Tiga hari tiga malam kunjungan ke Pulau Belitung tidak cukup
untuk bisa menilai soal wisata dipulau Belitung timur dan juga Belitung Barat. Namun
ada beberapa catatan perjalanan yang barangkali bermanfaat bagi pembaca. Bukan
mengkritik kebijakan pembangunan pariwisata, tetapi lebih memberi masukan setelah merasakan perjalanan
wisata itu. Masukan itu terutama pada
hal-hal yang saya anggap kurang pas.
Nama pulau itu secara resmi disebut Belitung, tetapi orang
lokal disana menyebutnya Belitong daripada Belitung. Saya tidak tahu kenapa
demikian, barangkali karena unsur kebiasaan saja karena sejak dulu mereka lebih
pas menyebut Belitong daripada Belitung.
Tak dapat disangkal bahwa Belitung menjadi popular semenjak
novel Laskar Pelangi dibaca banyak daerah di Indonesia, bahkan novel itu sudah
diterjamahkan dalam banyak bahasa di dunia. Situs-situs yang ada hubungannya
dengan Laskar Pelangi menjadi daerah tujuan wisata. Misalnya Museum Kata yang dibuat oleh pengarang
Laskar Pelangi, Andrea Hirata adalah salah satu tujuan wisata di Kota Gantung.
Replika SD Muhammadyah yang menjadi salah satu setting utama novel menjadi
bagian dari paket city tour Gantung-Manggar. Batu-batu besar yang tersusun
artistik juga bagia dari tour wisata. Demikian pula kami mendapat kesempatan
bertamu ke guru SD yang legendaris, yang dianggap guru yang memberi inspirasi
cita-cita bagi anak didiknya.
Pulau Laskar Pelangi itu dianggap belum cukup untuk menarik
wisatawan datang ke Belitung. Nampaknya pemda memperbanyak tujuan-tujuan wisata
lainnya. Terutama wisata pantai dan pulau-pulau. Ide ini tidak salah, dan patut
dipahami karena pulau ini tidak ada gunung, atau daerah dengan ketinggian di
atas 1000 meter dari permukaan laut. Tidak ada daerah sejuk. sepanjang pulau
itu udara panas, apalagi saat ini musim kemarau berkepanjangan. Gunakan topi
lebar adalah nasihat yang patut dituruti. Sejauh mata memandang rata dengan
pohon-pohon yang kering dan tanah yang berpasir dan silau karena pancaran sinar
matahari.
Mempromosikan pantai berpasir putih adalah bagus, demikian
pula dengan promosi pelayaran antarpulau, diving, snorkling untuk melihat taman
laut yang cukup indah. Namun promosi wisata pantai, pulau pulau kecil sekitar
Belitung Timur belum bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Sebab Promosi ini harus diikuti dengan
penyediaan sarana dan prasarana yang memadai bagi wisatawan. Misalnya yang kami
temukan di pantai Burong Mandi atau di pulau pulau kecil sekitar satu jam dari
daratan Belitung. Pantai di situ indah
tetapi tidak ada air bersih, kamar mandi, WC yang membuat wisatawan enggan
berlama lama di sana. Membutuhkan waktu yang lama untuk membangun infrastruktur
pendukung bagi keamanan dan kenyamanan wisatawan luar. Apalagi tidak sembarang wisatawan bisa datang ke pantai atau pulau
terpencil. Tidak ada kendaraan umum yang menjangkau wilayah itu. Listrik tidak
ada. Wisata disitu hanya berlaku sepanjang hari saja, tidak ada wisata malam di
daerah pantai.
Sesungguhnya tujuan wisata Belitung bisa dikembangkan dengan
memanfaatkan yang sudah ada, tinggal kemasan-kemasan yang barangkali
membutuhkan konsultan pariwisata, atau pemda setempat belajar ke
propinsi-propinsi lain di Indonesia. Memanfaatkan yang sudah ada maksudnya
adalah sebuah kebiasaan yang dilakukan orang-orang di Belitung yang mereka
kerjakan sehari-hari baik ada wisatawan maupun tidak ada.
