Warteg bukan lagi warung kumuh dan melulu konsumen golongan bawah. Diakui oleh pemilik Warteg, warung jenis ini tumbuh dari golongan bawah. Tahun 60an Warteg konsumsi tukang
becak Jakarta migrant daerah sepanjang Pantura. Indramayu, Brebes, Tegal. Warteg
memang diciptakan oleh tauke becak agar tukang becak bisa makan sesuai penghasilan.
Cerita beberapa pensiunan warteg (wartegnya sekarang dikelola oleh anak dan cucu),
Warteg dibuat di pangkalan becak, kadang di pekarangan rumah Tauke, juru masak
mengandalkan pembantu rumahtangga Tauke. Lauk pauk tidak penting, asalkan
kuantitas nasi banyak.
Semakin hari warteg berkembang, tidak lagi memenuhi demand tukang becak,
tapi juga tenaga kasar, tukang bangunan, PKL, dan sejenisnya di Jakarta. Lokasinya semula di pekarangan rumah,
lalu bergeser ke pinggir jalan. Konsumennya
juga makin beragam. Warteg juga pake
gaya “jemput bola” mendatangi arena pabrik, bangunan, pasar, ekspansi daerah
baru. Prinsip mereka selama banyak orang rantau bekerja di Jakarta, pasti butuh
warteg.
Akhirnya, wajah warteg seperti sekarang ini. Prinsip ekonomi,
demand-supply berlaku bagi tumbuh kembangnya warteg dan kota (Jakarta). Mindset pemilik warteg di kota (Jakarta) adu kreatif, menu makanan dibuat
seperti restoran, variasi masakan ayam, daging, ikan, kikil, kerang, udang, tanpa meninggalkan makanan tradisionalnya tahu tempe.
Makanan enak sehat nikmat, selera rumahan dengan harga murah.
Cocok bagi pekerja di kota yang mayoritas kegiatannya berada di luar
rumah. Dari hasil penelitian tentang
kebutuhan makan warga kota saat kini kebutuhan makan dipenuhi di luar rumah.
Kebanyakan mereka beralasan karena tak
ada yang menyiapkan makanan (24,1 persen), lebih banyak aktivitas di luar
tempat tinggal (20,6 persen), atau karena tinggal sendiri (19,8 persen),
menurut catatan survey Tirto. Lainnya beralasan karena tak punya kemampuan
memasak, rasa makanan di luar yang lebih enak, pilihan menu lebih variatif,
mencari suasana tempat makan, atau karena lebih praktis. Pendek cerita, animo
masyarakat kota seperti ini yang ditangkap pebisnis warteg dan jenis kuliner
lainnya.
Bukan hanya menu variasi kuantitas dan kualitas makanan, disain Interior,
fasilitas warteg makin lengkap, bersih higienis. Di situ ada wastafel, toilet, TV
(cable). Bisnis Warteg makin ketat, media online, turut serta promosi warteg
favorite. Serius. Warteg punya dana promosi, dana kerjasama, ikut ambil bagian
dalam event penting di kota. Warteg
tidak seperti gambaran dulu kala; produknya, manajemennya, konsumennya, semua
mengalami perkembangan.