Barry
Entah bagaimana proses evolusinya sampai namanya menjadi Barry (dibacanya Beri). Ini membuatku penasaran. Barry di kalangan grup kami melegenda, pergaulan luas, pengetahuan lebih luas, keterampilan bermusik tak dapat disangkal satu satunya yang mengalahkan gitaris akustik dan listrik di Kecamatan, dan ganteng. ibarat empat pemuda liverpool yang digila gilai remaja putri seluruh dunia. Ini yang membuat aku pengen tahu, siapa sebenarnya Barry. Omongnya, sekedar pengen tahu, dalam hati pengen tahu banget. Tentu saja penasaran apa latar belakang Barry sampai menjadi populer dan idola. Bagaimana dia belajar sampai punya ketrampilan seperti itu. Dalam hati seperti tokoh di film "Catatan si Boy", serba bisa dan idola.
Suatu kali saya diajak Barry ke rumah orangtuanya.
"asik, ke bandung kita ya."
"kita ke Garut.."
"...lho orangtua bukannya di Bandung?
"Ikut saja, yang penting kita jalan jalan keluar Jakarta."
"Siyaap!"
Keluar Jakarta dengan Kereta, sampai Bandung, naik kendaraan umum Bandung-Tasik. Turun dari kendaraan yang berhenti di ujung kampung, jalan kaki tak terlampau jauh, melewati pematang, sampai di deretan rumah yang makin lama makin memadat. Ini kampungnya, kata Barry. sedikit lagi sampai rumah.
Jadilah kami berdua jalan kaki, itu yang cat hijau rumah orangtuaku.
“assalamualaikum”
Barry langsung masuk ke dalam, mengajak saya, tapi sebelumnya buka sepatu dulu. Tak lama ada suara dari dalam
“lama bener nggak pulang Cu? “
"Iya pak, masih banyak kerjaan yang bikin nggak sempet pulang kampung. Gimana kabar kampung kita pak."
"Makin lama makin sepi, pada pergi ke kota. Kampung cuma orangtua semua. "
*Ini kenalin temen." Saya segera menyorongkan badan menyalami ayah Barry.
"¹Mak lagi siapin makanan tuh, bentar lagi beres, udah lama nggak makan ikan kan, sambel lalapan sayur lodeh tahu tempe, makannya di tiker ya, biar lega dan bebas.
Mamak Barry keluar, bawa makanan aneka macam. Menggelar tikar, sambil makan bersila, kami ngobrol, Mak juga nemenin ngobrol, ramailah kita saling cerita. Bapak ibu itu tidak satu kalipun manggil nama anaknya Barry, tapi lebih suka manggil cuk. Cuk gimana tinggal di Jakarta, betah kan. Dalam hatiku, Barry pasti betah, banyak orang suka dia, tiap hari wa masuk, telepon email, messengers, twitter. Segala akses media sosial masuk ke Barry, tiap hari, jam, menit. Saya yang kadang tidur di rumah kontrakan Barry nggak bisa tidur karena berisik bunyi HP nya.
"Makanannya enak Cuk? lagi ibunya bertanya. "Enak bu, tapi nggak ada makanan yang seenak masakan ibu."
Barry memang pandai mengambil hati lawan bicaranya, hampir di semua kesempatan yang saya perhatikan, tidak ada orang yang kecewa dengan Barry, malah sebaliknya. Semua betah. ini yang bikin kami berdua berkali kali terlambat, karena Barry harus pamitan ke orang orang yang menyapanya.
Tak terasa obrolan sudah sore menjelang malam saya pamitan, mau langsung ke Bandung, ada keperluan. Di pagar rumah saya tanya emang nama mu di kampung siapa? Kok dari dating sampe pulang bapak ibumu memanggil namamu cak cuk cak cuk. Barry hanya tertawa saja, nanti kamu juga tahu setelah liat kampung ini.
Benar, melewati pos tempat anak muda nongkrong, saya tahu, itu rumah yang ada pohon mangganya anaknya Namanya siapa?
Anak yang kuliah di bandung terus ke Jakarta ya?
“Iya”
“O itu Namanya Ucuk”
“Nama lengkapnya siapa?”
“Utjuk Sobari.”
“O terima kasih” Dalam hati .pasti kawan sekolahnya di SMP atau SMA yang kasih nama Barry, hanya menduga duga. Siapapun dia, apapun namanya, dia idola kok.