Saya percaya bahwa tempat wisata yang sudah menjadi bagian
dari kegiatan keseharian tidak mudah bangkrut, tidak perlu biaya besar dalam
pemeliharaan dan paling penting adalah atraksi menarik dan khas yang membuat
wisatawan menikmati Belitung sebagai Belitung dan bukan wilayah lain di
Indonesia. Ada beberapa tempat wisata yang penting dan patut dikunjungi dan
barangkali perlu untuk dikembangkan bilamana Belitung menggunakan konsep wisata
yang sesuai dengan potensi lokal. Uraian di bawah ini menampilkan cerita
tentang beberapa tempat wisata yang saya kunjungi
Mie Belitong, Man Lie
Dengan Bis, dua puluh enam orang wisatawan termasuk saya
menuju ke Manggar. Hari sudah siang, padahal tujuan masih jauh. Kami mampir di daerah
Kecamatan Kelapa Kampit untuk makan siang. Menarik makan siang adalah bakmi
khas Bilitong. Pemilik warung sudah menyiapkan sejumlah porsi untuk rombongan
kami. Mie Belitong di warung Man Lie menyambut kedatangan rombongan yang sudah
kelaparan. Katanya mie Belitong khas sebab di daerah lain tidak ada. Saya
melihatnya mie ini mirip dengan tahu campur masakan jawa timur. Cita rasa yang
ditonjolkan mie Belitong manis, kuah rada hitam pekat , disajikan dengan piring
bukan mangkok. Satu piring berisi mie, taoge, tahu goreng yang dipotong
kotak-kotak, ketimun. Beberapa kawan makan dengan lahap di samping enak rasa
juga karena lapar, sebab semenjak berangkat dari jakarta belum kemasukan
makanan.
Kelenteng Fu De Ce
Depan warung Mie Bilitong, terdapat kelenteng Fu De Ce. Saya
tidak memerinci detail dalam kelenteng, tetapi di luar kelenteng pekarangannya
luas, warna kelenteng yang khas, merah menjadi enak dipandang. Arsitektur
bangunannya khas Cina dengan gambar naga di sisi kiri kanan atapnya.
Walaupun Kelenteng tempat sembahyang bagi umat Budha dan
Kong hu Cu, namun tempat ini bisa menjadi tujuan wisata yang bagus, terutama
arsitektur kelenteng, sejarah orang-orang Tionghoa di daerah itu. Kemasan
deskripsi yang berhubungan dengan Kelenteng; artisitektur, sejarah, asimilasi
Tionghoa-Melayu, kuliner, bisnis yang berkembang di situ dan lagi sebagainya.
Desa Wisata Burong Mandi
Burong Mandi, sebuah pantai yang kami datangi setelah
istirahat makan siang di warung Mie Bilitong. Tidak terlampau istimewa pantai
ini. Bahkan terasa kurang fassilitas yang memadai, misalnya kamar mandi, wc,
atau resto warung makan, dan lain sebagainya. Beberapa teman yang rencananya
mau sholat, tidak jadi karena tidak ada air wudhu. Akhirnya kami berhenti
sebentar di situ, sekedar foto2 lalu melanjutkan perjalanan ke Vihara Dewi Kwan
Im.
Entah kenapa pantai ini dipaksakan untuk tujuan wisata. Bagi
saya kalau sekedar pantai, maka wisatawan hanya datang foto-foto lalu pergi.
Barangkali tak lebih 30 menit wisatawan itu ada di sana. Kalaupun main dan
berenang di pantai, memerlukan air bersih untuk bilasan setelah berenang. Fasilitas itu tidak ada.
Vihara Dewi Kwan Im
Letaknya di bukit, tidak jauh dari parkir bis kami, tapi
jalannya menanjak dengan susunan tangga yang baik. Ini memudahkan bagi
wisatawan mencapainya. Vihara , tempat berdoa, mengharapkan hidup sejahtera.
Bau hio yang dibakar memenuhi ruangan doa, bahkan menyebar sampai keluar
ruangan. Seorang penunggu, perempuan tengah baya, menjelaskan sejarah vihara
itu, mengajari cara berdoa, memohon kepada dewi Kwan Im bagi keberuntungannya
dalam hidup.
Ini juga tujuan wisata yang potensial. Lokasinya yang berada di bukit jadi indah
karena bisa melihat pemandangan dengan jarak yang lebih jauh. Sekali lagi,
arsitektur dan sejarah vihara penting untuk dikemas menjadi deskripsi
wisatawan. Para wisatawan umumnya pengen tahu apa, bagaimana dan kenapa tempat
tujuan itu (vihara) dibangun, dan itu tidak disiapkan dengan baik, setidaknya
menurut pengalaman perjalanan saya 3 hari ke Belitung
Kota 1001 Warung Kopi
Manggar adalah kota dengan 1000 warung kopi. Itu benar.
