan pekerjanya, termasuk urusan
transportasi, akomodasi dan konsumsi. Cuma solusi soal ini dari tahun ke tahun
belum memberi harapan yang cerah.
Memang jodoh
nggak kemane. Mampir kafe, pesen kopi robusta, tak diduga ternyata ada. Tadinya
sudah siap siap, ngeloyor pergi. Kafe di mall jarang tersedia kopi rubusta.
Pernah ada kafe
ternama menyediakan kopi robusta, menggunakan istilah kopi tubruk. Harganya
terpampang sepuluh ribu rupiah. Kopi paling murah disbanding deretan jenis
minuman hangat yang ditawarkan kafe itu yang rata rata, tiga puluh ribu sampai
lima puluh ribu. Sayangnya, entah kenapa tak pernah ada lagi kopi tubruk di
kafe itu, jangan jangan pelanggannya hanya satu orang.
"Saya pesan
kopi robusta. Ada?" Di kafe pelataran lantai dua, salah satu mall jakarta
selatan.
" Kopi
robusta. Ada om, tiga belas ribu rupiah om"
"Oke, pesen
satu, kopi hitam. kopi robusta kan ya, gulanya dipisah."
"Siyap
om". Lalu Saya keluarkan uang lima puluh ribu, dari dompet, berikan ke
kasir. Tradisinya minum kopi di cafe mall adalah bayar dulu baru dapet kopi.
"Ada uang
pas om? Gak ada kembalinya." Setelah liat uang lima puluh ribuan. Wah
belum dapat kopi aja udah ribet soal bayar membayar.
Uang lima
puluhribu rupiah saya kantongi lalu saya memberi Dua puluh ribu.
"kembali
tujuh ribu om."
" Eh saya
pesen aqua ini ya" sambil nunjuk botol beling isi aqua.
"harga
delapan ribu, om. Jadi kurang seribu. " Saya berikan dua ribu.
"
kembaliannya uang receh ya om." Hari gene tidak mudah dapat selembar
seribuan.
Saya mengangguk,
dia beri uang dua ratus rupiah koin yang ditumpuk dan disolatip bening.
Lalu menyuruh
pegawainya bikin kopi pesanan saya, sambil ketak ketik, mesin kasir bunyi,
jegrek laci otomatis terbuka, nongol di layar total yang harus dibayar 21 ribu
rupiah. Lalu otomatis keluar nota lunas, lalu menyerahkan tanda bukti ke saya.
Dia menatap dan senyum lebar sambil bilang "kami hanya jual kopi satu
jenis saja. Robusta.”
Iseng pengen liat
cara bikin kopi, nggak repot soalnya. Pertama, sipembuat isi teko tanpa penutup
dengan isi air panas, dimasukan kopi bubuk, lalu teko ditaro di tungku, yang atasnya
ada wadah seperti penggorengan berisi pasir. Teko dipendam separo di pasir
panas itu, teko digeser sana sini. lalu di tuang di gelas, lalu siap saji.
"Kok proses
bikin kopi rumit amat bro?"
Ini kopi robusta,
jadi harus dimasak di atas pasir panas supaya aroma kopinya keluar."
Saya mendekatkan
diri ke tungku mencoba membaui Kok nggak kecium wangi kopi. Cuma bau biasa
saja, . Bau kopi apek yang kelamaan disimpen di karung.
Memang kopi
robusta kalah jauh dengan Arabika dalam hal harum aroma kopi. Kalau liat iklan
kopi di televisi pasti itu kopi arabika, sebab ekspresinya tersenyum senang.
Kalau soal mau tahan nggak tidur, minumnya Robusta. Sebab kopi ini mengandung
kafein yang dua atau tiga kali lebih tinggi dibanding arabika. Katanya karena kafein
tinggi, makanya rasanya pahit. Sederhananya, robusta pahit, kafein tinggi, bau
biasanya aja, Arabika rasa asam., kafein rendah, bau harum. Kalangan pebisnis
biasanya mencampur dua jenis kopi itu untuk mendapat pahit, asam dan aroma kopi
yang wangi.
Namanya pebisnis,
sungutnya tajam, tau isi hati pelanggan. Tau apa maunya pelanggan. Dia tidak
menawarkan yang ekstrim sebab pelanggan umumnya gak suka suka yang ekstrim.
Nggak suka pahit banget, nggak suka asem banget. Solusinya ya memang mencampur
dua jenis kopi itu, hasilnya nggak pahit amat, nggak asem banget.
Kue mangkok,
apalagi warna pink, sejak dulu jadi favorit. Ukuran besar, kecil, sedang, sama
rasanya. Tinggal perut muat apa nggak. Lebih nikmat kalo dibarengi teh hangat
atau kopi.
"Jajanan kue
lain?"
Namanya jajan
pasar semua enak. Ada lemper, cucur, arem arem, nagasari, serabi, banyak
lainny. Pas banget. Ada manis, asin,
pedes. Ada yang dikunyah bunyi kriuk kriuk.
Kalo soal jajanan sorga banget.
Sorga memang
diciptakan manusia melalui jajanan. Jajanan orisinil yang bertahun tahun tak
banyak mengalami perubahan. Jajanan yang sudah mengalami evolusi sampai gak
ketahuan lagi asal usulnya.
"Jangan
salah" dibalik jajanan itu mengandung aneka resep, dibalik aneka resep
mengandung pengetahuan, pikiran, eksperimen, tukar tukaran pengetahuan, coba
sana sini, adu kreatif. Dibalik semua, ada perubahan kebudayaan melalui evolusi
dan difusi enteng entengan
Walau mengalami
keuntungan besar dalam satu minggu ini, dan bahkan diproyeksikan meningkat
dengan margin error kurang dari satu persen, tetapi dia terkejut dengan berita
media. Koleganya di salah satu pusat perbelanjaan rugi besar. Konon sok pilih
pilih pelanggan.
Dia beruntung dan
tetap percaya bahwa dalam bisnis kuliner harus melakukan 3 hal, yakni. Rasa,
Resik dan Ramah. Dia menggunakan istilah Tri Azimat, istilahnya Bung Karno.
Syukur sampai
sekarang bisnisnya masih eksis, bahkan makin lama makin merambah ke tempat
tempat lain.
“Dalam bisnis itu
pelanggan tidak boleh dibeda bedakan. Ini prinsip.” Katanya di sela sela
kesibukan melayani tamu.
“pake telor,
tempe orek, tongkol balado, terus apa lagi” mengulang permintaan pelanggan.
“sayurnya kacang
panjang atau sayur asem?”
“Lebih dari
delapan tahun saya terapkan Tri Azimat” Dari prinsip ini katanya anak anak
sudah tamat universitas, rumah di kampong sudah jauh lebih baik, dan banyak
lainnya. “Dari bisnis ini hidup saya menjadi lebih baik.”
“sampe sekarang
saya menolak ditawari bisnis bakeri” katanya sambil cuci piring. “hanya ada
jajanan pasar saja di sini. Itu juga titipan orang.”
Menutup obrolan,
dia mengatakan terus terang, konsumennya tidak terlalu suka dengan
roti.istilahnya “nggak nendang”. Lebih baik bisnis warteg, maju bisnisnya,
bahagia pelanggannya.