Zubaidah akhirnya mau buka rekening di Bank itu. Tidak mudah mengajak Zubaidah yang terkenal sangat efisien itu, tambah embel embel galak dan tegas, katanya juga judes. Ia tak dengan mudah melakukan sesuatu yang dirasa tak ada manfaatnya. Tapi toh dia buka rekening. Kata ibunya, dia bersedia lantaran rayuan manajer bank itu. Rayuan bukan cuma rayuan, bukan hanya asal rayuan dangkal. Masih ingat kan, Zubaidah bukan orang yang suka dirayu, apalagi rayuan omong kosong sahibul hikayat. Ibarat pasangan muda mudi cinta monyet berjanji se hidup se mati disaksikan bulan dan bintang.
Sebenarnya Zubaidah datang ke Bank itu untuk transfer uang ke suatu tempat di luar negeri. Dengan Bank Draft yang sudah sangat kuno sekali dalam sistem perbankan di kota besar seperti Jakarta. Tetapi apa mau dikata, rekan bisnisnya di kota di negara berkembang di belahan dunia sana. Tidak ada alternatif lain kecuali menggunakan cara bank di negara berkembang itu. Kalau saja sistem transfer seperti umumnya dilakukan antarkota di Indonesia, maka akan lebih mudah, tapi perlu mencari bank khusus, sebab bank apa saja kompatibel. Begitulah ceritanya.
Perhitungan transaksi dilakukan, rupiah diterjemahkan ke dolar, sesuai jumlah yang diminta partnernya di negara antah berantah sana, hitung hitungan dengan teller, kemudian diambil alih oleh manajer langsung. Entah karena tellernya masih training, sesuai dengan peneng yang ada di dadanya yang tertulis training, atau managernya yang lowong, pekerjaan sudah tidak ada. Pendek cerita si manager mendekat dan ikut dalam pembicaraan, lalu ambil alih. Teller menyingkir setelah ada atasannya.
Transaksi bank draft selesai, pengiriman sudah selesai tanda bukti sudah dipegang Zubaidah. Dia siap siap untuk keluar, di akhir pembicaraan itu, manager menawarkan tabungan berjangka di bank nya dengan bunga tinggi. Itulah awal mula Zubaidah tergiur menabung berjangka di situ. Bunganya tinggi, sepuluh persen. Sementara bunga di bank lain, jauh di bawahnya. Buru buru buat rekening sebelum manajer berubah pikiran, begitu kira kira kata zubaidah dalam hati.
Transaksi bank draft selesai, pengiriman sudah selesai tanda bukti sudah dipegang Zubaidah. Dia siap siap untuk keluar, di akhir pembicaraan itu, manager menawarkan tabungan berjangka di bank nya dengan bunga tinggi. Itulah awal mula Zubaidah tergiur menabung berjangka di situ. Bunganya tinggi, sepuluh persen. Sementara bunga di bank lain, jauh di bawahnya. Buru buru buat rekening sebelum manajer berubah pikiran, begitu kira kira kata zubaidah dalam hati.
Beberapa persyaratan, fotocopy ktp, isi formulir semua sudah lengkap, lalu dapat buku bank. Desakan manager Bank dengan kata kata yang menjanjikan membuat Zubaidah tanpa berpikir panjang langsung setor uang di tabungan berjangka itu. Nggak tanggung tanggung, langsung seluruh tabungannya dipindahbukukan ke bank ini. Bahkan dengan penuh keyakinan bank nya yang baru memberi harapan baru.
Zubaidah menghayal dengan kalkulasi subyektif, akhir tahun dia akan dapat uang berlipat, uang itu untuk modal usaha game station yang sudah dirintis susah payah. Akhirnya usaha yang susah payah itu berbuah hasil. Jaringannya sudah internasional, partnernya diperkirakan akan membludak, kualitasnya pasti bukan kaleng kaleng.
Semenjak pindah ke bank itu, semangat dan keyakinannya makin tebal. Percaya diri akan bisnisnya yang membawa hawa cerah. Tidak ada sedikitpun pikiran pesimis, bayangan bisnis selalu cerah. Apalagi trend bisnis game makin menjanjikan.Malahan sudah mengadakan deal deal bisnis untuk ekspansi. Zubaidah yang percaya diri.
Enam bulan berlalu, tiba waktu untuk mengambil tabungan, mau dipindahkan ke tabungan biasa di Banknya yang lama. Kata teller tidak bisa dengan jumlah itu, sebab tabungan tak cukup. Teller perlihatkan saldo di tabungannya, Zubaidah terperanjat, kaget! Ya tentu saja kaget, kepala seperti berputar putar, gelap, untung ada satpam di situ yang gerak cepat memapah zubaidah yang terhuyung huyung.
Uang tabungan yang disetor 20 miliar, ternyata tinggal ratusan ribu. “Kalau saya pasti sudah geblak.” begitu kata petugas parkir sewaktu samar samar mendengar berita pemilik mobil BMW Kuning Metalik kehilangan uang. “Tega bener malingnya, uang segitu besarnya disisakan sedikit sekali.” lanjut tukang parkir.
Lapis pengaman bank mesti ditata ulang. Entah seperti apa penataan pengamanan bank yang paling aman. Tapi yang jelas kasus ibu anak yang tertipu rayuan manager bukan Cuma system teknologi yang ditata tapi pembatasan interaksi Pihak bank dan nasabah. Sistem pengamanan bank canggih, pencuri bank lebih canggih lagi. Ini membuat saya percaya bahwa maling selalu lebih melihat daripada polisi. Polisi pastinya belajar dari kelihaian maling, semoga saja bisa belajar lebih baik sehingga pepatah polisi selalu kalah di mata maling tidak betul, Asal jangan polisi dan maling orang nya sama.
Pelakunya sudah ditangkap, masalahnya tinggal apakah bank akan memberi ganti rugi kepada nasabah yang dirugikan itu. Kasus ini masih bergulir, beberapa orang sudah dijadikan tersangka, tapi kalau sudah ganti rugi masih harus melewati sidang pengadilan. Di situ akan ditentukan siapa yang menang dan kalah, ganti rugi dan ganti ganti yang lainnya.
“Padahal ibu itu pintar, kelihatan dari mukanya. Kok bisa tertipu ya.” Tukang parkir itu penasaran.
“Kok bisa!!”
No comments:
Post a Comment