Sepanjang jalan adalah warung kopi. Lelaki tua muda berada di sana sepanjang
waktu. Warung hampir selalu ramai. Warung tidak saja menjual kopi tetapi juga
teh dan kopi susu. Orang sini bilang kopi hitam adalah kopi O.
Dari sekian banyak warung kopi, ada beberapa yang dikenal
dan selalu ramai, semenjak pagi sampai malam. Kata kawan, seorang perempuan
yang melayani kami selama kami berada di warung itu adalah cicit dari pendiri
warung kopi legendaris.
Warung kopi adalah tempat pertemuan berbagai kalangan. Di
sini, menurut pengunjung setia di sana, banyak informasi yang diperoleh dari
kongkow dengan teman, kolega bisnis sampai dengan peristiwa seputaran kota,
politik, gosip dan lain sebagai. Dengan mengunjungi warung kopi dan
mendengarkan kisah-kisah orang-orang yang berada di sana, setidaknya kita dapat
cerita tentang Manggar.
Warung kopi adalah salah satu tujuan wisata yang patut untuk
dikembangkan.
Pasar Ikan
Pelelangan ikan, di pelabuhan, juga di Manggar. Sayang
datang terlambat. Masih ada sisa-sisa transaksi. Pelelangan sudah mulai
semenjak pagi bahkan sebelum matahari terbit sudah ramai di sekitar pelabuhan
ini. Lelang ikan, tempat pelelangan, dermaga sandar kapal ikan, adalah
pemandangan yang menarik bagi wisatawan.
Masuk pasar, juga menarik. Apalagi pasar ikan. Ikan dari
berbagai jenis disajikan dalam wujud yang segar, baru datang dari tangkapan nelayan. Beberapa ikan katanya adalah khas belitung.
Saya sudah coba rasa ikan itu, memang enak, bahkan tanpa perlu bumbu sudah enak
rasanya. Tapi ikan itu karena masih segar. Itu betul2 fresh from the ocean,
dari laut langsung dibakar. Kami, saya dan beberapa teman, makan mencomoti ikan
itu, merasakan dagingnya yang lembut dan terasa manis.
Hoping Island
Ke pulau, hoping island, adalah paket wisata yang dijual
orang Belitung. Kami menuju ke sana. Dengan kapal dari pemda, cukup besar, muat
lebih dari 30orang ditempuh dalam waktu satu jam. Sayangnya ombak sedang
tinggi, sehingga banyak dari kami mabok laut kena goyangan ombak sepanjang
perjalanan. Apalagi karena kapal tidak bisa sandar di dermaga yang cetek,
sehngga harus lego jangkar cukup jauh dari bibir pantai. Untuk ke pantai harus
pakai perahu keciil dan skoci. Jadilah 25 orang dari kami diangkut dengan kapal
kecil secara bergantian.
Di pulau itu kami berenanng dan mencoba snorkling, sayangnya
tidak ada satupun terumbu karang yang hidup. Konon katanya karang2 itu hancur
ketika pembangunan dermaga. Beberapa dari kami berenanng agak ketengah,
untungnya ada sebagian karang yang masih hidup, dan nampak indah karena di
kelilingi oleh ikan aneka warna. Beruntung masih ada yang dilihat di pulau itu,
mengingat perjalanananya memakan waktu lama dan membuat badan kita jadi loyo.
Kelapa muda tidak perlu bayar, tinggal kemauan untuk
mengambilnya dan mengupasnya. Seorang juru mudi perahu kecil membantu kami
membuka batok kelapa, dan kami dapat merasakan nikmatnya air kepala sekaligus
daging kelapa yang segar. Seorang nelayan menyajikan ikan bakar namanya
Ketarap, ikan khas Belitung. Nikmat sekali. Seharusnya kami menginap di pulau
itu tidak langsung pulang ke daratan. Tentu saja perlu pengadakan konsumsi yang
cukup selama di pulaiu. Tapi itu bukan masalah kalau direncanakan dengan baik.
Kami harus kembali ke daratan untuk makan siang. Udang
goreng mentega, ikan kuah kuning, sate ayam,
cumi tepung saus asam manis disajikan direstoran tepi danau yang
bersambung dengan laut. Makanan enak langsung dilahap oleh kami yang kelaparan.
Makan malam dengan menu agak beda. Kali ini banyak diberikan
sayur-mayur, yang jarang sekali ada di Belitung. Menu lainnya adalah mpek-mpek.
Ini makanan lebih dikenal sebagai makanan asli palembang. Mpek2 Belitung
katanya berbeda. Saya tidak bisa merasakan perbedaan itu karena saya tidak tau
jenis2 mpek2 dengan rasa yang berbeda.
Kami menuju Tanjung Pandan, sehari sebelum kembali ke
Jakarta. Dalam perjalanan ke sana, mampir ke beberapa museum dan berbelanja.
Kunjungan ke museum tidak terlampau menarik karena tur guide nya kurang bisa
menceritakan yang menarik dari museum itu. Ada beberapa maket2 penambangan
timah, buaya yang tidak terurus, dan benda2 peninggalan kebudayaan lalu
dipajang di museum itu.
Museum yang menarik adalah museum Kata. Museum ini menarik
karena novel dan filemnya sudah amat dikenal oleh orang Jakarta. Laskar pelangi
adalah judul buku karangan Andrea Hirata, seorang pemuda asal belitung Timur.
Novel itu menceritakan kelompok anak sekolah dasar yang bersemangat sekolah
karena punya cita-cita, dengan inspirasi dari ibu gurunya yang mengurai
citacita dengan kata2 telah menyemangati anak2 itu untuk mengejar pendidikan
yang setinggi tingginya. Sepaket dengan
itu ada replika SD Muhammadyah, sebuah SD yang hampir roboh tetapi tidak
merobohkan semangat membangun cita-cita bagi para murid-muridnya. sebuah tujuan
wisata yang menari orisinal dari Belitung Timur, Gantung.
Museum Ahok
Museum Ahok, atau judul yang tertulis di depan sebuah rumah
kayu di kota Gantung adalah Kampung Ahok. Ahok, yang sekarang menjadi gubernur
DKI Jakarta adalah anak asli Belitung Timur. Katanya rumah kayu itu adalah
rumah keluarga Ahok, sedangkan rumah Ahok berada di seberangnya yang sekarang
dijadikan museum. Museum Ahok, hanya berisi kumpulan koleksi ahok, dan tempat
untuk berjualan cinderamata. Ada sanggar untuk kursus membatik bagi orang2 yang
berminat.
Pantai Tanjung Tinggi
Pantai dengan batu-batu yang tersusun alamiah tapi
artisitik, berada di tanjung tinggi, kira2 30menit dari tanjung pandan. Kami
menuju ke sana menjelang sore, karena harus mampir beberapa tempat, antara lain
pasar tempat berjualan tudung saji, topi capil, dll. Cuaca kurang mendukung,
tidak ada sinar matahari, katanya tertutup asap dari kebakaran di daratan
sumatra. Foto2 di sana lalu kembali ke hotel.
Penuturan seorang kawan yang ikut dalam rombongan, tempat
ini yang terbaik sejak kedatangan tiga hari yang lalu. Ia menggambarkan daerah
ini menakjubkan. Pantai dengan batu-batu yang tersusun indah. Ia berkali kali
mengatakan bahwa akhirnya menemukan tempat yang indah dari Pulau Belitung. Lalu
membandingkan dengan wisata pulau yang kami kunjungi hari sebelumnya. Di sini
ada yang dilihat, di pulau tidak ada. Perjalanan ke pulau makan waktu 1 jam
dengan perjuangan melawan ombak dan mabok laut, di sini tidak. Beberapa hal lain
yang diperbandingkan. Akhirnya dikatakan bahwa lebih bagus pantai Belitong
Barat daripada Timur. Barangkali ada benarnya, kalau mengacu pada tempat wisata
pantai. Tetapi teman yang lain mengatakan bahwa saudaranya tiap malam pergi ke
Belitong Timur hanya untuk minum Kopi. Di Belitong Barat tidak ada warung kopi
seenak di Manggar. Hal patut dipikirkan Pemda adalah memperbaiki akses jalan
dengan lebih baik. Barat ke Timur hanya 70kilometer, semestinya hanya 1jam
saja. Tetapi kalau jalan rusak dan perjalanan malam hari akan lebih dari itu.
Bekas galian Timah jadi danau
Sebelum ke bandara, mampir liat danau Kaolin, yang warnanya
nampak indah. Itu sebenarnya bekas galian timah, kemudian ditiinggalkan
perusahaan karena timahnya sudah habis. Sayangnya waktu kunjungan dibatasi
karena kami harus mengejar waktu ke bandara. Pesawat ke jakarta akan boarding
jam 7.
Bekas galian tambang timah merupakan cerita tersendiri,
bukan saja proses produksi, tetapi juga pergaulan berbagai bangsa yang bekerja
di proyek penambangan. Ini tentunya menghasilkan tukar menukar pengetahuan,
adat tradisi yang membuat daerah penambangan menjadi melting pot.